RADARINDO.co.id-Medan: Sejumlah warga Langkat memberikan tanggapan sekaligus kritik pedas kepada penyidik Polres Langkat. Pasalnya, hasil pemeriksaan dan pengembangan laporan yang disampaikan pihak pelapor Masyarakat Cinta Keadilan (MCK) atas dugaan korupsi yang dilakukan Kelompok Tani Hutan, terkesan jalan ditempat.
Dimana warga yang mengikuti perkembangan kasus, mereka sangat antusias keingintahuan terhadap program Padat Karya Penanaman Mangrove (PKPM) yang diduga sarat KKN.
Baca juga : PPK BPDASHL Wampu Sei Ular Diduga “Kecipratan” 30 Persen Proyek Kebun Bibit Rakyat
Publik sejak awal menaruh kecurigaan terhadap kinerja BPDASHL Wampu Sei Ular dan Kelompok Tani Hutan (KTH) diduga kongkalikong untuk membobol anggaran penanaman hutan mangrove di Kabupaten Langkat dan Kota Medan.
Realisasi penanaman hutan mangrove diduga tidak sesuai dengan spesifikasi dan fakta integritas penanaman bibit hutan mangrove. Sejumlah warga setempat pun mengaku kecewa dan menuding proyek bersumber APBN TA 2020 diduga rugikan negara.
Menurut Ketua Masyarakat Cinta Keadilan (MCK) kondisi proyek tersebut disinyalir menjadi azas manfaat kelompok tertentu untuk memperkaya diri dan merugikan uang negara.
Ketua MCK, Ahmaf Fauzi, secara resmi melaporkan kasus tersebut ke Polres Langkat tahun 2022, dengan pihak terlapor diantaranya BPDASHL Wampu Sei Ular, Dinas Kehutanan Prov Sumut, KLH wilayah Langkat dan beberapa pengurus Kelompok Tani Hutan asal Langkat dan Medan, menjadi pihak terlapor.
Anggaran dana proyek reboisasi hutan mangrove DIPA TA2022 sebesar Rp406 Miliar dialokasikan di Sumatera Utara, termasuk di Kabupaten Langkat dinilai telah menjadi ajang empuk oknum jahat dan korup.
Ketua MCK, Ahmad Fauzi menegaskan proyek penanaman bibit mangrove selama bertahun-tahun belum tersentuh hukum. Diduga terjadi “kongkalikong”, sehingga merugikan keuangan negara.
Ahmad Fauzi menambahkan sesuai Surat Keputusan Menteri LHKRI Nomor : SK.353/MENLHK/SETJEN/ DAS.I/8/2020 tentang “Rencana Operasional Padat Karya Penanaman Mangrove” tahun 2020 tanggal 31 Agustus 2020.
Dimana anggaran pembiayaan Padat Karya Penanaman Mangrove tahun 2020 berasal dari APBN yang dialokasikan pada DIPA DITJEN PDASHL Kementerian LHK senilai Rp406.177.500.000.
Dengan rincian antara lain untuk penyusunan rancangan teknis sederhana sebesar Rp9.225.000.000. Penanaman sebesar Rp391.500.000 untuk 15.000 Ha atau sebesar 26.100.000 per hektar. Anggaran monitoring dan evaluasi sebesar Rp5.452.500.000.
Ketentuan utama untuk reboisasi hutan mangrove, lokasi yang mau ditanami harus masuk analisis Pemetaan Mangrove Nasional (PMN) Republik Indonesia. Serta kondisi tanaman mangrove di lokasi yang mau ditanami.
“Kami temukan kegiatan reboisasi hutan mangrove di Kelurahan Nelayan Indah Kota Medan oleh POKDAKAN Maju Bersama (50 HA) dan Khazanah Mangrove (48 Ha) yang tidak masuk dalam analisis Pemetaan Mangrove Nasional (PMN) RI,” ujarnya.
“Kegiatan diduga tumpang tindih pada areal tanam antara POKDAKAN Maju Bersama dengan Khazanah Mangrove. Akibat ketiadaan areal tanam. Sedangkan biaya tanam yang disalurkan diduga hanya sebesar Rp10 sampai Rp11 juta saja, seharusnya sebesar Rp26.100.000 untuk setiap hektar,” ungkapnya tegas.
Ada beberapa kelompok yang sudah disahkan oleh pihak BPDASHL Wampu Sei Ular di Kelurahan Belawan Kota Medan, diantaranya diketuai Mar. Sampai saat ini kami belum menjumpai dimana lokasi penanaman tersebut. Saya menduga tidak ada yang ditanam, sambungnya tegas.
“Realisasi reboisasi hutan mangrove di Kelurahan Alur Dua, Kecamatan Sei Lepan, Kab. Langkat oleh KTH Bersatu seluas 92,87 Ha (Edo Damanik) tidak kami temukan bukti tanam,” ujarnya kepada RADARINDO.co.id belum lama ini.
Kami menduga itu fiktif, karena tidak ada ditanami. Malah kayu penyangga untuk berdirinya tanaman mangrove kami temukan dibuang dan berserakan di lokasi tanam, sementara bibit-bibit mangrove di benamkan ke dalam paluh sehingga membusuk dan mati, sambungnya lagi.
“Aparat penegak hukum jangan tutup mata, kami tidak menuduh ada konspirasi tapi gunakan hati nurani sesuai perintah undang – undang. Apakah terus terjadi pembiaran, sedangkan proyek negara tidak tepat sasaran bahkan terindikasi dijadikan ajang memperkaya diri secara berjamaah,” tuturnya.
Lokasi penanaman tidak masuk dalam analisis Pemetaan Mangrove Nasional (PMN) RI
Reboisasi Hutan Mangrove di Desa Alur Cempedak, Kec. Pangkalan Susu Kab. Langkat oleh 3 (Tiga) Kelompok Tani Hutan (Solihin-Hendra) seperti
(KTH) Maju Pelawi 276 Ha, KTH Sepakat Berkarya 200 Ha KTH Tunas Baru 195 Ha, dengan total Penanaman seluas 671 Ha untuk di Satu Desa.
“Sementara luas wilayah Desa tersebut hanya 410 Ha saja, ternyata dari total 671 Ha yang harus ditanam. Proyek ini sarat rekayasa maka harus diusut tuntas,” tegas A. Fauzi tegas.
“Yang kami temukan hanya 5 hektar saja yang terlaksana ditanam oleh ketiga KTH, dikarenakan tidak ada lagi lahan untuk ditanami di Desa tersebut. Kan tidak mungkin ditanami di pekarangan rumah-rumah warga, sehingga sampai-sampai harus ditanam dan masuk ke dalam rumahnya,” ujar sumber dengan nada heran.
Anehnya, ujarnya lagi, yang diperebutkan oleh ketiga KTH untuk menanam hutan mangrove di desa tersebut telah pula mendapatkan pengesahan dari pihak BPDASHL Wampu Sei Ular.
“Hal ini kenapa kok bisa di setujui untuk di reboisasi dan dimana hutannya. Ini merupakan manipulasi dan pembohongan publik. Tidak boleh dibiarkan apalagi menyangkut proyek negara”, katanya lagi.
“Serta kondisi mangrove yang diajukan untuk ditanam dengan klasifikasi mangrove sedang dan mangrove lebat arti kata tidak perlu direboisasi. Saya siap menunjukan fakta dilapangan,” cetusnya.
“Sehingga tidak mungkin untuk dikerjakan, sementara dilokasi yang sama yang diajukan oleh Kelompok lain mendapat pengesahan seluas +/- 32 Hektare (data-datanya ada pada kami),” sambungnya sembari menunjukan data.
Reboisasi hutan mangrove di Kelurahan Beras Basah, Kec. Pangkalan susu Kab. Langkat seluas 204 Ha oleh KTH Peduli Pesisir yang diketuai Yenti Sim alias Ayen. Dimana lokasi yang mau ditanami merupakan hutan mangrove yang lebat serta subur akan tetapi di Beko dan rata dengan tanah.
Lalu beralih fungsi dengan menanam tanaman komersial serta membuat tambak udang dan ikan lalu di selingi dengan tanaman mangrove diduga menggunakan uang APBN dalam Program Reboisasi Hutan Mangrove yang diperkirakan hanya ditanami seluas 10 Ha saja dari 204 Ha yang telah disahkan BPDASHL Wampu Sei Ular.
Reboisasi hutan mangrove di Desa Pangkalan Siata Kec. Pangkalan Susu Kab. Langkat seluas 305 Ha oleh Koperasi Wahana Hijau yang diketuai mantan Kepala Desa Pangkalan Siata, MN, harus diusut tuntas.
Lokasi yang mau ditanami merupakan hutan mangrove yang sangat subur dan lebat akan tetapi mangrovenya sengaja ditebas seolah-olah mati karena Abrasi lalu diajukan untuk direboisasi.
“Kami perkirakan mangrove yang ditanam dilokasi yang telah mendapatkan pengesahan dari BPDASHL Wampu Sei Ular tersebut hanya berkisar 1-2 Hektar saja dari yang seharusnya 305 Ha,” tudingnya.
Ini semua terjadi oleh karena begitu super dan akuratnya monitoring serta evaluasi yang dilaksanakan oleh institusi yang terkait atas keberhasilan program yang diluncurkan oleh Kementerian LHKRI dengan mengeluarkan biaya untuk itu hampir sebesar Rp5,5 Miliar.
Untuk membuktikan uraian-uraian tersebut sampaikan sumber terutama yang menyangkut luas yang ditanam para KTH dalam mereboisasi hutan mangrove sesuai Standard Rancangan Teknis Sederhana dari Kementerian LHKRI.
“Antara lain dengan mengukur luas yang ditanam sesuai nota kesepakatan antara Pemberi Kerja dengan para KTH dengan menggunakan GPS untuk itu kami siap dan bersedia secara sukarela melaksanakan pengukurannya agar tercipta rasa keadilan, kepastian, dan semata-mata bukan berdasarkan kebencian”, ujar Ketua MCK kepada KORAN RADAR GROUP belum lama ini.
Karena semua ini bisa terjadi oleh karena melanggar serta mengabaikan ketentuan pada Bab III. Pelaksanaan
Pada point B Penyusunan Rancangan Teknis Sederhana disyahkan oleh Kepala BPDASHL sedikitnya memuat nama kelompok letak dan luas lokasi.
Jumlah dan jenis bibit pola penanaman, RAB, tata waktu pelaksanaan dan termasuk peta lokasi. Belum lagi kalau dibuka program reboisasi hutan mangrove TA 2022 yang begitu super aneh, salah satunya dalam membuat RAB yang seharusnya diajukan oleh para Kelompok Tani Hutan (KTH) akan tetapi para KTH sama sekali tidak membuatnya mereka dipanggil datang ke salah satu Hotel di Medan untuk menandatangani RAB, ungkapnya.
“Kontrak serta menerima termin Tahap Pertama. Untuk itu kami siap menghadirkan pelakunya (KTH yang disertakan) sebagai saksi dan berapa besar biaya yang diterima dalam Penanaman Reboisasi Mangrove untuk setiap satu hektarnya,” ungkap sumber.
Begitu juga yang terjadi dalam alih fungsi kawasan Hutan Negara khususnya di Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Para pelaku perambah Kawasan Hutan Negara sudah berkali-kali mendapatkan peringatan baik dari Gubernur Sumatera Utara dengan operasi terpadunya dengan SK No. 188.44/927/KPTS/2014 tertanggal 22 Oktober 2014 tentang Tim Terpadu Penanggulangan Kerusakan Kawasan Hutan.
“Dimana hanya berhasil membobol benteng lahan perkebunan sawit milik Sutrisno alias Akam seluas 50 ha saja di Desa Lubuk Kertang,” katanya semberi menunjukan data.
Sementara ribuan hektar dan tambak udang persis disebelah sawit Akam sampai saat ini masih beroprasi dan berjalan seperti biasanya. Menyusul surat peringantan dari Dinas Kehutanan tingkat I Sumatera Utara dengan No. 522/019/Linhut/16 tertanggal 27 Juli 2016.
Berdasarkan surat Keputusan Menteri Kehutanan No. SK. 579/Menhut – II /2014 Tanggal 24 Juni 2014 bahwa lokasi yang dikuasi dikerjaan para pelaku tersebut merupakan kawasan Hutan Negara. Sesuai dengan undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang kehutanan Jo Undang-Undanga No. 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan kawasan hutan.
“Kami telah menyampaikan peringatan II (Kedua) kepada para pelaku untuk segera menghentikan segala bentuk kegiatan dan meninggalkan/mengosongkan kawasan hutan yang dikuasai/dikerjakan dalam Tim 14 hari Kalender sejak tanggal surat ini, dan bila tidak mengindahkannya maka dinas kehutanan Provinsi Sumatera Utara akan melakukan upaya hukum untuk itu,” cetusnya.
Termasuk lahan perkebunan sawit milik AK di Desa Securai Selatan Kec. Babalan terkena dalam operasinal oleh Pihak Dishutsu Tingkat I akan tetapi hanya ditebang sekitar 30 atau 40 batang pohon sawit saja, tidak seperti perlakuan yang dibuat oleh Pihak Dishutsu Tingkat I pada lahan perkebunan sawit milik Sutrisno alias Akam yang dijebol bentenya sehingga menenggelamkan dan mematikan pohon sawitnya.
“Sejumlah pengusaha non pribumi menguasai lahan ratusan hektar di Desa Securai Selatan, Kec. Babalan dengan diduga menggunakan sertifikat bodong,” tuturnya.
Serta surat-surat lainnya dimana dengan jelas Sertifikat serta surat-surat lainnya tersebut berada di Desa Kwala Gebang Kec. Gebang Kab. Langkat, akan tetapi menanam sawitnya di Desa Securai Selatan Kec. Babalan.
Tidak berhenti disitu, pengusaha tersebut telah pula menjual sebagian lahan sawitnya seluas ± 86 Ha kepada pihak lain, dan hingga saat ini pengusaha tersebut tenang-tenang saja diluar walaupun sudah banyak yang melaporkan dirinya benar-benar pengusaha yang kebal hukum dimana tanah Negara bisa diperjual belikannya.
Dengan tidak adanya tindakan yang berarti dari penegak hukum di Kab. Langkat, maka Kelompok Masyarakat Cinta Keadilan, Kejujuran dan Kepastian membuat laporan kekantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada tanggal 9 September 2022 dan terus menyusul dengan surat-surat tertanggal 30 November 2022 serta tanggal 9 Januari 2023 akan tetapi hingga kini belum ada tindakan yang diambil oleh pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Dimana salahnya atau alat bukti yang masih kurang cukup hingga saat ini Pelapor belum juga mendapatkan perkembangan atas kasus yang dilaporkannya, jika dikonfirmasi kepada Alof Sianturi (PidSus) Kajatisu selalu mengatakan kasusnya masih diproses di bagian Intelejen.
Pada tanggal 16 Maret 2023 Tim MCK mendatangi Kantor Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara untuk menjumpai yang ada dibagian Intelejen, setelah melapor dan menunggu ± 40 menit Tim didatangi oleh Ibu Priska sembari mengatakan bapak tidak bisa berjumpa dengan orang Intelejen dikarenakan lagi sibuk membahas satu kasus.
Hingga kini baik surat maupun kontak baik hp/wa kepada pelapor (MCK Sumut) tidak ada sama sekali dari pihak Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara.
Sebelumnya pihak BPDASHL Wampu Sei Ular, melalui surat resmi ditandatangi Horas Siahaan membantah tudingan tersebut. BPDASHL Wampu Sei Ular, mengaku telah menghadiri panggilan Polres Lamgkat telah dilakukan Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Selain itu, membantah isi pemberitaan RADARINDO.co.id sesuai disampaikan Horas Sianturi.
Polres Langkat telah memanggil Kadis Kehutanan Pemprov Sumut dan Kepala UPT KPH Wilayah I Stabat, tertanggal bulan Maret 2022. Sesuai surat yang ditandatangani AKP Muhammad Said Husen.
Selain itu penyidik juga melayangkan surat panggilan ke sejumlah Kelompok Tani Hutan (KTH), atas laporan Ketua Masyarskat Cinta Keadilan (MCK) Ahmad Fauzi tentang dugaan penyalahgunaan anggaran penanaman hutan mangrove.
Ka. UPT KPH Wilayah I Stabat, untuk dimintai keterangan tanggal 17 Januari 2022. Kadis Kehutanan TK I Prov. Sumut tanggal 17 Januari 2022. Yenti SIM alias Ayen, Jln Pahlawan No. 58 Desa Bukit Jengkol, Kec. Pangkalan Susu, Langkat, tanggal 17 Januari 2022.
BPDASHL Wampu Sei Ular menjelaskan melalui surat resmi disampaikan ke alamat redaksi RADARINDO.co.id tertanggal 12 April 2023, Horas Sianturi, tanpa kop surat dan tanpa stampel.
Baca juga : Proyek Kebun Bibit Rakyat Diduga Kena “Sunat” 30 Persen
Berikut surat klarifikasi atau Hak Jawab disampaikan BPDASHL Wampu Sei Ular, antara lain, sehubungan surat saudara nomor 55.A/RADARINDO.CO.ID/K/IV/2023 tanggal 06 April 2023 perihal konfirmasi antara lain:
1. Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) BPDASHL bukan bapak Horas, KPA untuk kegiatan yang saudara maksud berada pada Badan Restorasi Gambut dan Mangrove Republik Indonesia.
2. Untuk lokasi penanaman antara kelompok pelaksana dengan kelompok pelaksana lainya yang ditetapkan oleh BRGM tidak terdapat lokasi yang tumpang tindih. Setiap usulan dari masing-masing kelompok diketahui oleh Kepala Desa/Lurah.
3. Masing-masing kelompok pelaksana, anggaran pelaksana penanaman besaranya disesuaikan pola tanam sesuai dengan kondisi masing- masing lokasi. Nama- nama KTH yang saudara sebutkan tidak ada kelompok yang kegiatan penanaman sebesar Rp26.100.000 per hektar, sehingga besaran alokasi anggaran yang dimaksud tidak ada satupun yang benar. Tidak ada kelompok yang namanya kelompok Marwan Lubis dan kelompok tidak tidak diketahui namanya mirip siluman.
4. Terkait pemanggilan oleh Polres Langkat, bahwa Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Hutan Lindung Wampu Sei Ular telah memenuhi panggilan tetsebut dan telah dilakukan Berita Acara Pemeriksaan.
BPDASHL Wampu Sei Ular, telah memberi klarifikasi dan atau Hak Jawab kepada RADARINDO.co.id membantah KPA dan nama kelompok Marwan Lubis. (KRO/RD/TIM)