RADARINDO.co.id – Batu Bara : Ketua Dewan Pimpinan Cabang Lembaga Investigasi Negara (DPC LIN) Kabupaten Batu Bara, Aditya Petrus Gultom, menilai bahwa problem yang terjadi antara Bawaslu RI dan KPU, terkait data pemilu 2024 yang terindikasi kurang transparan.
“Mestinya Bawaslu RI, menindak tegas menggunakan kewenangannya, jangan berkoar koar dipublik dan tidak menyelesaikan masalah.” Kata Aditya Petrus Gultom, saat duduk santai di Kota Indrapura, Minggu (18/6/2023).
Baca juga : Hari Pertama PRSU ke-49 Tahun 2023, Stan dan Paviliun Dipadati Pengunjung
Menurut Gultom, diduga tertutup sebahagian informasi, tentunya pihak KPU mempunyai landasan hukum untuk tidak sepenuhnya transparan.
Akibat dari problem yang menutup sebagian Informasi data pemilu 2024, ini juga berimbas sampai pada tingkat jajaran di bawah, misalnya antara PPS dan PKD.
Oleh karena itu, selaku pengawas, Bawaslu RI segera melakukan tindakan tegas jangan ada kesan “Orang Buta Menonton Televisi”. Artinya pengawas diundang rapat Pleno melihat dan menyaksikan Daftar Pemilih Sementara (DPS), Daftar Pemilih Sementara Hasil Perbaikan (DPSHP), DPSHP Akhir. Namun untuk keakuratan daftar Tidak Memenuhi Syarat (TMS) tidak dijelaskan alias tertutup, papar Gultom.
Lanjut Gultom, bahwa dugaan penutupan data yang dilakukan oleh KPU, tentunya ada regulasi yang menjadi dasar untuk melegalkan tidakan KPU tersebut.
“Jika sikap yang dilakukan KPU tanpa dasar hukum yang jelas, maka kami menduga kalau KPU sungguh arogan. Nah ! Disinilah menguji nyali Bawaslu RI untuk sebuah hasil Pemilu 2024 yang jurdil dan bukan koar koar di Media.
Selain itu, muncul opini, bagaimana yang terjadi di Kabupaten Batu Bara, terkait transparan data Pemilu 2024 ? Jawabnya juga sama, yang berbeda hanya kedudukan antara pusat dan daerah.” Tegas Gultom mengakhiri.
Sebelumnya kritikan yang sama juga telah disampaikan. Melansir dari Kompas.com, 13 Juni 2023. Kalau Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menganggap bahwa Bawaslu RI seharusnya menggunakan kewenangan yang dimiliki untuk menindak KPU RI secara hukum karena tidak transparan soal data, berkaitan dengan tahapan Pemilu 2024.
Peneliti Perludem Fadli Ramadhanil mengkritik Bawaslu RI yang dianggapnya hanya berkoar-koar lewat media massa, tanpa mengambil langkah konkret untuk memastikan transparansi data terkait penyelenggaraan pemilu.
Padahal, akibat masalah transparansi ini, Bawaslu RI mengaku kesulitan melakukan pengawasan dan memastikan setiap tahapan yang dilakukan KPU tidak bermasalah.
“Kalau memang merasa punya problem kan seharusnya mereka tinggal panggil KPU. Jadikan tindakan KPU sebagai tindakan pelanggaran pemilu,” ujar Fadli kepada wartawan, Selasa (13/6/2023).
Fadli menegaskan bahwa putusan pelanggaran yang diketuk Bawaslu bersifat final dan mengikat, yang artinya KPU wajib menjalankan putusan tersebut. Hal ini sesuai amanat Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Seandainya KPU tak melaksanakan putusan itu, Bawaslu juga dinilai masih memiliki opsi untuk melaporkan para anggotanya ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
“Kalau tidak dijalankan oleh KPU, Bawaslu bisa membuat pengaduan ke DKPP sebagai pelanggaran etik agar kemudian misalnya ada sanksi peringatan, pemberhentian tetap, atau lainnya,” kata Fadli.
Di sisi lain, Fadli menilai, tidak transparannya KPU merupakan persoalan serius untuk menjadikan penyelenggaraan Pemilu 2024 berintegritas.
Ada Pemilih Gaib Proses check and balance dianggap krusial dan dalam hal ini Bawaslu berperan penting untuk melakukan langkah preventif dan korektif.
Proses check and balance dianggap krusial dan dalam hal ini Bawaslu berperan penting untuk melakukan langkah preventif dan korektif.
Sebagai catatan, sudah berulang kali Bawaslu menyampaikan kepada publik melalui media massa bahwa mereka menghadapi masalah berarti dalam mengakses data yang dihimpun KPU.
Padahal, dalam Pemilu 2024, KPU menggencarkan penggunaan sistem informasi yang seharusnya bisa menjadi instrumen transparansi data.
Pada tahapan pendaftaran partai politik calon peserta pemilu, Bawaslu mengaku tak bisa mengakses secara penuh Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU sehingga tak bisa leluasa mengawasi proses verifikasi. Begitu pula saat ini, ketika KPU melangsungkan tahapan pendaftaran bakal calon anggota legislatif (bacaleg).
Baca juga : Kurun Waktu Sebulan Polres Pelabuhan Belawan Tangkap, 48 Orang
KPU hanya memberi waktu 15 menit kepada Bawaslu untuk membaca Sistem Informasi Pencalonan (Silon). Selebihnya, jika ingin melihat dokumen pendaftaran bacaleg yang dianggap privat, seperti ijazah dan daftar riwayat hidup, pengawas pemilu harus mendatangi lokasi verifikasi KPU namun disebut tak boleh mengambil gambar.
Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja, mengaku bahwa pengawas hanya diberi data pemilih berbasis RT tanpa nama jalan.
Hal ini menyulitkan Bawaslu yang miskin dari segi personel untuk mengimbangi proses pencocokan dan penelitian (coklit) pemilih di lapangan, memastikan bahwa seluruh warga negara yang memiliki hak pilih bisa memilih, dan tidak terjadi hal sebaliknya. (KRO/RD/SY)