RADARINDO.co.id – Jakarta : Sejumlah pihak mempertanyakan kucuran uang Rp60 miliar hasil dugaan suap putusan ontslag atau lepas kasus korupsi CPO yang melibatkan terdakwa korporasi PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group.
Dalam pernyataan pers pada 12 April 2025 lalu, Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung), Abdul Qohar mengatakan, ada empat tersangka yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.
Baca juga: Kejagung Tetapkan Tersangka Baru Kasus Vonis Lepas Korupsi CPO
Yakni, Ketua Pengadilan Jakarta Selatan Muhammad Arif Nuryanta, dua pengacara Ariyanto dan Marcella Santoso, serta panitera PN Jakarta Pusat Wayu Gunawan.
Pada Senin dini hari, Kejaksaan menambah jumlah tersangka, yaitu majelis hakim yang mengadili kasus tersebut masing-masing Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom.
Kasus dugaan suap ini bermula dari tawaran Ariyanto melalui Wahyu Gunawan uang sebesar Rp20 miliar untuk mengatur sidang kasus yang melibatkan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group itu.
“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus ontslag dengan menyiapkan uang sebesar Rp20 miliar,” kata Abdul Qohar baru-baru ini.
Oleh Wahyu, tawaran itu disampaikan kepada Arif Nuryanta, yang saat itu menjabat Wakil Ketua PN Jakarta Pusat. Arif Nuryanta menyetujui, tetapi dengan meminta uang Rp20 miliar tersebut dikalikan tiga sehingga total menjadi Rp60 miliar.
Ariyanto pun setuju dengan tarif tersebut. Uang dalam pecahan dolar AS senilai Rp60 miliar pun diberikan kepada Arif Nuryanta. Wahyu sebagai perantara diberi uang senilai 50.000 dolar AS (setara Rp840 juta) oleh Arif Nuryanta.
Arif lalu menunjuk majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto sebagai ketua majelis, Agam Syarif Baharuddin sebagai anggota majelis, dan Ali Muhtarom sebagai hakim ad hoc.
Setelah terbit surat penetapan sidang, Arif Nuryanta memanggil Djuyatmo dan Agam Syarif untuk memberikan uang pecahan dolar senilai Rp4,5 miliar.
“Uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” ujarnya.
Uang tersebut kemudian oleh Djuyatmo dibagikan kepada Agam Syarif Baharuddin dan Ali Muhtarom. Beberapa waktu kemudian, Arif Nuryanta kembali memberikan uang dalam mata uang dolar AS senilai Rp18 miliar kepada Djuyatmo.
Oleh Djuyamto, uang dolar AS tersebut dibagi kepada anggota majelis hakim yang jika dirupiahkan untuk Agam Syarif Baharuddin sebesar Rp4,5 miliar, untuk Ali Muhtarom sebesar Rp5 miliar, serta dirinya Rp6,5 miliar. Jika dijumlah, uang yang sudah dibagikan oleh Arif Nuryanta baru Rp22,5 miliar, sehingga tersisa Rp37,5 miliar.
Sidang putusan kasus dugaan korupsi ekspor CPO pun digelar pada 19 Maret 2025. Majelis Hakim menyatakan PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group terbukti melakukan perbuatan sesuai dakwaan primer maupun subsider jaksa penuntut umum (JPU).
Baca juga: KPK Periksa Eks Tim Hukum Rasamala Terkait Kasus TPPU
Kendati demikian, Majelis Hakim menyatakan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana (ontslag van alle recht vervolging), sehingga para terdakwa dilepaskan dari tuntutan.
Majelis Hakim juga memerintahkan pemulihan hak, kedudukan, kemampuan, harkat, serta martabat para terdakwa seperti semula. Atas putusan tersebut, Kejagung pun mengajukan kasasi. (KRO/RD/Temp)