RADARINDO.co.id-Medan : Polda Sumut mengungkap perkembangan dugaan kecurangan seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2023 Kabupaten Langkat. Saat ini, sudah ada dua orang yang telah ditetapkan menjadi tersangka.
Baca juga : Dandim Pimpin Sertijab Perwira Kodim O212/TS
“Kasus PPPK Kabupaten Langkat, polisi tetapkan dua orang tersangka,” kata Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi, melansir detikcom, Sabtu (30/3/2024).
Hadi belum memerinci sosok yang ditetapkan menjadi tersangka itu. Namun, dia mengatakan para pelaku terjerat Tindak Pidana Korupsi. “Ini terkait dugaan tindak pidana korupsi, Perkaranya masih berproses, penyidik bekerja dengan hati-hati dan cermat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Polda Sumut memeriksa Kepala Dinas Pendidikan Langkat, Saiful Abdi dan Kepala BKD Langkat Eka Syahputra Depari terkait kasus PPPK di Langkat. Hal itu dibenarkan Kanit 3 Subdit 3 Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumut, AKP Rismanto J Purba.
Untuk diketahui, puluhan guru peserta seleksi PPPK 2023 di Kabupaten Langkat sempat menggelar aksi di Polda Sumut. Mereka meminta dugaan kecurangan seleksi PPPK segera diusut.
Baca juga : Polri Buka Hotline Khusus Penerimaan Anggota Baru 2024
“LBH Medan, KontraS serta guru menyampaikan aspirasinya untuk minta penegakan hukum dan keadilan di Polda Sumut terkait dengan adanya kecurangan PPPK di Kabupaten Langkat dan dugaan tindak pidana korupsi dalam seleksi PPPK 2023,” kata Direktur LBH Medan, Irvan Saputra selaku pendamping hukum para guru, belum lama ini.
Koordinator KontraS Sumut, Rahmat Muhammad menambahkan, ada sekitar 203 peserta PPPK yang diduga menjadi korban kecurangan itu. Pihaknya mengidentifikasi ada tiga bentuk kecurangan yang terjadi dalam proses seleksi PPPK itu, diantaranya maladministrasi.
Rahmat mengaku kesepakatan soal Seleksi Kompetensi Teknis Tambahan (SKTT) yang awalnya disampaikan tidak sesuai.
“Jadi, dia dari proses seleksi itu tidak sesuai dengan pengumuman awal yang mereka sampaikan di awal itu tidak ada SKTT. Lalu, kemudian ada masuk sistem SKTT, itu kami anggap ada maladministrasi di situ,” kata Rahmat. (KRO/RD/Dtk)