RADARINDO.co.id – Pesawaran : Forum Bela Negara Republik Indonesia (FBN RI) DPW Provinsi Lampung melalui Departemen Advokasi Hukum dan HAM, mengecam keras dugaan tindakan kekerasan yang dialami Muhammad Rafa, seorang anak berusia 10 tahun, di sebuah pondok pesantren (ponpes) di Kabupaten Pesawaran, Selasa (07/1/2025).
Kasus ini melibatkan seorang tokoh di lembaga pendidikan yang seharusnya menjadi tempat aman bagi anak-anak. FBN RI menyerukan penegakan hukum yang tegas dan transparan atas kejadian ini.
Baca juga: Balap Liar di Deli Serdang Telan Korban, Dua Orang Tewas Ditempat
Muhammad Rafa masuk ke Pondok Pesantren Pesona Al-Quran di Desa Negeri Sakti, Kecamatan Gedung Tataan, Pesawaran pada 4 Januari 2025. Pondok pesantren ini berbatasan langsung dengan pemukiman warga tanpa adanya pembatas atau tembok yang jelas.
Menurut keterangan, saat memasuki gedung tempat tinggal Ustadz berinisial H, yang merupakan pimpinan pondok pesantren tersebut, Rafa dituduh mencuri uang senilai Rp10 juta.
Lantaran tidak merasa mencuri, Rafa pun membantah tuduhan itu. Namun, H diduga melakukan penganiayaan atau pemukulan terhadap Rafa di bagian muka dan badan. Bahkan, kepala Rafa dijedutkan ke lantai dan tembok karena tidak mengaku.
Kemudian, Ustadz H diduga meninggalkan tempat kejadian, lalu kembali dengan membawa pisau warna hijau yang dipanaskan menggunakan korek api. Pisau panas tersebut ditempelkan ke tubuh Rafa sebanyak tujuh kali di bagian dada, punggung, dan kaki.
Tindakan ini diduga dilakukan berulang kali untuk memaksa Rafa mengaku, namun ia tetap bersikeras tidak melakukan pencurian. “Tindakan ini sangat biadab. Perbuatan seperti ini tidak pantas dilakukan, terlebih terhadap anak kecil yang baru berusia 10 tahun,” ungkap Ketua Departemen Hukum FBN RI Lampung, Fabian Boby.
Fabian menyebut, informasi yang diterima dari Dinas Pemberdayaan Perempuan Kabupaten Pesawaran, Pondok Pesantren Pesona Al-Quran tidak memiliki izin operasional dan tidak terdaftar di Kementerian Agama.
“Hal ini sangat memprihatinkan, mengingat pondok pesantren ini sudah berdiri selama empat tahun. Apakah ada unsur kesengajaan?. Apakah pendidikan yang mereka berikan tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh Kementerian Agama?. Fakta bahwa pondok ini tidak terdaftar membuat proses pendidikan disana tidak terpantau dengan baik,” ujar Fabian Boby.
Ia juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa pondok pesantren tersebut dapat saja mengajarkan aliran yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Fabian Boby berharap pihak kepolisian dapat menyelidiki lebih mendalam terkait status dan kegiatan pondok pesantren tersebut.
Kasus ini telah dilaporkan ke Polres Pesawaran. Pihak kepolisian telah melakukan investigasi dan menemukan bukti kuat terkait kekerasan yang dialami Muhammad Rafa.
Korban akan mendapatkan pendampingan psikologis yang difasilitasi Unit Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Pesawaran, dengan dukungan penuh dari keluarga. Langkah ini diambil untuk membantu memulihkan kondisi mental dan emosional korban.
“Kekerasan terhadap anak adalah tindakan yang melanggar hukum dan nilai kemanusiaan. Kami mendesak aparat penegak hukum untuk bertindak cepat, tegas, dan transparan. Hukuman yang setimpal harus diberikan kepada pelaku agar menjadi pelajaran bagi siapapun untuk tidak mengulangi tindakan serupa,” tegas Fabian.
Forum Bela Negara mengutuk keras segala bentuk kekerasan terhadap anak, yang melanggar hukum dan norma kemanusiaan. Mendorong penegak hukum untuk menyelesaikan kasus ini secara profesional dan transparan.
Baca juga: Oknum Guru Kepergok Mesum dengan Siswinya, Netizen: Astagfirullah
Fabian juga menghimbau lembaga pendidikan untuk memastikan lingkungan yang aman dan ramah bagi anak-anak. Forum Bela Negara berkomitmen untuk terus mengawal jalannya proses hukum hingga keadilan ditegakkan.
“Setiap tindakan kekerasan terhadap anak adalah ancaman bagi masa depan bangsa. Kami tidak akan berhenti sampai keadilan bagi korban terwujud,” tutup Fabian Boby. (KRO/PSW/Amrul)