RADARINDO.co.id – Jakarta : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan modus “tambal sulam” dalam kasus dugaan korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
“Untuk sementara penyidik menemukan modus ‘tambal sulam’ dalam hal peminjaman dan pembayaran kredit pembiayaan di LPEI. Dimana pinjaman berikutnya untuk menutup pinjaman sebelumnya,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, mengutip kompas, Minggu (10/11/2024).
Baca juga: Tanaman Areal TBM I Kebun Bukit Lima Alami “Stunting”, PTPN IV PalmCo Harus Ambil Tindakan
Tessa mengatakan, KPK juga menemukan debitur yang berstatus sebagai tersangka, namun, mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI dengan perusahaan lain miliknya. “Diduga bahwa tersangka dari pihak debitur telah mendapatkan fasilitas kredit dari LPEI dengan perusahaan lain miliknya,” ujarnya.
Menurut Tessa, saat ini pihaknya terus mempelajari perkara tersebut dan sangat memungkinkan menjerat para pihak lainnya yang terlibat dalam perbuatan melawan hukum dan patut untuk dimintai pertanggungjawaban pidana.
“KPK juga mengingatkan kepada para pihak untuk tidak tergiur atas janji-janji yang diberikan dengan mengatasnamakan KPK untuk dapat lepas dari perkara ini,” ucapnya.
Sebelumnya, KPK telah menetapkan tujuh orang tersangka dalam dugaan korupsi di LPEI. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, status hukum para pelaku ditetapkan sejak 26 Juli 2024 lalu.
“KPK telah menetapkan 7 orang tersangka yang terdiri dari penyelenggara negara dan swasta terkait penyidikan tindak pidana korupsi pemberian fasilitas pembiayaan dari LPEI,” kata Tessa kepada wartawan, belum lama ini.
Baca juga: Rekrutmen dan Seleksi Internal CKP PTPN IV Palmco Amburadul Bermuatan Kepentingan Pribadi
Namun, Tessa belum menyebutkan identitas tujuh orang tersangka tersebut. Ia menyatakan, penyidikan masih berlangsung. KPK juga terus memeriksa sejumlah saksi dan menyita berbagai barang bukti. Tessa menambahkan, ketujuh tersangka sudah dicegah untuk bepergian ke luar negeri.
Dugaan korupsi di LPEI berawal dari aduan yang diterima KPK pada 10 Mei 2023 dan telah masuk tahap penyidikan pada 19 Maret 2024. Dalam kasus ini, KPK menduga negara mengalami kerugian hingga Rp 3,451 triliun. (KRO/RD/KOMP)