FORMASI Indonesia Minta BPN dan PTPN V Bertanggungjawab Soal Kebun Sawit Transmigrasi

175

RADARINDO.co.id – Pekanbaru : Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Forum Mahasiswa Sawit (FORMASI) Indonesia, Amir Arifin Harahap meminta pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Riau dan PTPN V harus bertanggungjawab soal kebun sawit transmigrasi.

Hal itu diungkapkannya usai keluar dari ruang audiensi BPN bersama enam orang perwakilan peserta aksi keprihatinan, Rabu (22/3/2023).

Baca juga : Dua Unit Rumah di Hamparan Perak Hangus Terbakar

“Jawaban mereka normatif saja. Jadi, kita lihat selama bulan puasa ini, ada tidaknya progresnya. Kalau enggak ada, habis lebaran, mau tak mau kami akan menggelar aksi lagi dengan jumlah mahasiswa dan petani kelapa sawit yang jauh lebih besar,” kata Amir Arifin, melansir gatra.com.

Menurutnya, mereka sengaja mendatangi BPN serta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Riau terkait lahan kebun kelapa sawit warga transmigrasi di Kabupaten Rokan Hilir (Rohil).

“Tadinya kami mau sekalian aksi ke Kantor Pusat PTPN V di Jalan Rambutan, tapi urung. Kami sepakat mencari waktu lain,” ujarnya.

Amir menyebut, PTPN V tersangkut dalam persoalan ini lantaran semua sertifikat kebun orangtua mereka adalah eks plasma PTPN V yang sudah “bercerai” puluhan tahun lalu.

“Pihak BPN bilang kalau mengurus sesuai jalur UUCK akan sangat lama. Mereka kemudian menawarkan agar kami berkordinasi saja dengan PTPN V supaya mendapat perlindungan dari PTPN V. Saran ini saya tolak mentah-mentah. Mengurusi kebun inti nya yang berada dalam kawasan hutan saja sampai sekarang enggak kelar-kelar. Boro-boro mau mengurusi kami,” ucap Amir.

Menurut Amir, ada sekitar 6000 hektar kebun kelapa sawit warga transmigrasi di Rohil yang kini sudah berumur antara 38-42 tahun. Kebun yang sudah bersertifikat hak milik antara 1981-1982 itu diklaim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berada di dalam kawasan hutan.

Baca juga : Kapolda Sumut Imbau Jaga Situasi Kamtibmas Selama Ramadhan

“Dulu, lahan itu pemberian pemerintah kepada warga transmigrasi melalui program Perkebunan Inti Rakyat Khusus (Pirsus) yang dititipkan kepada PTPN V. Enggak mungkin pemerintah memberikan kawasan hutan lalu mensertifikatkan. Tapi kenapa sekarang jadi kawasan hutan?. Itu baru di Rohil, belum lagi yang ada di kabupaten lain yang nasibnya sama,” sebutnya.

Terlepas dari apapun alasannya, Amir meminta agar pihak BPN harus bertanggungjawab dan mempertanyakan kepada KLHK kenapa lahan warga transmigrasi itu diklaim berada dalam kawasan hutan. (KRO/RD/GAT)