RADARINDO.co.id – Medan : Buntut akibat pemanggilan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) oleh Rektorat UI terkait kritik terhadap Presiden Joko Widodo sebagai King Of Lip Service dalam bentuk tulisan melalui akun Instagram BEM UI menjadi panjang dan trending topik dalam berbagai pemberitaan.
Rektor UI Prof Ari Kuncoro yang diketahui sejak bulan Juni lalu merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Utama/Komisaris Independen di Bank Rakyat Indonesia (BRI) Persero Tbk di sorot oleh banyak pihak.
Baca juga : Polda Sumut Luluskan 607 Putra dan 13 Putri Terbaik
Karena dianggap serakah dan melanggar ketentun Statuta Pendidikan Tinggi. Demikian dikatakan Eka Putra Zakran, SH MH atau akrab disapa Epza, praktisi hukum dan pengamat sosial dari Kota Medan.
“Sudah sepantasnya Rektor UI, Prof Ari Kuncoro mengundurkan diri. Bukan hanya dari jabatan Wakil Komisaris/Komisaris Independen BRI tapi juga harus mundur dari Rektor UI”, ujar Epza kepada wartawan.
Mengingat Kampus UI adalah kampus ternama di Indonesia, tentu kepemimpinan UI perlu menjadi tauladan atau barometer bagi kepemimpinan Pendidikan Tinggi lainnya di Indonesia.
Selain itu, perubahan statuta di UI bukanlah sebagai alat pembenar atas kesalahan rektor yang terjadi selama ini.
Pelanggaran terhadap statuta tidak selesai hanya dengan cara mengubah statunya, akan tetapi juga harus taat pada asas dan tujuan UU Perguruan Tinggi.
Diluar UU, juga nila moral dan etis, makanya apa yang dilakukan oleh rektor UI selama ini jelas telah melanggar moral integritas kepemimpinan di dalam Pendidikan Tinggi.
“Harusnya sejak awal dong rektor UI mundur, sebagai pertanggungjawab etis dan moral atas pelanggaran yang dilakukannya selama ini”, katanya lagi.
Jangan dianggap karena telah dilindungi oleh PP 75 tahun 2021 merasa nyaman dan aman. Justru sekarang semakin terang benderang dihadapan publik kesalahan itu. Maka kalau masih punya rasa malu, silahkan mundur.
Sepintas lalu, inilah yang disebut pepatah akibat nila setitik, rusak susu sebelanga. Rangkap jabatan selain melanggar ketentuan yang ada.
Publik juga tentunya tidak iklas bila ada seorang pejabat rangkap jabatan dengan konsekwensi merangkap pula ruang penggajiannya. Nah ini jugakan bertentangan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik dan bersiah (good and clean govermant).
Sementara diawal kepemimpinan Presiden Jokowi, dinyatakan tegas bahwa pejabat negara tidak dibenarkan untuk merangkap jabatan, dengan asumsi, satu jabatan saja belum tentu benar apalagi dua.
Rektor UI Ari Koncoro kembali ditunjuk setelah terbitnya PP No. 75 tahun 2021 tentang statuta UI yang mengubah atau merevisi PP No. 68 tahun 2013.
Sebelumnya dalam Pasal 35 huruf C PP No. 68 tahun 2013 melarang rektor dan wakil rektor rangkap jabatan sebagai pejabat di BUMN/BUMD/Swasta. Namun Pasal 35 PP No. 75 tahun 2021 yang di teken Presiden Jokowi pada 2 Juli 2021 mengubah kata pejabat menjadi Direksi.
Dengan demikian rektor UIbyang diketahui merangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris di BRI yang sebelumnya dinilai melanggar PP No. 68 tahun 2013, maka dengan berlakunya PP 75 tahun 2021 dianggap boleh merangkap jabatan sepanjang bukan jabatan Direksi pada BUMN/BUMD/Swasta.
“Nah, justru upaya melindungi rangkap jabatan rektor dengan merubah Statuta UI ini menjadi blunder dan membuat gaduh, sehingga sebagian besar publik protes dan gusar atas kebijakan tersebut”, ungkapnya.
Sebab itulah, sebagai kata kunci tidak ada pilihan lain bagi Ari Kuncoro selain mengundurkan diri dari jabatan rektor guna mengembalikan atau memulihakan kepercayaan publik terhadap kepemimpinan di Pendidikan Tinggi UI.
Selanjutnya terkait pengunduran diri Ari Kuncoro dari Wakil Komisaris BRI, Kementerian BUMN telah menerima surat pengunduran diri dan menginformasikan secara resmi kepada perseroan dan perseroan telah menerbitkan keterbukan informasi pada tanggal 22 Juli 2021.
Corporate Secretary Division BRI Aestika Oryza Gunarto dalam keterangan resminya seperti dikutip oleh Antara di Jakarta, Kamis (22/7/2021).
Menyampaikan bahwa perseroan berkomitmen untuk terus menerapkan praktik tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance (GGC) dari seluruh lapisan, baik top level management, dalam hal ini komisaris dan direksi, hingga jajaran pekerja diseluruh unit kerja perseroan.
Ketentuan tersebut dijalankan pada setiap kegiatan usaha perseroan yang merupakan perwujudan visi-misi perseroan, corporate values dan strategi kebijakan demi keberlanjutan perseroan.
Adapun keterbukaan informasi terkait hal dimaksud dapat diakses pada situs web bursa efek dan perseroan pada tanggal (22/7/2021).
Dalam keterbukaan informasi yang disampaikan BRI kepada otoritas Bursa Efek Indonesia tertulis dalam rangka memenuhi peraturan tersebut di atas (POJK) No. 33/POJK/2014, tanggal 8 Desember 2014 tentang Direksi dan Dewan Komisaris Emitem atau perusahan publik dengan perseroan. (KRO/RD/Han. Dalimunthe)