KPK dan Polri Berpeluang Sikat ‘Oknum Nakal’ Ditubuh Korps Adhyaksa

RADARINDO.co.id – Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kepolisian RI (Polri) berpeluang bisa langsung menyikat ‘oknum-oknum nakal’ ditubuh korps Adhyaksa yang terlibat tindak pidana, terutama kasus korupsi.

Hal itu terjadi setelah Mahkamah Konstitusi (MK), resmi mencabut izin khusus Jaksa Agung untuk memproses jaksa yang terlibat tindak kejahatan.

Baca juga: Dividen Perusahaan Negara Tahun Buku 2025 Berpotensi Susut

Bagi sebagian kalangan, ini adalah momentum emas. Setelah sekian lama mekanisme internal Kejaksaan dinilai kurang bertaji dalam menindak anggotanya, kini lembaga penegak hukum lain punya taji baru untuk bersih-bersih.

Pakar Hukum Pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar, menegaskan bahwa putusan MK ini adalah celah emas yang harus dimanfaatkan KPK dan Polri.

Ia menyebut, sudah saatnya jaksa-jaksa yang terbukti melanggar hukum, tetapi kasusnya mandek di internal Kejaksaan, segera diseret ke meja hijau. “Ini momentum untuk memproses jaksa-jaksa yang melakukan pelanggaran,” kata Ficar, mengutip inilah.com, Senin (20/10/2025).

Ficar tak menampik, selama ini profesi jaksa ibarat pedang bermata dua. Ia disumpah untuk menegakkan hukum, tetapi ironisnya, tak sedikit yang justru menodai sumpah itu dengan melanggar hukum itu sendiri.

Sorotan tajam Ficar mengarah pada beberapa kasus teranyar yang dinilai mencoreng wajah Kejaksaan. Salah satunya adalah dugaan penggelapan barang bukti kasus robot trading senilai setengah miliar rupiah yang menyeret mantan Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Jakarta Barat Hendri Antoro.

Ficar menyebut, kasus itu tak ubahnya ‘pagar makan tanaman’. “Penggelapan barang bukti yang merupakan pagar makan tanaman. Mereka seharusnya menjaga, justru mereka yang merusak,” tegas Ficar.

Ia juga menyinggung dugaan keterlibatan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung Febrie Adriansyah dalam skandal makelar perkara di lingkungan Mahkamah Agung (MA) dengan tersangka Zarof Ricar.

Menurutnya, kasus-kasus ini memberi indikasi kuat bahwa profesi penegak hukum seperti jaksa sangat rentan disalahgunakan dan dijadikan alat kejahatan.

“Keterlibatan jaksa dalam kasus Zarof Ricar menjadi indikasi bahwa profesi ini sangat rentan dijadikan alat kejahatan,” ujar Ficar.

Sebelumnya, MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI.

Baca juga: Polres Labusel Gelar Olahraga Bersama Insan Pers

Dengan putusan ini, aparat penegak hukum (APH) seperti KPK dan Polri tak perlu lagi ribet-ribet meminta izin dari Jaksa Agung untuk melakukan upaya paksa, seperti pemanggilan, pemeriksaan, penggeledahan, penangkapan, hingga penahanan terhadap jaksa.

Pengecualian izin tersebut berlaku jika jaksa tertangkap tangan melakukan tindak pidana atau diduga kuat melakukan tindak pidana berat, termasuk korupsi. (KRO/RD/Ini)