Gelombang Sentimen Anti China di Pimpin AS Ditengah Wabah Covid 19

51 views

RADARINDO.co.id-Jakarta:
Dampak wabah virus corona nyaris membuat aktivitas se dunia lumpuh. Wabah mematikan ini dianggap menjadi mahluk mematikan yang paling ditakuti.

Hal hasil, sejumlah pemimpin dunia kasak – kusuk mencari tahu siapa yang bertanggung jawab atas wabah virus buatan mematikan itu. Bahkan isu memanas dan berkembang antara China dengan AS terancam perang terbuka. China menghadapi gelombang sentimen anti-China yang meningkat di tengah merebaknya wabah virus corona (COVID-19).

Gelombang anti-China yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) itu berpotensi membuat kedua negara terlibat perang senjata. Pernyataan dari sebuah laporan internal China yang disajikan awal bulan lalu oleh Kementerian Keamanan Negara kepada para pemimpin China, termasuk Presiden Xi Jinping.

Akibatnya, Beijing menghadapi gelombang sentimen anti-China yang dipimpin oleh Amerika Serikat. “Setelah pandemi dan perlu dipersiapkan dalam skenario terburuk untuk konfrontasi bersenjata antara kedua kekuatan global,” tulis Reuters, mengutip sumber yang menolak untuk disebutkan identitasnya itu, Selasa (5/5/2020).


Menurut media itu, laporan tersebut disusun oleh Institut Hubungan Internasional Kontemporer China (CICIR). Lembaga ini adalah think tank berpengaruh, yang sampai tahun 1980 berada di dalam Kementerian Keamanan Negara, dan memberi saran kepada pemerintah tentang kebijakan luar negeri dan keamanan.

“Tetapi penyajian laporan itu menunjukkan betapa seriusnya Beijing menghadapi ancaman serangan balik yang dapat mengancam apa yang dilihat China sebagai investasi strategisnya di luar negeri dan pandangannya terhadap keamanannya,” tulis Reuters.

Laporan itu juga memaparkan bahwa China percaya AS ingin menahan dari kebangkitan. Di mana China telah menjadi lebih asertif secara global seiring dengan pertumbuhan ekonominya.

Menyimpulkan bahwa Washington memandang China sebagai ancaman ekonomi dan keamanan nasional dan tantangan bagi demokrasi Barat, kata sumber-sumber itu.

Laporan itu juga mengatakan Amerika Serikat bermaksud melemahkan Partai Komunis yang berkuasa dengan merusak kepercayaan publik. Kementerian Luar Negeri China menolak berkomentar soal ini. Hal senada juga dilakukan CICIR.

Hubungan AS-China sendiri memang sudah tidak harmonis sejak lama. Kedua negara kerap terlibat perselisihan. Apalagi saat AS ada di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump. Di 2018, keduanya terlibat ‘perang dagang’ berkepanjangan dan saling menerapkan tarif senilai ratusan miliar dolar.

Mereka juga terjebak perselisihan akibat Undang-undang Hak Asasi Manusia Hong Kong dan Taiwan. Kedua negara dengan ekonomi terbesar di dunia itu juga terlibat cekcok di wilayah yang diperebutkan di Laut Cina Selatan.

Kedua negara berselisih soal asal-usul virus corona yang sudah menginfeksi 3,6 juta lebih orang di muka bumi. AS menyampaikan kecurigaannya mengenai asal dari COVID-19 dengan menyebut wabah itu buatan manusia dari sebuah laboratorium virologi di Wuhan.

Wuhan sendiri adalah lokasi pertama kali COVID-19 menyebar, di China bagian tengah. Pemerintah Xi Jinping sudah berulang kali membantah tuduhan tersebut. “Ya, ya saya punya,” kata Trump pada pekan lalu ketika ditanya apakah dia telah melihat bukti yang dapat sangat meyakinkannya bahwa virus tersebut berasal dari Institut Virologi Wuhan, sebagaimana dilaporkan France 24.

Namun Trump menolak untuk membeberkan detailnya. Casin berpendapat bahwa cekcok antara kedua negara bisa berubah menjadi perang terbuka yang panas. Bahkan, dengan mempertimbangkan semua aspek yang dimiliki kedua negara, termasuk kekuatan militer dan pertahanan mereka, profesor hukum di Universitas Yeditepe Istanbul itu mengatakan perang akan lebih besar dari Korea Selatan dan Utara.

“Jadi Perang Dunia Ketiga dimulai antara kekuatan besar, dan duel abad ke-21 akan menjadi duel terakhir antara Washington dan Beijing,” katanya memperkirakan kepada Anadolu Agency.

Hingga saat ini kedua negara raksasa ini belum ada memberikan informasi lanjutan tentang wabah covid 19. Taktik AS bisa terjadi bahkan konflik akan melampaui perang semenanjung Korea. (KRO/RD/CNBC)