RADARINDO.co.id – Jakarta : Miris, ditengah skandal korupsi, kredit macet di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) masih tinggi. Berdasarkan laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan, Selasa (11/2/2025) lalu, LPEI mampu “menyulap” kerugian yang diderita pada 2023 menjadi laba pada 2024.
Dalam laporan tersebut, tercatat LPEI membukukan laba bersih sebesar Rp232,5 miliar sepanjang tahun 2024. Jika dibandingkan pada 2023, BUMN yang dikelola dibawah Kementerian Keuangan ini merugi Rp18,1 triliun.
Baca juga: Komisaris Utama Sinar Mas Dipanggil KPK Soal Kasus Korupsi Investasi Taspen
Plt Ketua Dewan Direktur yang juga Direktur Eksekutif LPEI, Yon Arsal, dalam situs resmi LPEI mengatakan, perseroan terus meningkatkan pertumbuhan bisnis yang prudent dan berkelanjutan. “Tercermin dalam pencapaian positif sepanjang 2024. LPEI berhasil mencetak pertumbuhan laba, perbaikan kualitas aset serta rasio modal yang kuat,” ungkapnya.
Meskipun laba, laporan keuangan LPEI menunjukkan bahwa total pendapatan bunga dan usaha syariah turun menjadi Rp3,38 triliun dibandingkan Rp4,05 triliun pada 2023.
Namun, Beban operasional menurun drastis, dengan rasio BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional) membaik dari 483,24% di tahun 2023 menjadi 99,85% di tahun 2024. Angka tersebut masih tergolong tinggi dibandingkan standar industri, yang idealnya berada di bawah 80%.
Net Interest Margin (NIM) LPEI pun menurun dari 1,04% pada 2023 menjadi 0,86% pada 2024, menunjukkan bahwa efisiensi dalam menghasilkan pendapatan bunga masih belum optimal.
Tahun 2023, LPEI mencatat beban penyisihan kerugian kredit yang sangat besar akibat kredit bermasalah. Sementara, pada 2024, dengan perbaikan kualitas portofolio kredit, beban penyisihan kerugian ini berkurang signifikan.
Non-Performing Financing (NPF) neto LPEI masih berada di angka 4,52% pada 2024, yang hanya sedikit membaik dari 4,54% pada 2023. Meskipun mengalami perbaikan, angka ini tetap cukup tinggi dibandingkan standar industri perbankan, yang idealnya dibawah 3%.
Cadangan kerugian penurunan nilai atas pembiayaan dan piutang juga masih signifikan, mencapai Rp17,13 triliun di 2024, meskipun sudah jauh menurun dari Rp32,63 triliun pada 2023.
Pembiayaan dan piutang LPEI turun dari Rp41,18 triliun di 2023 menjadi Rp38,97 triliun di 2024. Hal ini menunjukkan bahwa ekspansi pembiayaan belum sepenuhnya pulih, meskipun kualitas kredit membaik.
Pada tahun 2024, LPEI mendapatkan tambahan modal pemerintah sebesar Rp5 triliun, yang sangat membantu dalam memperbaiki ekuitas dan rasio kecukupan modal (CAR). Terlihat dari peningkatan rasio kecukupan modal (CAR) dari 18,37% di 2023 menjadi 34,94% pada 2024. Ketergantungan ini menunjukkan bahwa LPEI masih membutuhkan sokongan pemerintah untuk tetap bertahan dan stabil.
LPEI juga mencatat beban pajak sebesar Rp1,58 triliun selama 2023. Sedangkan pada 2024 justru memperoleh manfaat pajak sebesar Rp150,2 miliar karena kerugian perseroan pada 2023.
Pada Maret 2024, Menteri Keuangan Sri Mulyani melaporkan indikasi fraud dalam penyaluran pembiayaan LPEI yang melibatkan empat perusahaan dengan total kerugian sekitar Rp2,5 triliun. Perusahaan yang terlibat dalam dugaan fraud ini bergerak di sektor kelapa sawit, batu bara, nikel, dan perkapalan.
Baca juga: Pengadaan Mebel Rp1 Miliar Lebih di Disdik Simalungun Tak Sesuai Spesifikasi
Empat perusahaan yang terindikasi fraud adalah PT RII kerugian Rp1,8 miliar, PT SMR kerugian Rp2,18 triliun, PT SRI kerugian Rp1,44 miliar, serta PT PRS dengan kerugian Rp305 miliar.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mulai melakukan penyelidikan kasus dugaan korupsi di LPEI sejak Mei 2023. Namun, Kejaksaan Agung ikut menyelidiki kasus ini setelah menerima laporan resmi dari Sri Mulyani pada Maret 2024 tersebut. (KRO/RD/BT)