RADARINDO.co.id – Jakarta : Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat menggelar sidang kasus dugaan perampasan tanah dengan terdakwa Supardi Kendi Budiardjo (SKB), Selasa (28/2/2023).
Terdakwa yang akrab disapa Budi itu ditahan Polisi pada 10 Januari 2023 lalu atas laporan pihak PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA) yang merupakan perusahaan properti.
Terdakwa SKB dituduh memalsukan surat tanah (girik). Padahal, beberapa girik yang dituduh palsu itu tercatat di kantor Lurah Cengkareng Timur dan dikukuhkan oleh kantor Camat Cengkareng.
Baca juga : HMR Takarina: Kopitu Wadah Komunitas UMKM Mandiri
Menurut Budi, kebenaran yang terjadi adalah PT Sedayu Sejahtera Abadi (PT SSA) yang merampas tanah miliknya. Itu terjadi pada tahun 2010 silam. Tanah seluas 10.259 m2 itu sudah diuruk dan dipagar oleh Budi.
Tanah itu dia beli dalam tiga tahap dengan tiga girik. Pertama, Girik C-1906 seluas 2.231 m2, terletak di Kelurahan Cengkareng Timur, dibeli pada Juni 2006. Kedua, Girik C-391 seluas 7.480 m2, dibeli pada Juni 2007. Ketiga, Girik C-5047 seluas 548 m2, dibeli pada April 2008. Ketiga girik ini menjadi satu bidang seluas 10.259 m2.
PT SSA menolak disebut merampas tanah Budi. Mereka berkeras bahwa pihaknya membeli tanah tesebut dari PT Bangun Marga Jaya (PT BMJ) dengan SHGB (sertifikat hak guna bangunan) bernomor 1633. Tanah milik Budi dan istrinya, Laila Sinaga, masuk di dalam SHGB 1633 itu.
Cukup lama berlangsung “stand off” (saling berhadapan) antara Budi dan pihak yang ia sebut merampas tanahnya. Bahkan, menurut SK Budiardjo, dia diajak berdamai oleh pihak yang merampas. Tetapi, Budi memilih sikap tegas. Dia tidak mau menerima tawaran “ganti rugi” ratusan miliar rupiah. Bagi Budi, ini soal prinsip. Sebetulnya, ada putusan pengadilan yang mewajibkan tanah Budi-Nurlela dikeluarkan dari SHGB 1633. Tapi tidak dilaksanakan.
PT SSA bukan perusahaan sembarangan. Mereka sangat pantas diduga memiliki kedekatan dengan para petinggi kekuasaan. Mereka bisa membalikkan situasi. Budi dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan tuduhan memalsukan dokumen tanah.
Tetapi, Budi mengatakan dia dikriminalisasi oleh SSA. Dan Budi menyebut orang-orang SSA sebagai bagian dari mafia tanah di Indonesia yang bisa dengan sewenang-wenang merampas tanah milik orang lain yang memiliki surat-surat yang sah. Bahkan tanah yang bersertifikat pun bisa dirampas, kata Budi.
Dari persidangan di PN Jakarta Barat, sebetulnya mulai terlihat kelemahan legalitas SSA atas tanah milik Budi dan istrinya. Sebagai contoh, dari lima (5) saksi yang semula akan dihadirkan oleh tim hukum SSA, hanya tampil satu orang saja. “Saksi tampak gugup ketika menjawab pertanyaan majelis hakim,” kata pengacara Budi, Muhammad Yahya Rasyid SH MH.
Dia berkali-kali mengatakan “tidak tahu” sewaktu ditanya hakim. Ini membuktikan bahwa pihak SSA tidak didukung oleh bukti dan saksi yang kredibel. Karena itu, borok-borok kasus ini akan semakin jelas terkuak. Terlalu banyak rekayasa.
Kalau rekayasa pengalihan kepemilikan terungkap dari kriminalisasi SK Budiardjo ini, apakah masih ada yang membantah betapa merajalelanya mafia tanah di Indonesia, tentulah tak terbantahkan.
Pengacara SSA, Haris Azhar, yang juga direktur eksekutif Lokataru, sebuah LSM yang berjuang melawan mafia tambang, menyatakan pihaknya keberatan orang-orang SSA disebut mafia tanah. Bisa dipahami. Sebab, sebutan “mafia tanah” memang sangat menyakitkan.
Baca juga : MGMP IPS SMP/MTs Dumai Study Tiru ke UPT SMPN 4 Siak Hulu
SK Budiardjo tidak ingin menyebut siapa pun sebagai mafia tanah. Tetapi, cara SSA mengambil paksa tanah milik ketua FKMTI itu, termasuk melibatkan kelompok preman yang melakukan tindak kekerasan terhadap Budi, plus pembuatan berbagai dokumen yang pantas diduga asli tapi palsu (aspal) guna melindungi pengambilan paksa itu, sungguh-sungguh menunjukkan perilaku mafia.
Kalau SSA ingin membersihkan diri dari sebutan “mafia tanah”, maka mereka harus bersedia adu data secara terbuka. Cari moderator dan para penilai yang independen. Hanya cara ini yang bisa menyelesaikan dengan tuntas sengketa tanah antara SK Budiardjo dan SSA.
Perampasan tanah Budi akan menjadi “test case” (ujian) bagi para penguasa apakah mereka serius ingin melenyapkan mafia tanah atau tidak. Proses persidangan di PN Jakarta Barat ini, dan hasilnya, akan mengirimkan pesan ke seluruh pelosok negeri tentang pemberantasan mafia tanah. (KRO/RD/A Usman)