RADARINDO.co.id-Medan: Entah siapa yang “Gerot” Kanal Marindal kering kenapa Kota Medan banjir. Masyarakat kembali mempertanyakan kajian dan manfaat proyek Medan Urban Development Project (MUDP) yang dibangun sekitar tahun 2008 senilai Rp240 miliar, yang konon katanya untuk mengantisipasi banjir.
Baca juga : Walikota Medan Paparkan Kesiapan Dukung Suksesnya Pemilu 2024
Proyek Medan Urban Development Project (MUDP) atau pembangunan gorong-gorong yang dibangun di kawasan Titi Kuning. Perbatasan wilayah Kabupaten Deliserdang dengan Kota Medan, menuai sorotan.
Publik juga mengkritik Aparat Penegak Hukum (APH) atas lahirnya kajian dan manfaat proyek yang konon untuk mengantisipasi banjir di Medan dan sekitarnya. Tapi hal lebih mendasar lagi, proyek tersebut bermanfaat atau sebaliknya.
Masyarakat menyayangkan, fungsi kanal yang dibangun sekitar tahun 2008 lalu ternyata tak efisien. Padahal, tujuan dibangunnya kanal dengan nilai proyek sekitar Rp240 miliar itu untuk mengantisipasi banjir. Namun, ternyata tidak berfungsi secara maksimal.
Kanal yang dibangun dengan dana ratusan miliar, malah menjadi proyek sia-sia. Padahal, kanal dibangun untuk mencegah banjir di Kota Medan. Tapi, ternyata air yang tergenang tidak mengalir ke kanal. Makanya, kita jadi tak mengerti bagaimana studi bandingnya dulu sebelum dibangun.
Faktanya, Kanal Marindal kering kenapa kota Medan banjir. Bahkan mungkin pihak Badan Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) II selama bertahun-tahun mengalokasikan anggaran perawatan di proyek Kanal.
Banjir di Medan ini menjadi tanggung jawab bersama. Namun, banjir di Medan ini sudah menjadi penyakit kronis yang sulit disembuhkan. Makanya, banyak hal yang perlu dilakukan dan pengobatannya tidak bisa tahap-bertahap tapi harus dilakukan menyeluruh.
“Harus dicari permasalahannya, kemana pembuangan airnya. Seperti banjir yang terjadi akibat guyuran hujan deras di Jalan Pelajar Ujung dan Jalan Anugerah Mataram, Kelurahan Binjai, beberapa waktu lalu. Belasan kenderaan bermotor mogok, lantaran air di parit besar meluap dan ketinggiannya mencapai satu meter lebih,” ujar Hendri salah seorang warga Jln STM Medan kepada RADARINDO.CO.ID belum lama ini.
Sedangkan di kawasan Denai pembuangannya ke Sungai Amplas. Tapi, Sungai Amplas mungkin sudah tak mampu menampung air sehingga meluap. Hal ini berarti Sungai Amplas itu harus dikorek atau diperdalam lagi agar mampu menampung pembuangan air, tambahnya lagi.
Persoalan banjir di Medan juga disebabkan perilaku masyarakat yang suka membuang sampah sembarangan. Perilaku masyarakat juga harus dirubah, jangan sembarangan buang sampah.
Apabila Perda Sampah berjalan atau diterapkan dengan tegas maka diyakini bisa mengurangi masyarakat yang membuang sampah sembarangan baik ke drainase maupun sungai. Apalagi di Perda sudah ada sanksi hukuman penjara bagi yang sembarangan membuang sampah.
Tidak sedikit warga Kota Medan dan Kabupaten Deliserdang mengakui keberadaan kanal di Titi Kuning saat ini belum efektif. Seharusnya kanal merupakan salah satu alternatif mengatasi banjir di Kota Medan.
Baca juga : Kadisbun Aceh Barat Jadi Tersangka Korupsi Peremajaan Sawit
Kanal merupakan kewenangan BWSS II. Sedangkan Pemko Medan lebih kepada drainase dan parit. Penanganan masalah banjir di Medan telah dibentuk tim bersama dari Pemko Medan, BWSS II, Pemkab Deli Serdang dan juga akademisi dari Universitas Sumatera Utara (USU) dan Institut Teknologi Medan (ITM).
Ada beberapa hal yang nyaris terlupakan anggaran proyek pemeliharaan rutin Kanal Medan atau Flood Control sejalan tahun 2008. Artinya apakah dana pemeliharaan itu sudah tepat sasaran dan kajian -kajian yang memberitakan manfaat untuk bisa mengantisipasi banjir.
Berkembang isu anggaran perawatan Kanal Marindal oleh Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS II) mencapai Rp25 miliar setiap tahun. Benarkah demikian? Hingga saat Kepala BWSS II belum menjawab konfirmasi RADARINDO.CO.ID.
Salah seorang pengawas dari BWSS yang konon katanya bernama Syaiful sempat menghindar untuk memberikan keterangan pada media. (KRO/RD/TIM)