Penggunaan Dana Sawit Dinilai Melenceng

190 views

RADARINDO.co.id – Jakarta : Penggunaan anggaran pada Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), dinilai semakin melenceng dari tujuan awal. Dana tersebut lebih banyak mengalir ke korporasi besar untuk subsidi biodiesel ketimbang untuk produktivitas dan kesejahteraan petani.

Berdasarkan Laporan Tahunan BPDPKS, 97,09 persen dari total realisasi belanja pada tahun 2021 digunakan untuk membayar selisih harga biodiesel ke 12 kelompok perusahaan sawit dengan nilai Rp 51,95 triliun.

Baca juga : Fahdriansyah Kembali Pimpin MPC PP Padangsidimpuan Periode 2023-2027

Sementara itu, dana untuk peremajaan kebun kelapa sawit rakyat hanya 2,51 persen dari total belanja (Rp 1,34 triliun), promosi kelapa sawit sebesar 0,16 persen (Rp 83,4 miliar), pengembangan sumber daya manusia 0,12 persen (Rp 64,5 miliar), dana riset 0,1 persen (Rp 55,7 miliar), beban sarana dan prasana 0,02 persen (Rp 8,9 miliar), serta penghimpunan dan pengelolaan dana 0,01 persen (Rp 2,73 miliar). Adapun laporan tahunan terbaru untuk tahun 2022 belum dipublikasikan oleh BPDPKS.


Melansir kompas, Jum’at (21/7/2023), laporan berjudul “Raksasa Penerima Subsidi” itu mencatat, dengan membandingkan data pungutan ekspor sawit dari Kepabeanan dan data realisasi subsidi biodiesel dari BPDPKS selama periode 2019-2021, hampir seluruh 12 kelompok korporasi yang menerima subsidi biodiesel itu mendapat “keuntungan”.

Kelompok yang paling banyak mendapat selisih “keuntungan” adalah Grup Wilmar, yang mendapatkan subsidi hampir tiga kali lipat dari besaran pungutan ekspor yang dibayarkan selama 2019-2021. Wilmar tercatat membayar pungutan ekspor senilai Rp 7,71 triliun, tetapi menerima subsidi biodiesel hingga Rp 22,14 triliun. Selisih keuntungannya adalah Rp 14,42 triliun.

Laporan itu juga menyoroti dua kelompok korporasi yang “tidak untung”, alias mendapat subsidi biodiesel lebih kecil dari pungutan ekspor yang dibayarkan, yaitu Royal Golden Eagle yang membayar pungutan ekspor Rp 14,53 triliun dan menerima subsidi biodiesel Rp 6,28 triliun. Ada pula KPN Corp yang membayar pungutan ekspor Rp 2,41 triliun dan mendapat subsidi biodiesel Rp 1,60 triliun.

Sekretaris Jenderal SPKS Mansuetus Darto, mengatakan, penggunaan dana BPDPKS yang sebagian besar terserap untuk membayarkan subsidi biodiesel itu menguatkan dugaan bahwa dana kelolaan sawit selama ini hanya dinikmati oleh segelintir kelompok korporasi besar dan tidak dirasakan petani sawit.

Padahal, ujarnya, penggunaan dana BPDPKS untuk membayar subsidi biodiesel ke perusahaan sawit sebenarnya tidak tercantum di Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan.

Baca juga : DPRD Batu Bara Sampaikan Laporan Reses Tahap II Tahun 2023

UU hanya mengatur peruntukan dana BPDPKS untuk meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan petani sawit, seperti melalui peremajaan kebun, pengembangan SDM, riset, dan lain sebagainya. Dana kelolaan sawit selama ini hanya dinikmati oleh segelintir kelompok korporasi besar dan tidak dirasakan petani sawit.

Pemakaian dana BPDPKS untuk kebutuhan pembiayaan bahan bakar nabati baru dimunculkan dalam Peraturan Presiden No 66 Tahun 2018 tentang Penghimpunan dan Penggunaan Dana Perkebunan dan Kelapa Sawit serta Peraturan Menteri ESDM No 45 Tahun 2018 tentang Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati Jenis Biodiesel dalam Kerangka Pembiayaan oleh BPDPKS. (KRO/RD/KOMP)