RADARINDO.co.id – Jakarta : Musim kering atau El-nino sangat berdampak terhadap hasil produksi kelapa sawit nasional, terutama perkebunan kelapa sawit milik petani. Oleh sebab itu, sudah selayaknya untuk paham dan mengetahui apa sebenarnya yang terjadi jika El-Nino menerjang.
Baca juga : Terjerat Skandal Perkebunan Sawit, Mantan Bupati Inhu Dituntut 10 Tahun Penjara
Merujuk informasi dari PT Riset Perkebunan Nusantara (RPN) seperti dilansir dari infosawit, indikasi terjadinya El-Nino yakni berupa kekeringan bagi kelapa sawit dengan parameter seperti curah hujan kurang dari 1250 mm/tahun, dan/atau defisit air lebih besar daari 200 mm/tahun, dan/atau bulan kering (hujan < 60 mm/bulan) > 3 bulan, dan/atau jumlah hari terpanjang tidak hujan > 20 hari.
Kekeringan umumnya bakal menimbulkan masalah serius bagi kelapa sawit karena mengganggu pertumbuhan tanaman, perkembangan bunga-buah dan produktivitas tandan buah maupun rendemen dapat menjadi lebih rendah.
Sementara merujuk laporan dari Tim Agroklimatologi, Kelti Ilmu Tanah dan Agronomi, Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), gejala iklim El-Nino bakal mendorong munculnya bunga jantan (menurunkan sex ratio) hasilnya menurunkan cadangan buah.
Lantas, terjadi aborsi bunga, bunga betina yang terbentuk mengalami aborsi sebelum berkembang. Aborsi bunga terutama terjadi pada tanaman muda (3-5 tahun).
Kemudian terjadi kegagalan tandan, kekeringan terbukti dapat menyebabkan kegagalan tandan yang baru terbentuk. Demikian juga kualitas tandan, ternyata kekeringan dapat menyebabkan proses kematangan dipercepat. Buah berukuran kecil, cepat membrondol, sehingga pematangan lebih cepat sekitar 1 bulan.
Baca juga : Ruang Kerja Hakim Agung Disebut Jadi Tempat Bagi-bagi Uang Suap
Itu baru dari sisi teknis dan fisik tanaman, El-Nino juga berdampak bagi lingkungan di perkebunan kelapa sawit, diantaranya munculnya gangguan hama tikus, serta perkembangan tanaman tutup kacangan dan gulma unak juga menjadi semakin tertekan.
Sementara itu dampak El-Nino juga bisa mempengaruhi pembiayaan pasar dan harga, catat Tim Agroklimatologi, Kelti Ilmu Tanah dan Agronomi, PPKS, pada kejadian El-Nino, ongkos biaya proses di kebun sawit pun menjadi semakin meningkat, lantaran biaya tenaga kerja dan biaya perawatan di pembibitan meningat.
Kendati kebutuhan untuk tenaga kerja dan biaya pemeliharaan TBM dan TM cenderung menurun. Kondisi iklim El-Nino diakui atau tidak berdampak pada pergerakan harga CPO. Oleh sebab itu, perlu dilakukan tindakan antisipasi, sebelum terjadi kekeringan. (KRO/RD/IS)