RADARINDO.co.id-Medan:
Publik masih mempertanyakan pembiayaan delapan unit Alat Berat (Excavator dan Wheel Loader) dan Dump truck total berbiaya senilai Rp100 miliar, kembali dipertanyakan. Berdasarkan informasi sumber, tidak optimalnya pengelolaan/ pengusahaan fasilitas Terminal Curah Kering(TCK).
Fasilitas TCK yang telah dibangun dan digaung-gaungkan siap operasi oleh General Manager Pelabuhan Dumai, pada saat itu Har dengan produktivitas 8.000 ton per hari untuk penanganan kegiatan bongkar muat komoditi curah kering. Berikut perangkat pendukung lainnya berupa 1 unit Harbour Mobile Crane. Delapan Unit Alat Berat (Excavator & Wheel Loader), dan Delapan unit Dump Truck, dengan total biaya diatas 100 milya.
Konon katanya, kenyataan dilapangan masih dijalankan dengan sistim kombinasi (menggunakan portable conveyer milik swasta dan conveyer TCK) untuk kegiatan muat. Sedangkan untuk bongkar kebanyakan menggunakan derek kapal. Gambaran kegiatan operasional tersebut sepatutnya hal ini perlu dipertanyakan oleh manajemen mengingat nilai investasi yang telah ditanamkan berbanding perencanaan awal serta realisasi hasil pendapatan yang sudah diperoleh perusahaan.
“Apalagi diperparah lagi dengan sistim pengusahaan atas keberadaan investasi sejumlah alat berat dan fasilitas dump truck yang telah diserahkan kepada pihak lain (swasta). Akhirnya hanya semakin memperkecil tingkat pendapatan bagi perusahaan. Kondisi diduga berbau “Kongkalikong” terhadap proses persewaan tanah di Pelabuhan Dumai.
Terkait kerjasama dibidang persewaan tanah yang digunakan oleh PT. ATI untuk digunakan menjadi lapangan penumpukan bagi komoditi cangkang sawit ekspor di areal Pelabuhan Dumai. Terdapat indikasi tindakan menguntungkan pihak perusahaan tersebut yang dilakukan oleh oknum mantan Menejer Divisi Komersil (JR) berdasarkan perintah lisan dari Direktur Komersial & Pengembangan Usaha, pada saat itu, Alm Beca.
Diduga dilakukan dengan cara memberikan tarif persewaan lapangan dibawah tarif harga yang ditetapkan Direksi PT Pelindo I sebesar Rp30.000 per ton per bulan. Kemudia dirubah menjadi Rp25.000 per ton per bulan. Indikasi kecurangan tersebut juga sudah menjadi temuan hasil pemeriksaan pihak internal audit perusahaan (SPI).
Telah didalami kembali melalui pemeriksaan khusus berdasarkan perintah manajemen kepada yang bersangkutan, tetapi hingga saat ini tidak ada proses tindak lanjutnya darimanajemen. Diduga tidak optimalnya pengelolaan/ pengusahaan fasilitas TCK yang telah dibangun dan digaung-gaungkan siap operasi oleh General Manager Pelindo I Cabang Dumai dengan produktivitas 8.000 ton per hari.
Penanganan kegiatan bongkar muat komoditi curah kering berikut perangkat pendukung lainnya berupa 1 unit Harbour Mobile Crane, 8 Unit Alat Berat (Excavator & Wheel Loader), dan 8 unit Dump Truck, dengan total biaya diatas 100 miliar. Pada kenyataannya dilapangan masih dijalankan dengan sistim kombinasi (menggunakan portable conveyer milik swasta dan conveyer TCK) untuk kegiatan muat.
Proses persewaan tanah di Pelabuhan Dumai kerjasama dibidang persewaan tanah yang digunakan oleh PT. ATI untuk digunakan menjadi lapangan penumpukan bagi komoditi cangkang sawit ekspor di areal Pelabuhan Dumai.
Indikasi tindakan menguntungkan pihak perusahaan tersebut yang dilakukan oknum mantan Menejer Divisi Komersil (JR) dengan cara memberikan tarif persewaan lapangan dibawah tarif harga yang ditetapkan Direksi sebesar Rp30.000 per ton per bulan dirubah menjadi Rp25.000 per ton per bulan.
Hingga berita ini dilansir, Direksi Pelindo I belum memberikan jawaban dan penjelasan atas konfirmasi yang disampaikan RADARINDO.co.id hal yang sama juga pada Komisaris PT Pelindo I di Jakarta, belum memberikan penjelasan. (KRO/RD/TIM)