RADARINDO.co.id – Jakarta : Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipidkor) Polri menetapkan dua tersangka kasus dugaan korupsi proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI terintegrasi Engineering, Procurement, Construction and Commisioning (EPCC) tahun 2016.
Kakortas Tipidkor Polri, Irjen Cahyono Wibowo menjelaskan, kedua tersangka yaitu eks Direktur Utama (Dirut) PTPN XI, Dolly Pulungan dan eks Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI, Aris Toharisman.
Baca juga: Gawat, Pegawai Bank Selewengkan Uang Kas Rp6 Miliar untuk Judol
Dolly pernah menjadi tersangka korupsi gula di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat menjabat sebagai Dirut PTPN III dan divonis empat tahun penjara.
“Di kasus ini kalau nggak salah sudah ada penetapan tersangka ya, dua. Pertama Dolly Pulungan dan Aris Toharisman,” kata Cahyono di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Rabu (19/3/2025).
Penetapan tersangka dilakukan usai penyidik Kortas Tipidkor menggeledah Gedung Hutama Karya (HK) Tower di Cawang, Jakarta Timur pada Kamis, 20 Februari 2025 lalu. Hasil penggeledahan, penyidik menyita sejumlah dokumen terkait perkara tersebut.
“Itu jadi menambah kekuatan alat bukti dan kualitas alat bukti kita di dalam menentukan siapa pihak yang akan kita minta pertanggungjawabannya,” ungkapnya.
Dalam proses penyidikan, penyidik memeriksa 55 orang saksi dan empat ahli. Setelah mengumpulkan alat bukti dan keterangan saksi, penyidik menggelar perkara penetapan tersangka pada akhir Februari 2025.
“Sekarang kita tinggal menyelesaikan pemberkasan dan akan kita limpahkan kepada Kejaksaan untuk tahap dua,” jelas Cahyono.
Di samping dugaan praktik rasuah, dalam kasus ini penyidik juga menemukan sejumlah fakta terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan kedua tersangka kepada sejumlah pihak. Sebab, pembayaran pekerjaan proyek dimanipulasi sedemikian rupa.
“Sehingga, pembayaran dilakukan langsung oleh pihak PTPN XI via Letter of Credit (LC) ke rekening DBS Singapura milik sebuah Perusahaan di Singapura,” terang Cahyono.
Cahyono mengatakan, berdasarkan hasil pemeriksaan proyek tersebut dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Selain itu ditemukan adanya perbuatan melawan hukum dalam prosesnya.
“Dolly Pulungan dan Aris Toharisman yang melakukan pertemuan dengan pihak KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam (HEU) jauh sebelum pelaksanaan lelang untuk memenangkan KSO HEU,” jelasnya.
Cahyono menyebut, Aris Toharisman juga meminta panitia lelang untuk membuka lelang. Padahal, HPS masih diriview oleh tim konsultan pengawas (PMC). Namun, panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal pada tahap prakualifikasi KSO HEU dinyatakan tidak lolos.
“Panitia lelang tetap meloloskan KSO HEU padahal tidak memenuhi syarat dalam hal tidak ada surat dukungan bank dan tidak memiliki workshop di Indonesia,” terang Cahyono.
Kemudian, pada tahap pelaksanaan isi dari kontrak perjanjian diubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat/RKS dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan juga pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement yang menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses GCG.
Baca juga: Kapoldasu Diminta Tangkap Mafia Galian C di Areal HGU, PTPN I Rugi Rp328,4 Miliar
Kontrak perjanjian juga ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera dikontrak. Pasalnya, kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai dengan Maret 2017.
“Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Pembayaran dp (down payment atau uang muka) 20 persen di mark up yang mana seharusnya hanya 15 persen,” papar Cahyono
Perbuatan itu berimplikasi pada kelangsungan proyek. Hingga kini, proyek tersebut masih mangkrak dan uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen. (KRO/RD/Met)