RADARINDO.co.id-Jakarta:
Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) memproyeksikan ekspor komoditas kelapa sawit mengalami kontraksi akibat pandemi virus corona. Ketua Gapki Joko Supriyono mengungkapkan, pada semester I 2020, kinerja ekspor komoditas terkontraksi atau minus 11 persen dari periode sama tahun lalu akibat penerapan penguncian wilayah (lockdown) di berbagai negara tujuan utama ekspor.
Sementara, untuk semester II tahun ini, Joko memperkirakan kontraksi akan berlanjut meski tak separah pada semester sebelumnya. Namun, ia tak menyebut seberapa besar kontraksi yang dimaksudnya itu.
“Saya yakin semester II (ekspor) akan mengalami kenaikan, harapan sampai akhir tahun enggak (kontraksi) 11 persen tapi enggak bisa bilang berapa (karena) takut salah,” katanya lewat video conference, Rabu (12/8).
Pasar ekspor merupakan penyerap terbesar produksi kelapa sawit RI. Sekitar 70 persen dari total produksi dipasarkan ke negara luar. Ada pun negara-negara tujuan ekspor kelapa sawit terbesar yaitu China, India, Eropa, negara kawasan Afrika, Timur Tengah, dan AS.
Joko menyebut komoditas kelapa sawit menjadi penopang neraca perdagangan yang mencatatkan surplus sebesar US$5,49 miliar kumulatif hingga Juni 2020. Ia merinci pencapaian surplus non-migas hingga Juni 2020 sebesar US$9,05 miliar ditopang oleh nilai ekspor sawit yakni US$10,06 miliar untuk periode sama.
Dengan kata lain, menurut Joko, komoditas kelapa sawit memegang peran besar dalam perekonomian nasional. Pasalnya, untuk neraca perdagangan migas sendiri mencatatkan defisit sebesar minus US$3,56 miliar untuk periode sama 2020.
Sementara itu, porsi konsumsi sawit dalam negeri berkisar 30 persen secara rata-rata. Meski konsumsi dalam negeri meningkat selama 2020, Joko menyebut kenaikan tak signifikan. Hingga Juni 2020, rata-rata kenaikan dinyatakan sebesar 7 persen secara year on year.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Harian Asosiasi Produsen Biofuel Indonesia (Aprobi) Paulus Tjakrawan menyatakan rata-rata konsumsi domestik biodiesel tercatat turun di kisaran 10 persen hingga Juni 2020.
Rincinya, konsumsi untuk Januari sebesar 683 ribu kiloliter (kl) dari produksi sebesar 895 ribu kl. Terjadi kenaikan pada Februari yakni 769 ribu kl dari produksi 898 ribu kl. Lalu pada Maret sebesar 784 ribu dari total produksi bulanan 910 ribu kl.
Kemudian, konsumsi April hanya sebesar 643 ribu kl dari produksi 841 ribu kl, diikuti Mei 2020 sebesar 669 ribu kl dari produksi 685 ribu kl. Terakhir, konsumsi Juni belum membaik yaitu 643 ribu kl dari 645 ribu kl. (KRO/RD/cnn)