RADARINDO.co.id-Kopenhagen : Noktah Hitam Two – State Solution Palestina dan Israel. Kajian kali ini sedikit mengulas singkat tentang konflik berkelanjutan di wilayah kependudukan Palestina dan Israel bahkan sempat semakin panas beberapa waktu terakhir.
Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa perjuangan bangsa Palestina sejak akhir perang dunia kedua telah masuk dalam konflik paling tragis dan belum menemukan kata sepakat atas sejumlah gagasan perdamaian yang pernah dilakukan.
Bangsa Palestina meyakini perjuangan mereka dalam mempertahankan kedaulatannya merupakan sebuah bukti tingginya rasa nasionalisme dan kecintaan terhadap kota suci Al Quds.
Konflik berkelanjutan yang terjadi selama bertahun-tahun seakan tidak memiliki capaian dan target akhir yang memuaskan, padahal publik mengetahui pada tahun 1993 dibawah “Perjanjian Oslo” pernah menyepakati bahwa Palestina akan mengakui keberadaan negara Israel dan Israelpun sebaliknya menyatakan kesiapannya untuk mengakui Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) sebagai perwakilan yang sah versi rakyat Palestina.
Melalui kesepakatan ini pula berhasil menciptakan Otoritas pemerintahan Palestina yang memiliki kekuasaan sendiri dan terbatas yang berada di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Walau sifatnya hanya sementara paling tidak perjanjian ini pernah disepakati dimana semua mata dunia tertumpu kepada konflik berkelanjutan yang sangat parah pada masa itu dan tahun-tahun sebelumnya.
Pengambilalihan Jalur Gaza yang dikuasai oleh Hamas dan berbatasan dengan Mesir menjadikan landasan penting dalam kekuatan perang Palestina secara keseluruhan walau memang antara Hamas dan Fatah seringkali dihadapkan oleh selisih faham terkait beberapa hal teknis pemerintahannya.
Sekitar tahun 2008 – 2011 penulis sempat melintasi kedua wilayah kependudukan ini baik melalui perbatasan Jalur Gaza melalui Mesir (sekitar 350 kilometer dari Ibukota Kairo) dan melalui perbatasan jembatan Al Hussein /Allenby (sekitar 60 killometer dari ibukota Amman Yordania), kedua perbatasan yang memiliki tingkat pengamanan cukup tinggi terlebih adanya eskalasi politik yang semakin memanas dikedua wilayah kependudukan Israel dan Palestina saat ini.
Sikap proaktif Yordania dan Mesir sebagai dua negara pertama di wilayah Timur Tengah yang telah lebih dahulu memiliki normalisasi hubungan diplomatik dengan Israel mendatangkan manfaat besar bagi keduanya.
Namun hubungan baik tersebut juga mengalami pasang surut yang tidak mudah seiring dengan perkembangan dan kebijakan politik luar negeri AS sendiri.
Wacana Two States Solution seolah telah mengalami jalan buntu bahkan menambah sejumlah gagasan – gagasan gagal yang sebelumnya pernah direncanakan oleh AS sendiri, dimana terdapat pula analisa umum untuk menakar kekuatan politik, militer, sipil, ekonomi dan agama dari Israel dan Palestina yang tidak seimbang.
Baca juga : Sisa Reruntuhan Masjid Tertua Dunia Ditemukan di Israel
Sikap Arogansi yang ditunjukan oleh Israel bahkan telah menunjukan terjadinya konflik versi modern dan melibatkan pertempuran asimetris antara negara modern dan aktor non negara yang selalu mengadalkan penggunaan sipil sebagai objek target tertentu.
Termasuk ancaman – ancaman yang dilontarkan Israel terhadap bangsa Palestina kerap terus terjadi dan dihadapi di Tepi Barat dan Jalur Gaza, hingga ketegangan hebat kembali terjadi dari upaya Israel yang ingin menggusur warga Palestina yang bermukim di sekitar pemukiman Sheikh Jarrah.
Dimana lokasi pemukiman dimaksud sangat dekat dengan lokasi Masjid Al Aqsa, Jerusalem Timur sekitar awal Mei lalu bertepatan dengan Bulan Suci Ramadhan dan saat pelaksaan ibadah sholat tarawih di Masjid Al Aqsa.
Publik yang mengikuti terjadinya konflik ini juga melihat bagaimana Hamas mengirimkan roket ke arah Ibukota Tel Aviv dan sejumlah wilayah Israel lainnya.
Hubungan kurang harmonis Israel terhadap negara tetangganya Yordania turut menjadi sumbu panas dalam hubungan politik keduanya. Penulis telah mencoba menjelaskan tentang hal ini dalam tulisan sebelumnya.
Dimana posisi Mesir dianggap tidak begitu kuat untuk meredam genjatan senjata antara keduanya. Yordania sebenarnya memiliki peran penting dan masih dianggap sangat strategis, memiliki pengaruh besar dalam kancah politik dunia khususnya untuk menciptakan perjanjian damai antara konflik Palestina dan Israel ini.
Disisi lain adanya keterkaitan antara proses rencana penggusuran pemukiman Palestina dengan kelanjutan dari kebijakan politik PM. Israel Benjamin Netanyahu terhadap Palestina.
Perdana Menteri yang telah menjabat selama lima periode ini masih dinilai populer dikalangan masyarakat Israel walau sejumlah kasus mulai muncul dipermukaan secara bertahap, seperti tindakan korupsi yang lebih dikenal dengan sebutan (kasus 1000, 2000 dan 4000) dan penyuapan termasuk program kabinetnya yang dengan tegas menentang status kenegaraan Palestina serta memperkecil ruang gerak rakyat Palestina.
Dalam kasus ”1000” Benyamin Nyetanyahu mendapatkan tuduhan penipuan dan pelanggaran kode etik penyalahgunaan jabatan dan wewenang yang menyangkut hubungan antara Benjamin dengan dua pengusaha (produser film dan miliarder asal Australia) dalam kasus ini Benyamin dan istrinya diduga mendapatkan gratifivikasi dalam bentuk barang secara berkali – kali dengan nilai total mencapai 700.000 Shekel atau setara dengan 198.000 USD.
Sementara itu dalam kasus ”2000” Benyamin dinyatakan terlibat penipuan bersama dengan pengusaha Israel Arnold Moses, seorang pengusaha dan pemilik media terkemuka di Israel bernama Yedioth Ahronoth.
Dimana Benyamin sengaja menggunakan lobi politik melalui surat kabar setempat untuk menaikan popularitasnya sekitar tahun 2008 dan 2014, dan menimbulkan kesepakatan terselubung antara keduanya.
Dan yang terakhir kasus ”4000” dimana Benyamin dinyatakan terlibat kasus penyuapan dan penipuan pada saat masih menjabat sebagai Menteri Komunikasi sekitar tahun 2014 hingga 2017 yang melibatkan seorang pengusaha telekomunikasi Israel bernama Shaul Elovith.
Sehingga menimbulkan terjadinya tekanan substantial yang berkelanjutan, dimana benyamin dinilai telah melakukan kekuatan dan otoritasnya sebagai pejabat publik untuk mempromosikan hal-hal yang tidak sesuai dengan ketentuan dan menerima hasil pembayaran yang tidak dimasukan dalam pendapatan negara.
PM. Israel Benyamin Netanyahu mendapatkan tekanan politik dan dinilai tidak memiliki pilihan lain kecuali harus melakukan penggusuran terhadap warga Palestina, yang bermukim di Sheikh Jarrah Jerusalem Timur dimana lokasi ini diklaim dimiliki oleh sejumlah pengusaha besar Israel sejak tahun 1948, termasuk kewajiban Benyamin untuk menyelesaikan seluruh permasalahan keuangan dan beberapa kasus yang dihadapi.
Siring dengan kondisi ini AS tetap memainkan perannya untuk tetap memberikan dukungan fasilitasi sejumlah peralatan perang walaupun seolah tidak banyak diketahui publik. AS tercatat telah menyetujui penjualan senjata kepada Israel ditengah memanasnya konflik melawan Palestina.
Pemerintahan Presiden baru AS Joe Biden juga dinilai telah menulis sejarah dengan tangan berdarah dalam insiden serangan serius yang tidak proporsional di Jalur Gaza.
Bahkan melalui Dewan Keamanan PBB, AS dinilai melakukan pemblokiran pernyataan bersama DK – PBB terkait seruan penghentian kekerasan antara Israel dan Palestina.
Kebijakan seperti ini telah sebelumnya dilakukan oleh AS sebanyak tiga kali dalam susana kekerasan besar antara kedua wilayah ini.
Dalam upaya penyelesaian konflik wilayah kependudukan secara bertahap, penulis melihat pentinya Israel melakukan normalisasi hubungan baik yang telah berjalan puluhan tahun bersama sejumlah negara tetangganya seperti Yordania.
Meskipun beberapa hambatan antara keduanya kerap terjadi, seperti perkembangan perjanjian kerjasama terbatas 1948 antara Israel dengan negara Arab termasuk Yordania terkait pengelolaan air, stabilitas ekosistem dan pertanian.
Kondisi ini masih menjadi polemik besar bahkan berujung kepada peperangan antara keduanya. Salah satu akar permasalahan awal dari konflik adalah tentang status kepemilikan atas tanah dimana Yahudi mengklaim lebih banyak dari Palestina.
Kemudian berubah menjadi konflik politik dan perang agama, maka sebagai tahapan proses perdamaian antara kedua wilayah kiranya dapat kembali dalam pembahasan Two State Solution, perdamaian berdasarkan visi dua negara sehingga dapat memberikan jawaban atas aspirasi nesional baik dari komunitas Yahudi maupun Palestina serta membutuhkan kompromi oleh keduanya.
Hal ini harus kembali dalam meja perundingan bersama AS, PBB, Uni Eropa termasuk Rusia. Jikalau proses sudah berjalan dengan baik kembali maka bagi mereka yang berasal dari komunitas Internasional dapat memberikan dukungan kepada keduanya tanpa mengingkari hak dari salah satu pihak manapun.
Solusi ini dapat menjadikan kekuatan bagi keduanya bahkan melemahkan kelompok ekstremis secara bertahap.
Israel baru selesai melakukan pemilihan anggota Legislatif yang mengisi 120 kursi di Knessat Israel.
Posisi Partai Likud yang pernah mengusung PM. Benyamin Netanyahu sebagai Perdana Menteri Israel terlama masih mendominasi (mayoritas 24 %) di Parlemen Knesset.
Baca juga : Armenia Tarik Dubesnya dari Israel terkait Pengiriman Senjata ke Azerbaijan
Kepemimpinan Benyamin yang dihadapkan dalam berbagai skandal politik dinegaranya, termasuk beberapa tragedi bom di Gaza, dan tewasnya sekitar 60 korban anak-anak dalam tragedi terakhir.
Kondisi inipun berpengaruh terhadap popularitas partau Likud yang selama ini memiliki elektabilitas teratas. Dalam persiapan akhir jabatannya Benyamin diharapkan lebih fokus menghadapi sejumlah kasus yang terkait dengannya, hingga partai Likud dapat menemukan kader baru partai untuk mengembalikan kepercayaan publik.
Pemimpin Partai Yamima Israel bernama Naftali Bennett disinyalir memiliki peluang besar untuk menduduki posisi Perdana Menteri Israel ke 24.
Bennett yang berusia 49 tahun ini menduduki jabatan terakhir dalam pemerintahan sebelumnya sebagai Menteri Pertahanan Israel.
Secara umum masa depan Two State Solution mukin ada peluang untuk kembali dilanjutkan walaupun sebenarnya Bennett yang juga merupakan imigran asli San Fransisco AS ini memiliki sejarah panjang kefanatikan anti Palestina.
Sejumlah pernyataan Bennett dimedia juga masih mengundang tanda tanya besar tentang nasib bangsa Palestina selanjutnya.
Indonesia merupakan salah satu negara paling aktif berjuang bagi keadilan masyarakat Palestina, Indonesia juga kerap melakukan penggalangan dukungan dari sejumlah negara lain untuk mendukung Palestina.
Untuk menguatkan politik luar negeri dan diplomasi Indonesia menggunakan semua forum Internasional yang tersedia demi menggalang dukungan bagi Palestina termasuk kepada Organisasi Kerja sama Islam (OKI).
Dalam rangka memudahkan tujuan umum ini Penulis mengamati agar Indonesia dapat mempertimbangkan normalisasi hubungan resmi dengan Israel, walaupun hingga kini Indonesia dan Israel memiliki hubungan terbatas hanya disektor Pariwisata, Keamanan dan Perdagangan.
Baca juga : Israel Hancurkan 500 Bangunan Warga Palestina
Bagi Indonesia saat ini telah memiliki Konsul kehormatan RI yang berada di Ramallah dengan memiliki fungsi pelayanan dan perlindungan WNI, termasuk peningkatan hubungan kerjasama ekonomi dan sosial budaya.
Namun sepertinya capaian yang ingin diharapkan Indonesia akan semakin luas dengan sistem saling menguntungkan antara keduanya apabila normalisasi hubungan resmi Indonesia dengan Israel dapat dipertimbangkan.
Demikian karya tulisan yang dikirim Ismail Nusantara Pulungan MPS, yang merupakan kandidat Doktor bidang Kajian Pertahanan dan Hubungan Internasional di Centre d’Etudes Diplomatique & Strategiques, CEDS Institute Paris.
Sekaligus pengamat Timur Tengah, pernah menyelesaikan pendidikan di University of Jordan bidang Ilmu Politik dan Kajian Timur Tengah, kemudian Peace and Security Studies di Italia, dan saat in bertugas sebagai Analis Politik pada Kedutaan Besar RI untuk Kerajaan Denmark merangkap Republik Lithuania berkedudukan di Kopenhagen.(KRO/RD/ismailpulungan)