RADARINDO.co.id – Yogyakarta : Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM) berinisial EM, diduga melakukan kekerasan seksual terhadap sejumlah mahasiswinya. Akibat skandal yang menjeratnya, kini EM dibebastugaskan dari jabatannya dan tugas mengajar.
Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi, mengungkapkan bahwa kasus “tali air” tersebut pertama kali dilaporkan pada tahun 2024 dan langsung diproses oleh Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) UGM.
Baca juga: Wisata Jadi Petaka, Bocah Perempuan Meninggal Dunia Saat Kemah
“Jadi memang yang dilaporkan ke UGM itu di tahun 2024, dan proses pemeriksaannya dilakukan oleh Satgas PPKS,” ungkap Andi, seperti dilansir dari kompas.com, Sabtu (05/4/2025).
Dikatakannya, dalam pemeriksaan kasus itu, Satgas PPKS melibatkan berbagai unsur, termasuk dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, serta pengawas internal dan pihak fakultas.
Sejauh ini katanya, total ada 13 orang yang telah dimintai keterangan sebagai korban dan saksi. Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa dugaan kekerasan seksual dilakukan sepanjang tahun 2023 hingga 2024.
EM diduga menggunakan modus pendekatan melalui kegiatan akademik, seperti diskusi, bimbingan, serta pembahasan lomba. Sebagian besar pertemuan berlangsung di luar lingkungan kampus.
“Kalau dilihat (modusnya), ada diskusi, ada juga bimbingan, ada juga pertemuan di luar untuk membahas kegiatan-kegiatan ataupun lomba yang sedang diikuti. Lokasi kejadian itu berdasarkan hasil pemeriksaan, sebagian memang dilakukan di luar kampus,” sebutnya.
EM telah dibebastugaskan sejak pertengahan tahun 2024 dari seluruh aktivitas akademik dan jabatan strukturalnya di kampus. EM juga dicopot dari posisi sebagai Kepala Laboratorium Biokimia Pascasarjana dan Kepala Cancer Chemoprevention Research Center di Fakultas Farmasi UGM.
“Sudah sejak pelaporan dari fakultas, itu sudah dibebastugaskan. Jadi pertengahan 2024 sudah dibebastugaskan sejak laporan dilakukan oleh pimpinan fakultas ke satgas,” terang Andi.
Pihak kampus menyatakan bahwa tindakan EM melanggar Pasal 3 Ayat 2 Peraturan Rektor UGM Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual.
EM berpotensi dijatuhi sanksi sedang hingga berat, mulai dari skors hingga pemberhentian tetap. “Keputusan rektornya itu menyebutkan yang bersangkutan untuk dikenai sanksi sedang sampai berat. Sanksi sedang sampai berat itu mulai dari skorsing hingga pemberhentian tetap,” ujarnya.
Karena EM berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan juga Guru Besar, pemberian sanksi melibatkan koordinasi dengan tiga kementerian. Namun, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mendelegasikan kewenangan tersebut kepada pimpinan perguruan tinggi.
Baca juga: Cemburu Kekasih Dijodohkan dengan Pria Lain, ZSR Habisi Pujaan Hati
Mengenai status EM sebagai Guru Besar, Andi menegaskan bahwa kewenangan tersebut sepenuhnya berada di tangan pemerintah, dalam hal ini kementerian terkait.
“Harus dipahami, status guru besar itu diajukan kepada pemerintah, khususnya kementerian. Jadi SK-nya itu keputusannya adalah kementerian. Oleh karena itu, kalau kemudian guru besarnya (dicabut), mau tidak mau, keputusannya harus dikeluarkan oleh kementerian. Tidak ada kewenangan itu ke UGM,” tegasnya. (KRO/RD/Komp)