Istri Eks Dirjen Kemendag Diperiksa Kejaksaan Agung

RADARINDO.co.id – Jakarta : Penyidik Kejaksaan Agung memeriksa 6 saksi, kasus CPO bahan baku minyak goreng. Salah satunya istri tersangka mantan Dirjen Daglu Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana berinisial FS.

Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa 6 orang saksi yang terkait dengan perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO) dan turunannya pada bulan Januari 2021 sampai dengan Maret 2022.

Baca Juga : Sensus Penduduk 2020 Lanjutan, Disosialisasikan di Gunungsitoli

Demikian dikatakan Kapuspenkum Kejagung Ketut Sumedana dalam keterangannya, Senin (30/5/2022) sesuai dilansir detik.com.

Adapun 6 saksi yang diperiksa adalah:

1. BA selaku Kepala Bagian Perlengkapan pada Biro Umum dan Layanan Pengadaan Sekretariat Jenderal Kementerian Perdagangan RI.

2. BG selaku pensiunan pada Kementerian Perdagangan RI.

3. R selaku Analis Perdagangan Ahli Madya.

4. FS selaku istri tersangka IWW.

5. DS selaku Finance Department Head Wilmar Group.

6. PD selaku Sub Koordinator Pembinaan Usaha Perkebunan.

Saat ini ada 5 orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus minyak goreng, yaitu:

1. Indrasari Wisnu Wardhana selaku Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag).

2. Master Parulian Tumanggor selaku Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia.

3. Stanley MA selaku Senior Manager Corporate Affair Permata Hijau Grup (PHG).

4. Picare Tagore Sitanggang selaku General Manager di Bagian General Affair PT Musim Mas.

5. Lin Che Wei selaku swasta.

Kelangkaan Minyak Goreng
Awal mula perkara ini diketahui pada akhir 2021 ketika terjadi kelangkaan dan kenaikan harga minyak goreng di pasar.

Baca Juga : Kepala Daerah Se-Sumut Ikuti Rapat Koordinasi Realisasi APBD Tahun 2022

Saat kelangkaan itu, pemerintah melalui Kemendag mengambil kebijakan menetapkan domestic market obligation (DMO) dan harga eceran tertinggi.

Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan ekspor minyak goreng tidak melaksanakan kebijakan pemerintah itu.

“Maka pemerintah melalui Kementerian Perdagangan telah mengambil kebijakan untuk menetapkan DMO serta DPO (domestic price obligation) bagi perusahaan yang ingin melaksanakan ekspor CPO dan produk turunannya serta menetapkan harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng sawit,” kata Jaksa Agung ST Burhanuddin.

“Namun, dalam pelaksanaannya, perusahaan eksportir tidak memenuhi DPO, namun tetap mendapatkan persetujuan ekspor dari pemerintah,” imbuhnya.

Perbuatan para Tersangka tersebut mengakibatkan timbulnya Kerugian perekonomian negara.

“Mengakibatkan kemahalan serta kelangkaan minyak goreng sehingga terjadi penurunan konsumsi rumah tangga dan industri kecil yang menggunakan minyak goreng dan menyulitkan kehidupan rakyat,” jelas Burhanuddin.

(KRO/RD/DETIK.COM)