Medan  

Gunakan Sumur Bor Bisa Dipidana

RADARINDO.co.id-Medan: Mulai saat ini masyarakat harus berhati-hati memanfatkan Air Bawah Tanah (ABT) atau sumur. Pasalnya, ada peraturan perundang-undangan yang bisa membawa seseorang ke ranah hukum.

Artinya, mereka pengguna sumur bor yang berlebihan bisa terkena pidana. Mengingat tidak sedikit mereka memanfaatkan ABT tapi tidak memiliki izin.

Baca juga : Kunker Menko PMK di Dampingi Gubsu dan Wali Kota Medan

Selain itu, ada yang memiliki izin namun tidak memberikan laporan sebenarnya, dengan tujuan agar membayar retribusi bisa murah.

Tidak sedikit kalangan industri yang memberi laporan palsu dan tidak memiliki sumur pantau. Sehingga pembayaran retribusi di manipulasi.

Namun, sumur artesis tetap menjadi pilihan utama masyarakat terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, Medan dan lain-lain.

Tahukah anda bahwa dibalik pancaran air jernih sumur artesis tersimpan bahaya yang mengancam lingkungan atau jiwa manusia.

Air tanah dangkal itu warna biru tua, dan yang air tanah dalam itu yang warna biru muda.

Air tanah dangkal biasa nya terletak di kedalam yang tidak jauh dari permukaan tanah, maka dari itu untuk mengambil air yang berasal dari air tanah dangkal cukup membuat sumur biasa kedalaman 7 – 12 meter.

Air tanah dalam terdapat di kedalamanan yang cukup dalam, dan biasanya air tanah dalam itu adalah aliran air dari gunung atau air hujan yang meresap kedalam tanah melalui beberapa proses hidrologi.

Air tanah dalam tidak hanya di gunakan oleh manusia akan tetapi di gunakan oleh pohon utuk fotosintesis dan juga sebagai penahan beban dari luar permukaan tanah supaya tidak ambrol dan longsor.

Kehidupan masyarakat perkotaan, khususnya di kalangan investor dan gedung -gedung pencakar langkit. Bahwa penggunaan air melalui sumur bor lebih dominan ketimbang air PDAM.

Selain pembayaran retribusi pajak air bawah tanah atau ABT jauh lebih kecil dibanding air PDAM. Akan tetapi tidak sedikit ada kecurangan membayar kewajiban pajak ABT.

Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, maupun Kabupaten dan Kota sudah selayaknya mensosialisasikan bahaya penggunaan air sumbut bor.

Melalui peraturan perundang undangan yang berlaku. Artinya, ada sanksi kepada mereka wajib pajak yang mengabaikan peraturan perundang-undangan ABT.

Selain menyebabkan Longsor pada tanah, dampak yang lebih parah terjadi di Jakarta. Eksploitasi air tanah yang berlebihan ditambah dengan minimnya daerah resapan air telah “menenggelamkan” sebagian kecil wilayahnya.

Wilayah tersebut menjadi lebih rendah daripada permukaan air laut karena permukaan tanahnya turun. Sumur bor memiliki dampak buruk bagi lingkungan.

Selain dapat merusak permukaan tanah, juga merusak siklus hidrologi, dan yang sering terjadi adalah habisnya cadangan air yang berguna untuk menyeimbangkan tekanan permukaan tanah dan berakibat terjadinya longsor dan amblas permukaan tanah.

Sumur bor memang membawa banyak berkah bagi masyarakat. Akan tetapi, dibalik berkah yang muncul bersama airnya, pembuatan sumur artesis dapat pula menimbulkan kerugian.

Salah satu yang utama adalah melemahnya kestabilan lapisan tanah dan penurunan muka air tanah di sekitar daerah artesis tersebut. Hal ini sudah terbukti di beberapa daerah di Indonesia.

Di Semarang, pembangunan sumur artesis dan penggunaan air tanah secara besar-besaran telah menyebabkan penurunan permukaan tanah.

Setiap tahunnya, permukaan tanah di Kota Semarang turun hingga 10 sentimeter. Hal ini membuat banjir dan rob sulit ditangani.

Penurunan permukaan tanah juga terjadi di Bandung dan sekitarnya. Sejak tahun 1972, setiap tahun terjadi penurunan muka air tanah antara 0,05 sampai 7,3 meter. Hingga tahun 2002, muka air tanah di Bandung berada sekitar 100 meter di bawah muka tanah (BMT).

Akibat menurunnya muka air tanah, di beberapa tempat terjadi amblasan tanah. Selain itu, pencemaran air di beberapa daerah relatif tinggi. Dampak penurunan muka air tanah yang lain adalah terjadinya kekeringan terutama di daerah sekitar tempat pengambilan air.

Dampak yang lebih parah terjadi di Jakarta. Eksploitasi air tanah yang berlebihan ditambah dengan minimnya daerah resapan air telah “menenggelamkan” sebagian kecil wilayahnya.

Limbah industri yang dibuang ke laut semakin memperparah kondisi air di daerah tersebut. Hasil klasifikasi Indeks Pencemaran (IP) di 48 sumur yang tersebar di lima wilayah menunjukkan 27 sumur tercatat cemar berat dan cemar sedang dan 21 sumur lainnya terindikasi cemar ringan dan dalam kondisi baik.

Sumur bor dapat menurunkan permukaan tanah, bangunan miring dan amblas. Penggunaan air bawah tanah melalui subur bor sudah seharusnya diwaspadai.

Mengingat tingkat resiko jauh lebih besar dibandingkan nilai pajak retribusi Air Bawah Tanah (ABT) yang distorkan ke kas daerah.

Tidak tertutup kemungkinan, bangunan atau gedung akab amblas akibat penggunaan sumur air bawah tanah yang berlebihan.

Industri maupun usaha-usaha di perkotaan maupun di perdesaan sudah saatnya menghentikan penggunaan sumur bor. Dan tetap lah menggunakan fasilitas air bersih atau PDAM.

Sementara itu, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono mengatakan, pembangunan giant see wall (tanggul laut raksasa) di Provinsi DKI Jakarta, tidak lagi diperlukan apabila penggunaan air tanah bisa dihentikan.

Dia mengatakan hal ini dalam sambutannya pada acara penandatanganan kredit sindikasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Jatiluhur I serta penggantian dan/atau duplikasi 37 Jembatan Callender Hamilton (CH) di Jakarta, Jumat (1/4/2022).

“Tapi nanti kalau (penggunaan) air tanah bisa kita setop, giant see wall sudah tidak perlu lagi. Sudah tidak perlu lagi untuk (mengatasi) penurunan muka air tanah Jakarta,” terangnya.

Menurut dia, hanya dengan langkah tersebut, maka Jakarta bisa selamat dari penurunan muka tanah. Menurut analisis Kementerian PUPR bersama Belanda serta Korea Selatan, Jakarta akan mengalami penurunan muka tanah sedalam 10 cm-12 cm per tahun.

“Kalau itu nggak dicegah, maka 15 tahun sejak 2020 kemarin, 13 sungai yang lewat Jakarta ini tidak akan bisa mengalir secara gravitasi ke laut,” terang Basuki.

Basuki menambahkan, fenomena penurunan muka air tanah bisa dicegah asalkan dibangun tanggul-tanggul tinggi.

“Kalau saya masih bisa menyaksikan (dalam 15 tahun), berarti saya ikut dosa karena tidak berbuat apa-apa dalam rangka menyelamatkan Jakarta,” tambah Basuki.

Basuki pun meminta agar seluruh pihak terkait bisa melaksanakan proyek ini dengan niat yang benar-benar baik.

Menteri Basuki menegaskan penyediaan air minum ke semua lapisan masyarakat adalah kewajiban pemenuhan kebutuhan dasar.

Kemudian penyediaan air minum perpipaan juga dilakukan untuk mengurangi ekstraksi air tanah dan merupakan salah satu solusi mencegah Jakarta tenggelam.
Hingga berita ini dilansir, Gubernur Provinsi Sumatera Utara, Edy Rahmayadi belum berhasil diwawancarai KORAN RADAR GROUP terkait dampak buruk penggunaan air bawah tanah atau sumur bor.

Baca juga : Bupati Samosir Buka Pergelaran Festival Gondang Naposo

Sementara itu, Lembaga Republik Corruption Watch (RCW) Medan telah banyak menerima laporan kecurangan penggunaan sumur bor yang dilakukan sejumlah pengusaha.

Bahkan Ketua Lembaga RCW Medan telah melaporkan 3 perusahaan di Deli Serdang dan 3 di kota Medan kepada Aparat Penegak Hukum.

“Kami minta penyidik segera mengusut dan melimbahkan berkas tersebut untuk membawa oknum pengusaha ke pengadilan”, ujar Ketua RCW Ratno SH, MM yang juga Pemred KORAN RADAR GROUP didampingi sejumlah pengurus, belum lama ini. (KRO/RD/Tim)