RADARINDO.co.id – Medan : Ide-ide yang pernah populer di kalangan perencanaan pembangunan, seperti istilah One Village One Product merupakan bentuk aktivitas program pengembangan industri kecil menengah sebagai bentuk keberpihakan pemerintah mendorong produk lokal yang memiliki keunikan agar dapat menembus pasar global.
“Dalam perkembangannya di sektor pertanian, diinginkan bukan hanya sebuah desa tetapi kawasan tertentu yang dikembangkan secara khusus yang pernah kita dengar sebagai kawasan Aglomerasi sesuai dengan bidang atau sektoral pertanian dan pangan dalam hal ini dikenal sebagai pembangunan Agropolitan,” ucap Dewan Pakar APT2PHI, S Purwadi Mangunsastro, Rabu (13/3/2024) di Medan.
Baca juga : Tim Jibom Detasemen Gegana Sterilisasi Hotel Le Polonia
Menurutnya, rapot pembangunan pertanian di Indonesia tidak menggembirakan dan dinilai stagnan dari tahun ke tahun bahkan cenderung keberhasilannya menurun.
Hal ini lanjutnya, disebabkan karena ketiadaan grand desain pembangunan nasional pertanian, ketahanan pangan dan bulog yang sesungguhnya merupakan domain pembangunan berkelanjutan yang satu sama lainnya memiliki dependensi dalam penyelenggaraannya.
Pria yang juga menjabat sebagai Sekjen PDKN itu menyebut, jika pemerintah ingin serius melaksanakan perubahan, maka prinsip dasar pembangunan pertanian tersebut harus dikonstruksikan sehingga terjadi pergeseran orientasi pembangunan pertanian subsisten (usahatani tradisional untuk sebatas kebutuhan rumah tangga) ke arah pengembangan agroindustri agribisnis perdesaan.
Berikut disajikan prinsip dasar bagaimana mengembangkan pembangunan sektor pertanian (budidaya pertanian pangan, hortikultura, perkebunan nasional dan rakyat, peternakan, perikanan dan kelautan) yang prinsip-prinsip ini harus simultan dan sinergi diimplementasikan di lapangan.
Prinsip 1 : Berbasis pembangunan ekosistem berkelanjutan.
Secara ideal setiap pembangunan tak terkecuali bidang pertanian harus menjamin tidak boleh mengakibatkan kerusakan alam lingkungan, sebab degradasi lingkungan akibat aktivitas pertanian yang tidak selaras alam akan menurunkan nilai ekonomi usaha pertanian dalam jangka panjang. Pemakaian pupuk kimiawi jelas sudah terbukti telah menurunkan nilai intrinsik pertanian sehingga harus ada political will “stop penggunaan pupuk kimiawi dan secara masif beralih ke program pupuk organik”.
Prinsip 2 : Manajemen clustering sesuai komoditas unggulan.
Lahan produktif pertanian, terkhusus padi sawah sebagai komoditas pokok pangan rakyat luasnya semakin berkurang dan tingkat kepemilikan per rumah tangga tani semakin sempit sehingga tingkat nilai keekonomian usatani padi menjadi menurun dan gairah bertani menjadi lemah.
Baca juga : Pemko Padangsidimpuan Terus Laksanakan GPM
Pengelolaan padi sawah dengan menerapkan pola konsolidasi lahan padi sawah dalam satu kawasan / hamparan di perdesaan berbasis manajemen clustering usahatani akan dapat menjadi jawaban meningkatkan efisiensi usahatani. Selain itu pola ini akan mengefektivkan penerapan Prinsip 1 terwujudkan karena implementasi pola teknik dan non teknis usahatani dapat dilaksanakan secara seragam dan serentak untuk mendapatkan hasil maksimal dalam rekayasa teknologi usahatani, introduce paket-paket komoditi sejak pemilihan jenis, tehnik budidaya, pemanenan hingga manajemen pengolahan hasil dengan berdasar azas kebersamaan yang dianut dalam azas ekonomi Pancasila dalam satu satuan program clustering usahatani dan usaha industri perdesaan.
Prinsip 3 : Interdependensi hulu dan hilir.
Lemahnya grand desain pembangunan pertanian yang tidak mensinkronkan pola teknis dan non teknis terintegrasi dalam program yang mencakup sejak dari sektor hulu yang berperan di on farm (proses produksi mulai dari upstream agribisnis berikut agroteknologi) hingga sektor hilir berperan di off farm (proses pengolahan dan pemasaran hasil mencakup downstream agribisnis dan layanan pendukung), telah mengakibatkan besarnya resiko ketidakpastian baik harga, produksi maupun kualitasnya, dan hal ini telah menyebabkan pembangunan pertanian hingga saat ini kemajuannya tidak seperti diharapkan, dan akibatnya nyata dirasakan cita-cita kemandirian dan kedaulatan pangan nasional sebagaimana termaktub dalam UU Pangan No. 18 tahun 2012 hanya tinggal impian belaka.
Pengelolaan pembangunan pertanian yang mengintegrasikan kelembagaan kementerian pertanian dengan lembaga pangan dan Bulog akan menjadi kunci keberhasilan penerapan Prinsip 2 sehingga dapat secara signifikan mengukur konsistensi kinerja pembangunan pertanian, dengan indikator-indikator seperti kontribusi terhadap perekonomian nasional PDRB, penyerapan tenaga kerja, pertumbuhan inflasi, serta pertumbuhan ekspor impor.
Prinsip 4 : Pengendalian akumulasi modal perdesaan untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi lokal.
Dampak positif pembangunan pertanian yang sangat diharapkan tentunya meningkatnya ketersediaan pangan serta harga yang sesuai dengan tingkat pendapatan masyarakat.
Akibatnya, akan menguatkan tingkat ketahanan pangan dan dengan demikian akan terjadi kecukupan pangan dan hal ini berakibat menaikkan kualitas SDM. Bagi petani di perdesaan pembangunan pertanian diharapkan akan memperluas kesempatan kerja, mengurangi migrasi kaum muda desa ke kota karena meningkatnya animo bekerja di sektor pertanian dan pangan, memberikan kestabilan pada konsumsi pangan dan pendapatan petani sehingga diharapkan mengurangi jumlah penduduk miskin.
Fakta, kue nasional pembangunan pertanian, ketahanan pangan dan Bulog selama ini belum dapat menjadi alat untuk tujuan penyerapan lapangan kerja ataupun untuk penurunan ketimpangan distribusi pendapatan.
Ukuran kinerja pembangunan ini dapat dijadikan umpan balik bagi pemerintah untuk menyusun perencanaan pembangunan pertanian, ketahanan pangan dan Bulog secara holistik sehingga rumusan kebijaksanaan dapat lebih efektif dan efisien. (KRO/RD/SPM)