RADARINDO.co.id-Medan: Kasus korupsi pengadaan Kapal Tunda milik PT Pelindo I yang telah dijatuhkan vonis, belum lama ini. Kembali menjadi buah bibir publik. Pasalnya, hukuman kepada GM PT Pelindo I Cabang Dumai, Drs Harianja divonis hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp50 juta.
Terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melakukan korupsi karena tidak terlaksana kegiatan atau fiktif pada pekerjaan investasi Kapal Tunda Bayu III tahun 2011. Hal ini terungkap dalam fakta persidangan yang dipimpin Hakim Ketua, Akhmad Sayuti di ruang Cakra VIII Pengadilan Tipikor PN Medan, pada hari Kamis tanggal 16 April 2020 sore.
Selain itu, Hakim Ketua juga menjatuhkan hukuman pada Rudi Marla, Kepala Unit Galangan Kapal (UGK) divonis 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Ayat (1) Jo Pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1). Diungkapkan, Kedua Terdakwa pada Desember 2011 bertempat di kantor UKG PT Pelindo I tidak melaksanakan pekerjaan investasi Kapal Tunda III tahun 2010.
Pada tahun 2010 sebelumnya terdapat Perbaikan Kapan Tunda Bayu III milik PT Pelindo I Cabang Dumai. Berdasarkan surat perjanjian yang ditanda tangani Hartono (Alm) selaku Kepala UGK PT Pelindo I Belawan, dan GM PT Pelindo I Cabang Dumai, Ir Zainul Bahri. Pada perjanjian yang ditanda tangani Hartono dan Zainul Bahri dengan nilai pekerjaan sebesar Rp3.885.000.000. Dalam pelaksanaan pekerjaan selama 75 hari kalender dan masa pemeliharaan selama 90 hari kalender.
Namun kenyataan, perbaikan Kapal Tunda Bayu III tidak dilaksanakan oleh UGK PT Pelindo I Belawan, sebagaimana dalam ketentuan kontrak tahun 2010. Tapi dilaksanakan oleh PT Sinbat Precast Teknindo di galangan Kapal miliknya di Batam, dimulai sejak tanggal 5 November 2010 sampai dengan diberangkatkan dari galangan Kapal pada Januari 2012. Kedua Terdakwa telah terbukti melakukan korupsi keuangan negara pada pekerjaan investasi Kapal Tunda Bayu III tahun 2011 sebesar Rp1.399.563.000.
Putusan hakim Pengadilan Tipikor Medan telah berkekuatan hukum. Meski demikian, sejumlah sumber yang mengetahui fakta dan asal usul pengadaan kapan tersebut juga menjelaskan dan menuding ada keganjilan atas pelimpahan berkas penyidikan yang dilimpahkan ke pengadilan. Tidak hanya keanehan, materi pada berita acara konon katanya layak dibuka kembali secara jelas dan transfaran.
Kasus ini sudah menjadi sorotan publik. Beberapa keganjilan yang layak dipertanyakan salah satunya adalah GM Pelindo I Cabang Dumai dan Kepala UGK Belawan yang sudah jadi terdakwa.
“Hemat saya, isi putusan ini sangat membingungkan. Laporan anual report tahun 2010, 2011 dan 2012 tidak bisa diubah. Akan tetapi pekerjaan pengadaan Kapal Tunda (Harbour Tug) adalah sebanyak 3 Unit,” ujar sumber yang tidak mau disebutkan namanya saat menyerahkan data tertulis ke kantor Redaksi RADARINDO.co.id GROUP KORAN RADAR di Medan, belum lama ini.
Lebihlanjut dikatakan, adalah sesuai jenis Kapal Tunda (HarbourTug), dengan mesin Caterpillar, Kapasitas 3.200 HP (2 x 1.600HP) senilai proyek Rp42 Miliar per Unit. Perlu diketahui ada peran dan tanggung jawab yang besar dari Senior Manajer Peralatan pada tahun 2011 berinisial TS. Sejak awal pengadaan Kapal Tunda (KT) sudah menjadi perdebatan seru di tubuh internal. Sebagian protes karena anggaran telah dianggap dapat merugikan perusahaan. Sedangkan Senior Manajer TS dituding memiliki peran yang sangat besar terhadap pengahadaan kapan tersebut.
Menurut sumber, bahwa diduga terjadi rekayasa dan manipulasi terjadinya perubahan besaran nilai pekerjaan dan spesifikasi kapal dimaksud ini diputuskan pada saat rapat usulan investasi tahun 2011, dimana perhitungannya dilakukan secara sepihak oleh Senior Menejer Peralatan tanpa melibatkan pihak Cabang Belawan dan Dumai selaku pengguna serta operator atas fasilitas peralatan tersebut.
Sebagaimana tercantum dalam kontrak yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan Kapal Tunda, disebutkan bahwa spesifikasi Mesin Induk (Main Engine) yang terpasang adalah merek Carterpillar buatan pabrikan Carterpillar Illinois – Chicago (Amerika), dimana pembeliannya seharusnya dapat dilakukan secara langsung melalui PT. TU selaku agen resmi Carterpillar di Indonesia. Namun kenyataan berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa proses pengadaan/pembelian mesin induk yang terpasang pada kapal dilakukan PT. TI (perusahaan ini sebelumnya juga telah mendapatkan pekerjaan investasi pengadaan sejumlah unit kapal pandu berbahan Alumunium di lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I berkedudukan di Jakarta. Dimana mesin induk yang didatangkan ternyata adalah buatan pabrikan Carterpillar China berdasarkan bukti manifest asal barang dikirim dari Hongkong.
Pengecekan atas alamat pengirim barang hanyalah berupa ruko kosong. Selain itu dicantumkan dalam kontrak bahwa salah satu yang dipersyaratkan dalam proses pembelian mesin induk kapal adalah berupa pelaksanaan “Soft Test” terhadap kapasitas dan kemampuan mesin, dengan alokasi dana yang telah dimasukkan dalam paket pembelian mesin dimaksud.
Kenyataan pelaksanaan Soft Test tersebut tidak dilakukan dan diganti menjadi kegiatan acara lawatan/ jalan-jalan yang diikuti oleh oknum-oknum Komisiaris dan Direksi pada saat AN, II, BEC, IAS, serta ibu-ibu Direksi, Senior Menejer (TS dan kawan kawan) ke sejumlah negara (Amerika dan Jerman) pada tahun 2012. Serta dapat dilihat atau cros chek dari data paspor masing – masing.
Disebutkan bahwa, penggunaan plat/ plate pada kerangka bangunan kapal yang terpasang diduga tidak menggunakan material Plate Marine sebagaimana yang dituangkan dalam kontrak.
Baik jika dilihat dari aspek jenis, ukuran dan harga satuan (manipulasi spesifikasi-Red). Pihak tim pemeriksa atas hasil pengecekan phisik pekerjaan investasi dimaksud, baik ketika kapal masih berada diatas galangan (Shipyard). Maupun setelah kapal berada diatas air pada saat dilaksanakan Sea Trial, tetapi juga didasarkan pada komentar yang dilontarkan secara langsung oleh pihak anak buah kapal (ABK) terhadap mutu kondisi kapal yang mereka operasikan, berupa timbulnya getaran pada lambung kapal diluar kewajaran.
Sering terjadi kondisi Black Out (mati mesin mendadak) ketika kapal dioperasikan. Hasil berita acara pemeriksaan terhadap keadaan kondisi kapal tersebut telah disampaikan kepada Senior Manejer (TS) selaku wakil dari manajemen yang membawahi bidang peralatan. Tetapi hal tersebut tidak diteruskan kepada manajemen oleh yang bersangkutan dan pada akhirnya hanya menimbulkan rasa ketidaksukaan kepada tim pengawas.
“Putusan sidang disebutkan Kapal Tunda III. Karena memang Kapal Tunda untuk Pelindo I Cabang Dumai ada dua unit,” kata sumber dengan nada tegas. Sumber mengakau akan menyampaikan surat resmi ke KPK dan Komisi Yidisial (KY) untuk menganalisa data tersebut kembali.
“Perbaikan Kapal Tunda (Harbour Tug) Bayu II yang dioperasikan Cabang Pelabuhan Dumai untuk kegiatan jasa penundaan kapal-kapal (wajib tunda) yang masuk dan keluar pelabuhan Dumai, diawali dengan terbitnya Surat Perintah Kerja (SPK) General Manager Pelabuhan Dumai No. UM.58/20/9/Dum-2010 tanggal 08 Desember 2010 tentang pekerjaan General Overhaul mesin induk kanan Kapal Tunda Bayu II sebesar Rp5 milyar,” kata sumber.
Dimana pengadaan mesin kapal dikhususkan untuk pembelian mesin Bekas Pakai (Used) dikarenakan mesin asli tidak diproduksi lagi oleh pihak produsen (faktor usia kapal yang sudah tua), dengan kontraktor yang ditunjuk sebagai pelaksana pekerjaan adalah pihak Unit Galangan Kapal (UGK) Pelindo I yang selanjutnya menggandeng PT. CNN selaku Sub Kontraktor didalam hal pengadaan mesin induk bekas (used).
Awalnya waktu yang ditetapkan untuk pelaksanaan perbaikan atas kapal tersebut adalah 240 hari. Namun hingga saat penulisan laporan ini pekerjaan dimaksud belum terselesaikan sebagai akibat dari tumpang tindihnya permasalahan yang timbul dari masing-masing pihak yang terkait dalam kontrak pelaksanaan pekerjaan.
Skenario ini diciptakan oknum pejabat ditingkat pusat yaitu TS (Senior Menejer Peralatan) dengan dukungan oknum Direktur Personalia & Umum. Dengan cara melakukan pembiaran semakin berlarutnya proses penyelesaian permasalahan terkait pekerjaan perbaikan kapal Kapal Tunda Bayu II ditingkat cabang.
Selanjutnya mengambilalih penyelesaian permasalahan ke kantor pusat melalui Surat Keputusan Rapat Direksi No. UM.50/11/14/P.I tanggal 13 Maret 2012. Salah satu butir kesimpulan menunjuk dan memberi kewenangan kepada yang bersangkutan yakni TS, selaku koordinator mewakili Direktur Operasi & Teknik untuk penyelesaian permasalahan Kapal Tunda Bayu II.
Diduga terjadi pengajukan usulan kembali total biaya pelaksanaan pekerjaan perbaikan kapal Kapal Tunda Bayu II sebesar Rp6,9 milyar yang disetujui dengan cepat oleh Direksi. Dimana terdapat hal yang menimbulkan keanehan dan cukup salah item biaya berupa pengadaan/pembelian kembali mesin induk kanan bekas (used) sebesar Rp2,2 Miliar (lebih mahal Rp300 juta dari yang sebelumnya telah diadakan PT. CNN seharga Rp1,9 miliar dan telah mendapatkan pengesahan dari Biro Klasifikasi Indonesia di Batam.
Namun berdasarkan rekomendasi pihak manajemen pusat tidak dapat digunakan karena dianggap tidak sesuai spesifikasi. Ditunjuknya secara langsung PT. KCG untuk pengadaan mesin sebagaimana dimaksud diatas oleh pihak Unit Galangan Kapal melalui surat No. UM.58/8/3/UGK-12 tanggal 30 Juli 2012, perihal penunjukan pelaksanaan pekerjaan pengadaan mesin used KT. Bayu II, yang selanjutnya diikuti proses serah terima mesi kapal dimaksud tanggal 31 Agustus 2012.
Yang pada kenyataannya hingga saat ini mesin tersebut juga sama sekali diduga tidak dapat pasangkan/digunakan karena tidak mendapatkan pengesahan dari pihak Biro Klasifikasi Indonesia selaku instansi yang berwenang atas class kapal dapat diartikan pengadaan mesin menjadi sia-sia.
Pemeliharaan atau perawatan kapal kapal dilingkungan PT. Pelindo I diduga tidak dilakukan dan ditangani secara benar. Akibatnya pola penetapan anggaran yang kurang bijaksana ditingkat pusat dalam bentuk terjadinya pemotongan besaran anggaran yang telah diajukan pihak cabang tanpa didasarkan perhitungan yang disesuaikan faktor usia kapal dan tingkat untilisasinya.
Penunjukan kontraktor/sub kontraktor yang tidak tepat, diikuti persyaratan proses lelang pekerjaan dibidang perawatan/pemeliharaan kapal yang lemah. Sedangkan akibat yang ditimbulkan dari keterlambatan penyelesaian permasalahan pekerjaan perbaikan Kapal Tunda Bayu II adalah semakin rumitnya proses penyelesaian permasalahan dengan pihak-pihak yang terkait dalam pekerjaan perbaikan fasilitas dimaksud.
Apabila tidak segera diambil keputusan yang tegas dan cepat dari manajemen ditingkat pusat, mengingat telah adanya tuntutan hukum berupa somasi dari pihak PT. CNN yang dikhwatirkan akan merugikan dan dapat merusak citra perusahaan.
Turunnya performansi kekuatan alat produksi disektor pelayanan jasa pemanduan dan penundaan di pelabuhan Dumai. Terhitung sejak tanggal 27 Mei 2010 kapal KT. Bayu II tidak beroperasi hingga saat ini (39 bulan tidak beroperasi). Semakin bengkaknya biaya perbaikan kapal dari hari ke hari, mengingat harga spare part kapal sebagian besar dipengaruhi fluktuasi kenaikan mata uang asing, serta pembayaran sewa dock space di galangan milik PT. BAS di Batam.
Tingginya jumlah kerugian dilihat dari faktor “oppurtunity lost” yang harus ditanggung perusahaan lebih kurang sebesar Rp11,7 miliar, dengan asumsi rata-rata pendapatan kapal tunda di pelabuhan Dumai sebesar Rp300 juta per bulan per unit. Hingga berita ini dilansir, Direksi PT Pelindo I belum memberikan tanggapan dan jawaban atas surat Konfirmasi Berita Nomor 46 /RADARINDO.CO.ID/KB/IV/2020 tanggal 23 April 2020.
Sementara itu, Humas Fiona yang di konfirmasi via WA 08137403XXXX meski terkirim namun enggan membalas. Hal yang sama juga kami sampaikan kepada mantan Senior Manajer TS via WA 08117678XXX tidak aktif. Hingga berita ini dilansir, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi belum dapat dimintai tanggapan. Berkali kali selulernya dihubungi namun belum bisa tersambung. (KRO/RD/TIM)