RADARINDO.co.id-Banda Aceh : Dua orang sang koruptor dana turnamen sepak bola Tsunami Cup kembali menjadi buah bibir. Keduanya telah dijebloskan ke penjara.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh melimpahkan berkas perkara kasus dugaan korupsi pelaksanaan turnamen sepak bola Tsunami Cup atau Aceh World Solidarity Cup (AWSC) tahun 2017 ke Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Selasa (4/10/2022).
Baca juga : Pembatas Jalan di Sukaramai Medan Bakal Menelan Korban Jiwa
Dua tersangka yaitu MZ (adik Irwandi Yusuf, mantan gubernur Aceh) selaku Pembina Panitia AWSC 2017 dan Mirza Bin Ramli selaku Bendahara Panitia.
Kepala Kejari Banda Aceh Edi Ermawan SH MH melalui Kasi Intelijen Muharizal SH MH mengatakan, pelimpahan itu dilakukan setelah penyidik merampungkan penyusunan berkas.
Sebelumnya, dua terdakwa lain yang dijatuhi hukuman oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Banda Aceh dalam kasus yang sama, yaitu Moh Sa’adan (ketua panitia) dan Simon Batara Siahaan (konsultan).
Setelah pelimpahan dilakukan, kata Muharizal, kewenangan penahanan kedua tersangka beralih ke pengadilan.
Berdasarkan fakta penyidikan, ungkap Muharizal, kegiatan Aceh World Solidarity Cup (AWSC) tahun 2017 terselenggara dengan dana yang berasal dari APBA Perubahan tahun 2017 pada Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Aceh sebesar Rp3.809.400.000.
Selanjutnya, penerimaan langsung oleh panitia pelaksana (panpel) yang bersumber dari sponsorship, sumbangan pihak ketiga lainnya yang sah dan tidak mengikat dan penjualan tiket Rp5.436.036.000.
Penerimaan dan pengeluaran dana/uang untuk membiayai kegiatan AWSC ini tidak dilaksanakan berdasarkan standar baku pengelolaan keuangan negara tidak didukung bukti yang relavan.
Pengeluaran tidak memperhatikan usulan anggaran yang telah dibuatkan sebagaimana tujuan anggaran, transaksi atau pembiayaan tidak sesuai dengan prosedur baku dan lain sebagainya.
Berdasarkan hasil perhitungan BPKP Perwakilan Aceh telah terjadi kerugian negara kurang lebih sebesar Rp2.809.600.594.
Tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 Ayat (1) Jo Pasal 3 Jo Pasal 18 Jo Pasal 8 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Perubahan UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 Ayat (1) KUHP.
Sementara Kuasa Hukum M Zaini, Zaini Djalil SH sebelumnya kepada Serambi.com, Senin 19 September 2022 menyatakan kecewa terhadap tindakan penyidik Kejari Banda Aceh yang menahan kliennya.
Meskipun kewenangan penahanan hak subjektif dari penyidik atas dasar adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran bahwa tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, dan atau mengulangi tindak pidana.
Baca juga : Gubsu Berangkatkan Kafilah Sumut ke MTQN XXIX Banjarmasin
“Kami menilai tidak tepat alasan tersebut menjadi dasar dilakukan penahanan terhadap klien kami,” ungkap Zaini Djalil.
Menurut Zaini Djalil, tidak mungkin kliennya akan menghilangkan barang bukti dan atau mengulangi tindak pidana, mengingat seluruh alat barang bukti khusunya semua surat sudah disita oleh penyidik dalam kasus sebelumnya atas terdakwa Simon dan Saadan.
“Apalagi, penyidik tetap menggunakan hasil audit yang sama untuk klien kami seperti audit terhadap tersangka sebelumnya,” urai dia.
Terkait dugaan tindak pidana korupsi penyimpangan dalam pengelolaan AWSC 2017 dimana M Zaini diduga menerima dana Rp730 juta, menurut Zaini Djalil, hal itu tidak benar. (KRO/RD/SRM)