RADARINDO.co.id – Jakarta : Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipidter) Bareskrim Polri berhasil mengungkap kasus pengoplosan Liquified Petroleum Gas (LPG) subsidi ukuran 3 kilogram (kg) di Telagasari, Karawang, Jawa Barat.
Direktur Tipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin mengatakan, praktik curang tersebut dilakukan pihak pangkalan penyalur gas, yang sejatinya bertugas menyalurkan gas ke pengecer atau konsumen.
Baca juga: Nicke Widyawati Dipanggil Kejagung Terkait Kasus Tata Kelola Minyak Mentah
“Ini cukup menarik, biasanya orang beli dari pangkalan baru disuntik atau dipindahkan ke tabung nonsubsidi. Namun kali ini, pangkalan sendiri yang bermain,” ujarnya dalam jumpa pers di Mabes Polri, Senin (05/5/2025).
Akibatnya ungkap Nunung, terjadi kelangkaan secara lokal terhadap LPG 3 kilogram lantaran pihak pangkalan yang bermain. Kasus ini terbongkar usai laporan masyarakat terkait adanya kegiatan pengoplosan dan kelangkaan LPG 3 kg.
Berdasarkan penyelidikan, polisi telah menetapkan satu tersangka, yaitu TN alias E selaku pemilik modal sekaligus penyuntik atau pengoplos yang biasa disebut sebagai dokter.
Modus pelaku dalam melakukan praktik curangnya adalah memindahkan isi LPG bersubsidi ke tabung berukuran lebih besar yaitu ukuran 12 kg atau tabung nonsubsidi. Proses pemindahan dilakukan dengan menggunakan alat regulator yang telah dimodifikasi.
Pelaku juga menggunakan es batu agar proses pemindahan gas berjalan lebih cepat dan tidak terlalu panas. Tabung elpiji 12 kg hasil pengoplosan tersebut kemudian dijual ke masyarakat dengan harga nonsubsidi. “Untuk gas ukuran 12 kg dibutuhkan isi tabung gas ukuran 3 kg sebanyak 4 tabung,” kata Nunung.
Selain menetapkan E sebagai tersangka, penyidik juga telah menyita sejumlah barang bukti berupa 386 tabung gas dengan rincian, 254 tabung elpiji 3 kg 38 tabung elpiji 5,5 kg 94 tabung elpiji 12 kg 20 buah regulator atau alat suntik modifikasi.
Keuntungan yang diraup E dalam aksi tersebut diperkirakan mencapai Rp1,2 selama satu tahun. “Tersangka (E) mendapat keuntungan Rp 106.356.000 per bulan, sehingga kalau mereka sudah melakukan selama satu tahun, maka keuntungan total yang diperoleh lebih kurang Rp Rp 1.276.272.000,” jelas Nunung.
Baca juga: Kapoldasu Diminta Tangkap Aktor Utama Penyerang Kapolres Pelabuhan Belawan
Atas perbuatannya, tersangka dijerat Pasal 40 angka 9 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja menjadi Undang-Undang atas perubahan ketentuan Pasal 55 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
“Dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan pidana denda paling banyak Rp60 miliar,” kata Nunung. (KRO/RD/Komp)