Tiga Tahun Laporan Dugaan Malpraktek RS MT di Poldasu Tak Tuntas

308 views
Tiga Tahun Laporan Dugaan Malpraktek RS MT di Poldasu Tak Tuntas
Tiga Tahun Laporan Dugaan Malpraktek RS MT di Poldasu Tak Tuntas

RADARINDO.co.id – Medan : Selama tiga tahun laporan dugaan Malpraktek di RS MT Medan yang disampaikan Khairil Anwar Pohan di Polda Sumatera Utara, tak kunjung tuntas.

Anehnya, laporan kedua terpaksa disampaikan lagi oleh korban. Pasalnya, belum ada menetapkan status terlapor. Padahal menurut korban, perbuatan melawan hukum yang dilakukan dr HT telah memenuhi unsur.

Demikian dikatakan Khairil Anwar Pohan (KAP), pria bertugas sebagai ASN jembolan pendidikan dasar program D3 Anestesi Sarjana Kesehatan Masyarakat dan Magister Managemen RS USU dan mempunyai pengalaman di rumah sakit selama 20 tahun, kepada RADARINDO.co.id belum lama ini.

Baca juga : Pemko Medan dan Kejari Belawan Lakukan MoU


Pria yang biasa dipanggil Pohan ini sebelumnya telah menyampaikan laporan ke Poldasu tanggal 2 September 2019. Kemudian laporan kedua tgl 1 April 2021.

Dari laporan tersebut penyidik, palapor KAP dimintai keterangan sesuai Ditkrimsus Poldasu tgl 21 November 2019. Pada tgl 13 Desember 2019, KAP menerima surat P2HP, bahwa penyidik menindaklanjuti laporan dugaan Malpraktek dr HT, Sp.PD, KGEH di RS MT Medan.

Pada 13 Desember 2019 penyidikan memanggil Direktur UPT RSUD DS, dr WD Sp.SP, untuk dimintai keterangan penyidik.

Hal yang paling mendasar menurut korban, karena dr HT tidak menjelaskan SOP sebelum melakukan tindakan pemberian informasi tindakan dari awal sampai akhir.

Anehnya lagi, dr HT pernah mengatakan, bahwa ususmu bolong. Itu disampaikan setelah tindakan sewaktu visite ke ruangan.

Kemudian dr HT menjelaskan “Batu tidak ada jangan difikirkan”, ujar Pohan menirukan ucapan dr HT dengan nada kecewa.

Korban Khairil Anwar telah malaporkan kasus yang menimpa dirinya. “Saya minta Bapak Kapolda Sumut yang baru ini segera mengusut kasus dugaan Malpraktek yang menimpa diri saya. Saya akan terus mencari keadilan karena saya tidak mau kasus yang menimpa saya terjadi kepada orang lain,” ujar Khairil Anwar Pohan.

Lebihlanjut korban menjelaskan ia telah melaporkan pihak manajemen RS MTM termasuk oknum dr HT,SpPD, KGEH ke Polda Sumut. Korban mengaku telah menjadi tindakan serta merta, yang merugikan dirinya. Apalagi ia sempat dibius total.

Sesuai UU Praktek Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004 Pasal 66 Ayat (3) pengaduan sebagaimana yang dimaksud Ayat (1) dan Ayat (2) tidak menghilangkan hak semua orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau menggugat kerugian perdata kepengadilan.

Undang Undang Praktek Kedokteran Nomor 29 tahun 2004 Pasal 68: Apabila dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran Etika, Majelis Kehormatan Disisplin Kedokteran Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi.

Undang Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009 Pasal 58 : Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang tenaga kesehatan dan/atau penyelenggara kesehatan, yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya.

Tindakan Malpraktek yang menyebabkan kerugian atau meninggalnya seseorang tentunya bisa masuk dalam ranah pidana apabila memang ditemukan adanya unsur kelalaian atau kesengajaan yang mengakibatkan kerugian atau meninggalnya seseorang.

Dengan berlakunya UU Praktek Kedokteran No 29 Tahun 2004 kususnya Pasal 66 dan 68 dan UU No 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 58 telah membuka pintu keadilan yang sangat bermakna bagi pasien sehingga setiap ada kesalahan.

Atau kelalaian Dokter (tentunya juga harus pembuktian dan asas praduga tak bersalah terhadap efek negative yang diterima oleh pasien) telah menjadikan Pasal-Pasal tersebut sebagai dasar adanya cara atau jalur penyelesaian atau saluran untuk penanganan “sengketa medik” walaupun secara ekplisit tidak tertulis definisi sengketa medik didalamnya.

Korban mengatakan diduga terjadi Malpraktek di Rumah Sakit MT Medan. Korban merasa telah dirugikan atas perlakuan dugaan Malpraktek oleh dr. HT, SpPD, KGEH di RS MT Medan.

Korban menuntut keadilan akibat tindakan serta merta atau Malpraktek, yang awalnya dioperasi untuk mengambil batu di empedu, justru mendapat perlakuan berbeda dengan memasang slang tanpa persetujuan.

Pihak RS MT Medan telah dilaporkan ke Polda Sumatera Utara, secara resmi pada tanggal 2 September 2019. Kemudian mendapat balasan surat dari Polda Sumut Dirkrimsus sesuai Nomor K/3518/XI/RES.7.4/2019/Ditreskrimsus tanggal 21 November 2019. Pihak korban telah melaporkan ihak manajemen RS MT Medan, dr. HT, SpPD, KGEH.

Korban telah menjelaskan, awalnya ia dirujuk dari RSUD Deli Serdang Lubuk Pakam padatanggal 23 Januari 2019 Oleh WD, SpPD ke bagian bedah digestif RS MT (hasil USG dugaan ada batu di empedu).

Pada tanggal 24 Januari 2019 (hari kamis) korban datang berobat ke RS MT dan berjumpa dengan Dr. bedah digestif (dr. MJ, SpB (KBD) dan kemudian dikonsulkan kebagian gastro enterologi (dr. HT, SpPD. KGEH) untuk memastikan batu yang ada di saluran dan empedu korban.

Pada tanggal 25 Januari 2019 (hari jum’at) korban kembali ke RS MT dan berjumpa dengan dr. HT, SpPD. KGEH di poliklinik dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan MRCP untuk melihat baru yang ada disaluran dan kandung empedu.

Tanggal 28 Januari 2019 (hari senin) korban kembali ke RS MT melakukan pemeriksaan MRCP + kontras. Tanggal 4 Februari 2019 (hari senin) korban kembali datang ke RS MT untuk kembali kontrol guna mengetahui hasil MRCP dan berjumpa dengan dr HT, SpPD. KGEH.

Korban menanyakan hasilnya selanjutnya dokter tersebut mengatakan bahwa banyak batu di saluran dan kandung empedu korban dan dokter tersebut kembali mengatakan mau diangkat batunya?.

Sebab kalau tidak diangkat bisa membuatmu mati. Dengan spontan korban menjawab mau asal memang ada batunya.

Kemudian korban disuruh berurusan dengan perawat poli (Suster SG) untuk persiapan tindakan pengangkatan batu dan korban disuruh menandatangani beserta istri penjelasan tindakan kedokteran diagnosis CBD (sesuai hasil MRCP) dengan tindakan ERCP dan surat pengantar untuk rawat Pada tanggal 5 Februari 2019 (hari selasa).

Korban kembali datang ke RS MT untuk rawat inap melalui administrasi IGD. Pada selasa malam (tanggal 5 Februari 2019) sekitar jam 20.30 WIB dr. HT, SpPD. KGEH datang ke rawat inap dilantai 6 kamar 627 dan memberitahu agar puasa.

“Tenang dan jangan banyak protes dan dokter tersebut pun meninggalkan ruangan tempat saya dirawat inap”, ujar Pohan.

Pada 6 Februari 2019 (hari rabu) saya sudah puasa sejak jam 03.00 Wib dan pada jam 10.00 WIB saya pun diantar kebagian Endoscopy (ruangan persiapan) dilantai 3 rumah sakit tersebut kemudian pada jam lebih kurang 13.00 Wib.

Saya didorong masuk keruangan Endoscopy (ruangan tindakan) dan saya menunggu lebih kurang 30 menit sebab alatnya masih disterilkan, lanjutnya.

Setelah itu dr.HT, SpPD. KGEH datang dan dokter anastesi melakukan pembiusan dan tindakan terhadap saya dan saya pun tidak tahu apa yang terjadi lagi.

“Keterangan istri saya pada saat berakhirnya tindakan istri saya dipanggil kedalam ruangan dr. HT, SpPD, KGEH kemudian beliau menjelaskan bahwa ada masalah diusus yang menurut dokter tersebut usus saya berlobang dan batu empedu jangan dipikirkan dan sudah saya pasang selang untuk membantu kerja empedu supaya tidak berat,” ujarnya.

Kemudian disuruh setiap seminggu sekali kontrol dan 3 bulan selang akan dilihat kembali. Dengan ketidaktahuan istri saya hanya diam dan terkejut atas tindakan yang dilakukan oleh dr. HT,SpPD tersebut.

Begitu saya sadar saya didorong keruang rawat inap dan saya menanyakan kepada istri saya mau batu yang diangkat dari dalam empedu saya, istri saya malah menjawab jangan dipikirkan batu sudah dipasang selang disaluran empedu dan saya pun terkejut sebab dari awal tidak ada penjelasan dan tindakan untuk pemasangan selang pada saluran empedu, ungkapnya.

Pada 7 Februari 2019 (hari kamis) hari kedua post Endoscopy sekitar jam 20.00 Wib, dr. HT, SpPD. KGEH datang visite keruangan dan mengatakan sebagian batu saya sudah diangkat dan katanya usus saya ada kelainan.

“Akibat saya mungkin tidak pernah makan sayur waktu kecil”, ujar Pohan.

Tapi, katanya lagi, belum sempat saya tanya kembali dokter tersebut sudah meninggalkan saya keluar sambil mengatakan besok sudah bisa pulang.

Tanggal 8 Februari 2019 (hari jum’at) hari ketiga post Endoscopy sengaja saya menunggu dr. HT, SpPD. KGEH didepan pintu kamar untuk menanyakan kembali batu empedu saya dokter tersebut hanya berkata, “kau sudah bisa pulang dan kontrol setiap Minggu ke Rumah Sakit”, ujar dr HT kepada korban.

Kembali saya menanyakan jadi gimana batu empedu saya mana? Dokter tersebut mengatakan tidak ada batumu, ujar sambil meninggalkan saya dan sayapun meninggalkan RS MT sekitar jam 13.00 Wib dan meminta semua hasil pemeriksaan dan resume dokter dan saya sejak itu tidak pernah lagi datang ke RS MT sampai dengan saat ini.

Pada tanggal 19 Maret 2019 (hari selasa) saya berobat kebagian gastro RSCM Jakarta dan hasil pemeriksaan dokter selanjutnya membuat pengantar untuk masuk rawat inap.

Pada tanggal 24 Maret 2019 (hari minggu) saya masuk, dirawat diruang perawatan rawat inap kelas I ruang 601 D.
Pada tanggal 26 Maret 2019 (hari selasa) dilakukan tindakan ERCP: Sludge CBD post ERCP ekstraksi stent plastik.

Cholelithiasis (hasil terlampir).
Pada tanggal 28 Maret 2019 (hari kamis) saya keluar dari RSCM selanjutnya dilakukan rawat jalan dan dikonsulkan kebedah digestif dan pengobatan selanjutnya dikembalikan di RSUP HAM di Medan.

Yang menjadi masalah bagi korban adalah sepengetahuanya, jika seorang dokter yang mengkonsulkan ke bagian lain harus dijawab dan dikembalikan ke dokter yang mengkonsulkan apa hasil yang didapatkan.

Disini dr. HT, SpPD. KGEH tidak mengembalikan ke dokter yang mengkonsulkan dari awal, justru ditanya dan ditanganinya sendiri. “Tindakan ini tidak sesuai SOP,” ungkapnya.

Pemasangan alat (selang) yang ada didalam saluran empedu tidak ada pernah dibicarakan dan dijelaskan sebelum tindakan kepada saya.

Hanya setahu saya untuk mengangkat batu diempedu saya, dan kalau inipun dibicarakan oleh dokter tersebut sebelum tindakan saya akan Pasti Piker – piker dahulu sebab hasil pemeriksaan labolatorium bilirubin saya sudah dalam keadaan normal dan tidak ada nyeri diperut dan diperjelas tindakan yang saya tanda tangani dengan istri tidak ada untuk pemasangan selang disaluran empedu.

Setelah pemasangan alat tersebut (6 Februari 2019) sampai dengan saat ini perut saya tambah mengisap dan setiap hari meminum obat anti nyeri perut perasaan tidak enak dibadan.

Akibat nyeri yang saya rasakan saya akhirnya berobat ke RSCM Jakarta untuk pengangkatan selang tersebut dan saya mengalami kerugian materi dan waktu yang cukup banyak.

“Mohon bapak menindak lanjuti agar masyarakat diluar sana tidak menjadi korban akibat ketidaktahuan pasien, tindakan apa yang dilakukan dan pasrah pada apa yang dilakukan oleh seorang dokter”, ujarnya.

Sebelumnya RADARINDO.co.id melakukan konfirmasi ke manajemen RS MT Medan, tanggal 11 Desember 2019.
Begini penjelasan humas RS MT Medan, Win melalui WA 08529682XXXX “Selamat pagi, Saya dari RS MT. Mohon maaf td saya sudah hub Bapak beberapakali via telp dan HP tetapi nada penjawab HP yg
menjadi CP / PIC tdk dapat menerima panggilan.

Menyikapi atas surat yang Bapak sampaikan kepada pihak RS MT, pihak management akan membahas masalah yg Bapak sampaikan ke komite Etik MTMH terlebih dahulu untuk melihat apakah ada penyimpangan atau hal hal yang tidak sesuai dengan Etik yg berlaku.

Untuk itu kami meminta waktu membahasnya dan selanjutnya kami akan beri jawaban terkait surat yang Bapak sampaikan. Demikian dahulu kami sampaikan. Atas perhatiannya saya ucapkan terimakasih.

Kemudian pada hari yang sama humas RS MT Medan kembali memberitahu akan memberikan jawaban atas konfirmasi RADARINDO.co.id sesuai surat Nomor 572.SP/MTMH/XII/2019 tanggal 13 Desember 2019, perihal klarifikasi berita yang ditanda tangani Direktur Utama RS MT Medan.

Berdasarkan surat yang saudara kirimkan pada tanggal 11 Desember 2019 dengan nomor 425. B/RADARINDO/KB/XII/2019 perihal konfirmasi berita atas keluhan yang disampaikan oleh pasien atas nama Bapak Khairil Anwar Pohan perlu kami sampaikan beberapa hal sebagai berikut:

Bahwa pasien pernah berkonsultasi dan dirawat inap di RS MTMH.

Pasien masuk dengan keluhan nyeri perut kanan atas dan telah dilakukan beberapa pemeriksaan laboraturium dan pemeriksaan Radiologi. Berdasarkan hasil pemeriksaan tersebut dilakukan tindakan pemasangan selang untuk mengalirkan cairan bilirubin dari saluran empedu yang tersumbat oleh batu.

Pasien dianjurkan untuk kontrol berobat jalan pada 12 Februari 2019 namun pasien tidak kembali kontrol ke RS MT Medan.

Berdasarkan hasil rapat di Komite Medik RS MT diputuskan tidak dijumpai adanya pelanggaran etik maupun disiplin profesi.
Apabila pihak keluarga membutuhkan informasi lebih lanjut, pihak RS bersedia memfasilitasi pertemuan dengan dokter penanggung jawab pelayanan.
Demikian disampaikan agar dapat dimaklumi.

Hormat kami, Direktur Utama RS MTMH.

Menanggapi penjelasan yang disampaikan RS MTMH ke RADARINDO.co.id korban atau pasien Khairil Anwar Pohan mengatakan bahwa pemasangan selang tersebut tidak ada disampaikan kepada pasien termasuk kepada istri pasien dan hanya untuk mengangkat batu.

“Mestinya sebelum ada pemasangan selang harus ada pemberitahuan kepada saya dan istri saya. Awalnya tidak ada pembicaraan pemasangan selang, yang ada pencabutan batu disaluran dan kandungan empedu,” kata korban dengan nada tegas.

Selain itu, korban menjelaskan bahwa saya sebenarnya dirujuk ke bagian Dr. Bedah Digestif (dr. MJ, SpB KBD) dan kemudian dikonsulkan kebagian Gastro Enterologi (dr. HT, SpPD. KGEH) untuk memastikan apakah ada batu di saluran empedu saya.

Baca juga : Pemko Medan dan DPRD Lanjutkan Pembahasan Ranperda Tentang Penetapan Zonasi PKL

Namun dr HT tidak mengembalikan hasil konsul yang diberikan Dr Bedah Digesti. Terkait penjelasan poin nomor 4 diatas, pasien memang mengaku tidak kembali lagi kontrol berobat jalan, pada tanggal 12 Februri 2019 karena sudah kecewa.

“Karena hasil pengangkatan batu tidak ada dan malah memasang selang di saluran empedu. Ini ada apa,” ujar Pohan dengan nada kecewa.

Korban menegaskan akan tetap menuntut keadilan. “Saya tidak mau kasus yang saya alami ini terjadi kepada orang lain. Cukup biar saya saja. Oleh karena itu saya akan menuntut keadilan seadil adilnya. Polda Sumut diminta segera mengusut,” ujar korban.

Hingga berita ini, pihak penyidik belum memberikan tanggapan atas konfirmasi RADARIND.co.id Tgl 02 Agustus 2021. (KRO/RD/Tim)