RADARINDO.co.id – Jakarta : Kejaksaan Agung (Kejagung) mendalami keterkaitan antara aliran kredit yang disalahgunakan oleh Komisaris Utama PT Sri Rejeki Isman TBK (Sritex), Iwan Setiawan Lukminto, dengan kepailitan perusahaan.
Sejak dinyatakan pailit pada Oktober 2024, Sritex telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada ribuan pekerjanya.
Baca juga: Terbukti Cabuli Anak Dibawah Umur, Oknum Anggota DPRD Divonis 12 Tahun
“(Masih didalami) apakah berkaitan antara penggunaan-penggunaan uang yang tidak sebagaimana mestinya, termasuk dari pemberian kredit yang sudah diberikan berbagai bank, karena tidak dipergunakan sebagaimana mestinya, akhirnya mengakibatkan perusahaan tidak sehat dan melakukan PHK,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, di Kejaksaan Agung, Jum’at (23/5/2025).
Kejanggalan ini mencuat pada tahun 2020-2021. Pada tahun 2020, laporan keuangan Sritex mencatat bahwa perusahaan masih memperoleh laba sebanyak Rp1,24 triliun. Namun, angka ini menurun drastis di tahun berikutnya.
Sedangkan pada tahun 2021, Sritex mengalami kerugian hingga Rp15,65 triliun. Harli mengatakan, anomali ini menjadi pintu masuk bagi penyidik untuk mendeteksi adanya tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh para tersangka.
Ia menilai, jika pemberian kredit dari bank daerah dan bank pemerintah ini dipergunakan sesuai peruntukan awal, kemungkinan Sritex masih beroperasi hingga saat ini.
“Artinya, kalau ada manajemen yang baik dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali PT Sritex ini akan tetap berada pada perusahaan yang sehat,” ujar Harli.
Tetapi kenyataannya, kredit yang diberikan oleh bank justru disalahgunakan oleh Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto.
Baca juga: Kepala SMKN 13 Bandung Diperiksa Kasus Dugaan Pungli
Saat ini, penyidik masih mendalami terkait aliran kredit sebesar Rp692 miliar yang disalahgunakan oleh Iwan Setiawan Lukminto, yang saat itu masih menjabat sebagai Direktur Utama Sritex.
Iwan Setiawan, yang saat ini sudah berstatus sebagai tersangka, menggunakan kredit yang diterima Sritex untuk membayar sejumlah utang dan membeli beberapa aset nonproduktif. Salah satu bentuk aset ini adalah beberapa bidang tanah di Solo, Jawa Tengah, dan Yogyakarta. (KRO/RD/Komp)