RADARINDO.co.id – Medan : Ketua Republik Corruption Watch (RCW) Kabupaten Dairi, Perasan Tumangger mengaku banyak menerima laporan masyarakat.
Salah satunya adalah terkait dugaan penyalahgunaan alokasi dana desa (ADD) tahun anggaran 2018, 2019 dan 2020, terindikasi tidak sesuai dengan spesifikasi.
Baca juga : DPC Peradi Bersama PBH Deli Serdang Adakan Vaksinasi di Cafe Luak Canu
Demikian dikatakan Ketua RCW Dairi, Perasan Tumangger didampingi sekretaris Hendra Manik kepada RADARINDO.co.id GROUP KORAN RADAR, Sabtu (25/09/2021) pagi.
Lebihlanjut dikatakan pria yang biasa disapa Tumangger, pengelolaan dana desa, dana BOS di Kabupaten Dairi dan Pakpak Bharat diduga berpotensi merugikan keuangan negara.
“Kami masih mengumpulkan data dan laporan masyarakat, kemudian kami lakukan cros cek di lapangan ternyata kondisi fisik sudah amburadul,” ujarnya tegas.
Ia menambahkan, pengurus RCW Dairi dalam waktu dekat akan membentuk Tim Investigasi bersama termasuk RCW Medan.
“Aktivis RCW Dairi dan RCW Medan akan bersama -sama melakukan Pulbaket dilapangan. Jika sudah lengkap segera kami sampaikan ke Aparat Penegak Hukum,” ujar Tumangger.
Hal yang sama juga dikatakan Ketua Tim Investigasi RCW Medan yakni Sutino, Edi Nuriyadi dan Alek, siap turu ke lapangan menindaklanjuti laporan masyarakat.
“Kami siap turun ke lapangan menindaklanjuti laporan masyarakat,” ujar Sutino bersama tim.
Ditambahkan, bahwa Lembaga RCW merupakan salah satu organisasi/ lembaga yang dibentuk oleh masyarakat warga Negara Indonesia.
Secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.
Yang menitikberatkan kepada pengabdian secara Swadaya. Bahwa peran serta lembaga/ organisasi dapat menumbuhkembangkan minat peran serta masyarakat menjadi aktivis melaksanakan hak dan tanggung jawab melakukan sosial control dan pengawasan.
Selain fungsi dan peran serta lembaga diatur dalam AD/ART juga ada Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2000 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Peran Serta Masyarakat dan Pemberian Penghargaan Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU Nomor 28 tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
UU Nomor 13 Tahun 2006 Tentang perlindungan saksi dan korban. Maupun UU Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP).
“Aktivis RCW memiliki terhadap hak dan tanggung jawab masyarakat dalam mencari, memperoleh, memberikan informasi, saran, dan pendapat,” ujarnya Alek.
Bahwa, setiap orang, organisasi masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) atau NGO berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi adanya dugaan telah terjadi tindak pidana korupsi.
Serta menyampaikan saran dan pendapat kepada penegak hukum dan atau Komisi mengenai perkara Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga : Pasar Kapuas Belawan Heboh, Ada Vaksinasi Door To Door
Penyampaian informasi, saran dan pendapat atau permintaan informasi harus dilakukan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perudang undangan yang berlaku.
Norma agama, kesusilaan, dan kesopanan. Penegak hukum atau komisi wajib memberikan jawaban secara tertulis atau lisan atas informasi, saran atau pendapat dari setiap orang, organisasi masyarakat, atau LSM, dalam waktu paling lambat 30 (tiga) puluh hari, terhitung sejak tanggal informasi, saran atau pendapat diterima.
(KRO/RD/Juli Siburian)