RADARINDO.co.id– Medan:Pemberitaan yang dilansir Media Online RADARINDO.co.id dengan mengangkat Judul: “Mesin Kapal Tunda Pelindo I diduga manipulasi. Buatan Amerika Serikat dipasang merk China,”. Berita ini tanpa disengaja mendapat antusias dan dukungan moral dari pembaca RADARINDO.co.id GROUP KORAN RADAR terbukti surat tertulis yang disampaikan ke kantor redaksi. Tidak hanya pembaca, dan kalangan warga.
Sejumlah aktivis LSM di Medan juga mendukung gerakan moral terhadap pemberantasan korupsi yang menerpa Pelindo I. Dukungan disampaikan merupakan wujud sumbangsih moral agar Media Online RADARINDO.co.id berani menyampaikan informasi untuk kebenaran dan keadilan.
Agar RADARINDO.co.id tetap semangat melakukan gebrakan, berantas korupsi. KPK jangan tutup mata dugaan KKN di Sumatera Utara. Usut Dugaan KKN Pelindo I, BUMN jangan dijadikan sapi perahan dan lain – lain.
Manajemen RADARINDO.co.id telah menyampaikan surat Konfirmasi Berita (KB) kepada Direksi. Sayangnya, KB tersebut belum mendapat tanggapan. Bahkan humas Pelindo I Fiona, dan mantan Senior Manajer Peralatan PT Pelindo I berinisial TS yang dikonfirmasi via WA pribadi, masih bungkam.
Mereka belum bersedia memberikan jawaban atau penjelasan. Mengulas dugaan Korupsi pengadaan Kapal Tunda milik PT Pelindo I tentu sangat semakin menarik. Apalagi dibagian awal kasus ini telah berujung ke ranah hukum. Pengadilan Tipikor Medan telah menjatuhkan vonis pada GM PT Pelindo I Cabang Dumai, Drs Harianja, dengan hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp50 juta.
Serta hukuman kepada Rudi Marla, Kepala Unit Galangan Kapal (UGK) divonis 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta. Kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 3 Ayat (1) Jo Pasal 18 Undang Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1).
Kedua terdakwa terbukti bersalah melakukan korupsi karena tidak terlaksana kegiatan atau fiktif pada pekerjaan investasi Kapal Tunda Bayu III tahun 2011. Vonis dalam persidangan ini membuat sejumlah warga heran, bahkan dalam surat terbuka yang disampaikan ke manajemen RADARINDO.co.id minta agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Komisi Yudisial (KY) mengungkap dugaan rekayasa dan manipulasi atas kasus pengadaan Kapal Tunda PT Pelindo I.
Bahwa pengadaan sesuai jenis Kapal Tunda (HarbourTug), dengan mesin Caterpillar, Kapasitas 3.200 HP (2 x 1.600HP) senilai proyek Rp42 Miliar per Unit. Adalah tanggung jawab besar dari Senior Manajer Peralatan berinisial TS. Sejak awal pengadaan Kapal Tunda (KT) sudah menjadi perdebatan seru di tubuh internal. Diuga spesifikasi Mesin Induk (Main Engine) yang terpasang adalah merek Carterpillar buatan Pabrikan Carterpillar Illinois, Chicago (Amerika Serikat).
Dimana mesin induk yang didatangkan ternyata adalah buatan pabrikan Carterpillar China berdasarkan bukti manifest asal barang dikirim dari Hongkong. “Mengapa kasus ini tidak dibuka dipengadilan. Padahal peran Senior Manajer Peralatan PT Pelindo I berinisial TS memiliki peran besar, dan layak dimintai pertanggung jawaban.
Mengapa Pengadilan Tipikor Medan hanya menjatuhkan vonis GM PT Pelindo I Cabang Dumai, Drs Harianja, dengan hukuman 3 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp50 juta. Serta hukuman kepada Rudi Marla, Kepala Unit Galangan Kapal (UGK) divonis 4 tahun penjara dan denda Rp100 juta,” ujar sumber dengan nada tegas.
Hemat saya ujar sumber lagi, kasus ini mestinya antara Jaksa Penuntut dan Hakim atas nama perintah Undang Undang saling koordinasi untuk mendalami bukti bukti lain yang dilakukan selain dari kedua terdakwa. Sangat tidak mungkin kasus sebesar pengadaan Kapal Tunda itu hanya melibatkan dua oknum terdakwa. Tindak pidana korupsi adalah masih juga menerapkan yang mengetahui namun membiarkan. Bahkan yang menerima dan yang memberi. Pasal ini merupakan rangkain delik “tanggung renteng” yang dapat dijadikan senjata bagi penyidik untuk membidik terdakwa. Untuk menyelamatkan keuangan perusahaan negara, dari indikasi manipulasi dan tipu daya oknum koruptor.
Masih terkait pengadaan kapan Tunda Pelindo I. Mantan oknum Senior Manajer Peralatan Pelindo I, TS disebut sebut namanya tidak tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan pihak penyidik. Pernyataan sumber pihak kompeten sebelumnya mengatakan, pembelian seharusnya dapat dilakukan secara langsung melalui PT. TU selaku agen resmi Carterpillar di Indonesia.
Kenyataan berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa proses pengadaan atau pembelian mesin induk yang terpasang pada kapal dilakukan PT. TI (perusahaan ini sebelumnya juga telah mendapatkan pekerjaan investasi pengadaan sejumlah unit kapal pandu berbahan Alumunium di lingkungan PT. Pelindo I berkedudukan di Jakarta. Dimana mesin induk yang didatangkan, diduga ternyata adalah buatan pabrikan Carterpillar China berdasarkan bukti manifest asal barang dikirim dari Hongkong.
Padahal spesifikasinya adalah sesuai jenis Kapal Tunda (HarbourTug), dengan mesin Caterpillar, Kapasitas 3.200 HP (2 x 1.600HP) senilai proyek Rp42 Miliar per Unit. Mestinya spesifikasi Mesin Induk (Main Engine) adalah merek Carterpillar buatan Pabrikan Carterpillar Illinois, Chicago (Amerika Serikat).
Terungkap dalam fakta Persidangan Tipikor PN Medan, dipimpin Hakim Ketua, Akhmad Sayuti di ruang Cakra VIII Kamis tanggal 16 April 2020 sore. Pasca vonis kasus ini, isu yang berkembang diduga terjadi manipulasi terhadap mesin Kapal Tunda PT Pelindo I Cabang Dumai.
Menurut informasi sumber, spesifikasi mesin kapal Tunda, sebagaimana tercantum dalam kontrak yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan Kapal Tunda. Bahwa spesifikasi Mesin Induk (Main Engine) yang terpasang adalah merek Carterpillar buatan Pabrikan Carterpillar Illinois, Chicago (Amerika Serikat). Dimana pembeliannya seharusnya dapat dilakukan secara langsung melalui PT. TU selaku agen resmi Carterpillar di Indonesia.
Namun kenyataan berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa proses pengadaan/pembelian mesin induk yang terpasang pada kapal dilakukan PT. TI (perusahaan ini sebelumnya juga telah mendapatkan pekerjaan investasi pengadaan sejumlah unit kapal pandu berbahan Alumunium di lingkungan PT. Pelindo I berkedudukan di Jakarta.
TS yang pernah menjabat Senior Manajer Peralatan, namun tatkala kasus ini naik ke persidangan oknum TS diduga “terbungkus”. Bahwa kasus vonis yang diterima Harianja dan Rudi Marla adalah tanggung renteng. Bahwa didalam perkara tersebut diduga ada yang tidak transfaran.
Mengapa Harinja dan Rudi Marla yang dijadikan korban. Demikian penjelasan sumber, belum lama ini. Sebagian protes karena anggaran telah dianggap dapat merugikan perusahaan. Senior Manajer TS dituding memiliki peran yang sangat besar terhadap pengadaan kapan Tunda tersebut. Diduga terjadi rekayasa dan manipulasi spesifikasi dan perubahan besaran nilai pekerjaan dan spesifikasi kapal dimaksud ini diputuskan pada saat rapat usulan investasi tahun 2011.
Dimana perhitungannya dilakukan secara sepihak oleh Senior Menejer Peralatan tanpa melibatkan pihak Cabang Belawan dan Dumai selaku pengguna serta operator atas fasilitas peralatan tersebut. Sebagaimana tercantum dalam kontrak yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan Kapal Tunda, disebutkan bahwa spesifikasi Mesin Induk (Main Engine) yang terpasang adalah merek Carterpillar buatan pabrikan Carterpillar Illinois, Chicago (Amerika).
Dimana pembeliannya seharusnya dapat dilakukan secara langsung melalui PT. TU selaku agen resmi Carterpillar di Indonesia. Namun kenyataan berdasarkan hasil pemeriksaan bahwa proses pengadaan/pembelian mesin induk yang terpasang pada kapal dilakukan PT. TI (perusahaan ini sebelumnya juga telah mendapatkan pekerjaan investasi pengadaan sejumlah unit kapal pandu berbahan Alumunium di lingkungan PT. Pelabuhan Indonesia I berkedudukan di Jakarta.
Dimana mesin induk yang didatangkan ternyata adalah buatan pabrikan Carterpillar China berdasarkan bukti manifest asal barang dikirim dari Hongkong. Pengecekan atas alamat pengirim barang hanyalah berupa ruko kosong. Selain itu dicantumkan dalam kontrak bahwa salah satu yang dipersyaratkan dalam proses pembelian mesin induk kapal adalah berupa pelaksanaan “Soft Test” terhadap kapasitas dan kemampuan mesin, dengan alokasi dana yang telah dimasukkan dalam paket pembelian mesin dimaksud.
Lebihlanjut lagi, sumber menjelaskan pelaksanaan Soft Test tersebut tidak dilakukan dan diganti menjadi kegiatan acara lawatan/ jalan-jalan yang diikuti oleh oknum-oknum Komisiris dan Direksi pada saat AN, II, BEC, IAS, serta ibu-ibu Direksi, Senior Menejer (TS dan kawan kawan) ke sejumlah negara (Amerika dan Jerman) pada tahun 2012. Serta dapat dilihat atau cros chek dari data paspor masing – masing.
Diduga diciptakan oknum pejabat ditingkat pusat yaitu TS (Senior Menejer Peralatan) dengan dukungan oknum Direktur Personalia & Umum. Dengan cara melakukan pembiaran semakin berlarutnya proses penyelesaian permasalahan terkait pekerjaan perbaikan kapal Kapal Tunda Bayu II ditingkat cabang.
Selanjutnya mengambilalih penyelesaian permasalahan ke kantor pusat melalui Surat Keputusan Rapat Direksi No. UM.50/11/14/P.I tanggal 13 Maret 2012. Salah satu butir kesimpulan menunjuk dan memberi kewenangan kepada yang bersangkutan yakni TS, selaku koordinator mewakili Direktur Operasi & Teknik untuk penyelesaian permasalahan Kapal Tunda Bayu II.
Diduga terjadi pengajukan usulan kembali total biaya pelaksanaan pekerjaan perbaikan kapal Kapal Tunda Bayu II sebesar Rp6,9 milyar yang disetujui dengan cepat oleh Direksi. Dimana terdapat hal yang menimbulkan keanehan dan cukup salah item biaya berupa pengadaan/pembelian kembali mesin induk kanan bekas (used) sebesar Rp2,2 Miliar (lebih mahal Rp300 juta dari yang sebelumnya telah diadakan PT. CNN seharga Rp1,9 miliar dan telah mendapatkan pengesahan dari Biro Klasifikasi Indonesia di Batam.
Namun berdasarkan rekomendasi pihak manajemen pusat tidak dapat digunakan karena dianggap tidak sesuai spesifikasi. Ditunjuknya secara langsung PT. KCG untuk pengadaan mesin sebagaimana dimaksud diatas oleh pihak Unit Galangan Kapal melalui surat No. UM.58/8/3/UGK-12 tanggal 30 Juli 2012, perihal penunjukan pelaksanaan pekerjaan pengadaan mesin used KT. Bayu II, yang selanjutnya diikuti proses serah terima mesi kapal dimaksud tanggal 31 Agustus 2012.
Yang pada kenyataannya hingga saat ini mesin tersebut juga sama sekali diduga tidak dapat pasangkan/digunakan karena tidak mendapatkan pengesahan dari pihak Biro Klasifikasi Indonesia selaku instansi yang berwenang atas class kapal dapat diartikan pengadaan mesin menjadi sia-sia. Pemeliharaan atau perawatan kapal kapal dilingkungan PT. Pelindo I diduga tidak dilakukan dan ditangani secara benar.
Akibatnya pola penetapan anggaran yang kurang bijaksana ditingkat pusat dalam bentuk terjadinya pemotongan besaran anggaran yang telah diajukan pihak cabang tanpa didasarkan perhitungan yang disesuaikan faktor usia kapal dan tingkat untilisasinya. Sebelumnya, telah diulas dalam berita disebutkan tahun 2010 sebelumnya terdapat Perbaikan Kapan Tunda Bayu III milik PT Pelindo I Cabang Dumai. Berdasarkan surat perjanjian yang ditanda tangani Hartono (Alm) selaku Kepala UGK PT Pelindo I Belawan, dan GM PT Pelindo I Cabang Dumai, Ir Zainul Bahri.
Pada perjanjian yang ditanda tangani Hartono dan Zainul Bahri dengan nilai pekerjaan sebesar Rp3.885.000.000. Dalam pelaksanaan pekerjaan selama 75 hari kalender dan masa pemeliharaan selama 90 hari kalender. Namun kenyataan, perbaikan Kapal Tunda Bayu III tidak dilaksanakan oleh UGK PT Pelindo I Belawan, sebagaimana dalam ketentuan kontrak tahun 2010. Tapi dilaksanakan oleh PT Sinbat Precast Teknindo di galangan Kapal miliknya di Batam, dimulai sejak tanggal 5 November 2010 sampai dengan diberangkatkan dari galangan Kapal pada Januari 2012.
Kedua Terdakwa telah terbukti melakukan korupsi keuangan negara pada pekerjaan investasi Kapal Tunda Bayu III tahun 2011 sebesar Rp1.399.563.000. Putusan hakim Pengadilan Tipikor Medan telah berkekuatan hukum. Meski demikian, sumber mengatakan fakta dan asal usul pengadaan kapan dijelaskan ada keganjilan pada saat pelimpahan berkas penyidikan ke pengadilan. “Hemat saya, isi putusan ini sangat membingungkan.
Laporan anual report tahun 2010, 2011 dan 2012 tidak bisa diubah. Akan tetapi pekerjaan pengadaan Kapal Tunda (Harbour Tug) adalah sebanyak 3 Unit,” ujar sumber yang tidak mau disebutkan namanya saat menyerahkan data tertulis ke kantor Redaksi RADARINDO.co.id GROUP KORAN RADAR di Medan, belum lama ini.
Lebihlanjut dikatakan, adalah sesuai jenis Kapal Tunda (HarbourTug), dengan mesin Caterpillar, Kapasitas 3.200 HP (2 x 1.600HP) senilai proyek Rp42 Miliar per Unit. Perlu diketahui ada peran dan tanggung jawab yang besar dari Senior Manajer Peralatan pada tahun 2011 berinisial TS. Sejak awal pengadaan Kapal Tunda (KT) sudah menjadi perdebatan seru di tubuh internal. Sebagian protes karena anggaran telah dianggap dapat merugikan perusahaan.
Sedangkan Senior Manajer TS dituding memiliki peran yang sangat besar terhadap pengahadaan kapan tersebut. Menurut sumber, bahwa diduga terjadi rekayasa dan manipulasi terjadinya perubahan besaran nilai pekerjaan dan spesifikasi kapal dimaksud ini diputuskan pada saat rapat usulan investasi tahun 2011, dimana perhitungannya dilakukan secara sepihak oleh Senior Menejer Peralatan tanpa melibatkan pihak Cabang Belawan dan Dumai selaku pengguna serta operator atas fasilitas peralatan tersebut.
Sebagaimana tercantum dalam kontrak yang menjadi acuan dalam pelaksanaan pekerjaan pembangunan Kapal Tunda, disebutkan bahwa spesifikasi Mesin Induk (Main Engine) yang terpasang adalah merek Carterpillar buatan pabrikan Carterpillar Illinois, Chicago (Amerika), dimana pembeliannya seharusnya dapat dilakukan secara langsung melalui PT. TU selaku agen resmi Carterpillar di Indonesia.
“Perbaikan Kapal Tunda (Harbour Tug) Bayu II yang dioperasikan Cabang Pelabuhan Dumai untuk kegiatan jasa penundaan kapal-kapal (wajib tunda) yang masuk dan keluar pelabuhan Dumai, diawali dengan terbitnya Surat Perintah Kerja (SPK) General Manager Pelabuhan Dumai No. UM.58/20/9/Dum-2010 tanggal 08 Desember 2010 tentang pekerjaan General Overhaul mesin induk kanan Kapal Tunda Bayu II sebesar Rp5 milyar,” kata sumber.
Dimana pengadaan mesin kapal dikhususkan untuk pembelian mesin Bekas Pakai (Used) dikarenakan mesin asli tidak diproduksi lagi oleh pihak produsen (faktor usia kapal yang sudah tua), dengan kontraktor yang ditunjuk sebagai pelaksana pekerjaan adalah pihak Unit Galangan Kapal (UGK) Pelindo I yang selanjutnya menggandeng PT. CNN selaku Sub Kontraktor didalam hal pengadaan mesin induk bekas (used).
Selanjutnya mengambilalih penyelesaian permasalahan ke kantor pusat melalui Surat Keputusan Rapat Direksi No. UM.50/11/14/P.I tanggal 13 Maret 2012. Salah satu butir kesimpulan menunjuk dan memberi kewenangan kepada yang bersangkutan yakni TS, selaku koordinator mewakili Direktur Operasi & Teknik untuk penyelesaian permasalahan Kapal Tunda Bayu II.
Diduga terjadi pengajukan usulan kembali total biaya pelaksanaan pekerjaan perbaikan kapal Kapal Tunda Bayu II sebesar Rp6,9 milyar yang disetujui dengan cepat oleh Direksi. Dimana terdapat hal yang menimbulkan keanehan dan cukup salah item biaya berupa pengadaan/pembelian kembali mesin induk kanan bekas (used) sebesar Rp2,2 Miliar (lebih mahal Rp300 juta dari yang sebelumnya telah diadakan PT. CNN seharga Rp1,9 miliar.
Namun berdasarkan rekomendasi pihak manajemen pusat tidak dapat digunakan karena dianggap tidak sesuai spesifikasi. Ditunjuknya secara langsung PT. KCG untuk pengadaan mesin sebagaimana dimaksud diatas oleh pihak Unit Galangan Kapal melalui surat No. UM.58/8/3/UGK-12 tanggal 30 Juli 2012, perihal penunjukan pelaksanaan pekerjaan pengadaan mesin used KT. Bayu II, yang selanjutnya diikuti proses serah terima mesi kapal dimaksud tanggal 31 Agustus 2012.
Yang pada kenyataannya hingga saat ini mesin tersebut juga sama sekali diduga tidak dapat pasangkan/digunakan karena tidak mendapatkan pengesahan dari pihak Biro Klasifikasi Indonesia selaku instansi yang berwenang atas class kapal dapat diartikan pengadaan mesin menjadi sia-sia.
Tingginya jumlah dugaan kerugian dilihat dari faktor “Oppurtunity Lost” yang harus ditanggung perusahaan lebih kurang sebesar Rp11,7 miliar, dengan asumsi rata – rata pendapatan kapal tunda di pelabuhan Dumai sebesar Rp300 juta per bulan per unit. Hingga berita ini dilansir, Direksi PT Pelindo I belum memberikan tanggapan dan jawaban atas surat Konfirmasi Berita Nomor 46 /RADARINDO.CO.ID/KB/IV/2020 tanggal 23 April 2020.
Aparat penegak hukum ditantang keseriusan melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi. Pembuktian terbalik mestinya diterapkan penyidik, untuk membidik dan mengimbangi “kelicikan” pejabat korup. Serta tidak mengabaikan yang menerima dan yang memberi, dan mengetahui tapi melakukan pembiaran, sehingga terjadi kerugian keuangan perusahaan negara. Bagamaimana sikap tegas KPK dan KY melihat meteri vonis kedua terdakwa korupsi Kapal Tunda Pelindo I? Simak… (KRO/RD/TIM)