RADARINDO.co.id – Humbahas : Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengungkap penyebab bencana alam banjir bandang dan longsor yang menghantam pemukiman di Desa Simangulampe, Kecamatan Bakti Raja, Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas), Sumut pada 01 Desember 2023 lalu.
Baca juga : Revisi UU ITE Disahkan, Keluhan Konsumen Dijerat Undang-Undang Tak Akan Terjadi Lagi
Bencana alam tersebut telah mengakibatkan daerah perladangan, pertanian, dan pemukiman warga tersapu oleh air dan tanah. Berdasar laporan analisis, kejadian banjir bandang penyebab banjir yaitu curah hujan yang tinggi pada hulu DTA sebesar 41 mm/hari, yang menghasilkan debit aliran 20,3 m⊃3;/detik. Jumlah ini melebihi kapasitas pengaliran normal di angka 2,8 m⊃3;/detik.
“Berdasarkan analisis yang kami lakukan, penyebab banjir adanya curah hujan yang tinggi, sementara kapasitas pengaliran sungai lebih kecil dari debit banjir. Pendangkalan pada alur sungai semakin menurunkan kapasitas pengaliran, sehingga luapan meningkat,” kata
Direktur Perencanaan dan Pengawasan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, M. Saparis Soedarjanto, melansir tribunmedan.com, Kamis (06/12/2023).
Dikatakannya, kondisi tersebut diperparah dengan aliran Sungai Sibuni-buni yang meluap dengan debit limpasan melebihi kapasitas pengaliran. Aliran air membawa material berupa gravel (bongkahan batuan).
Batuan induk daerah tersebut berupa batu lempung yang tingkat konsolidasi materialnya rendah, sehingga mudah hancur dan bersifat lepas-lepas dan selanjutnya mengalami longsoran yang dipicu oleh intensitas hujan yang tinggi.
Baca juga : BPK Ungkap Temuan Berpotensi Rugikan Negara Rp 18,19 Triliun
Dari hasil pengamatan juga didapat material yang terbawa banjir merupakan hasil longsoran tipe “rock fall” atau runtuhan. Proses longsor tipe rock fall ini juga menghasilkan materian endapan yang didominasi oleh gravel.
Hal ini sejalan dengan konfigurasi topografis DTA banjir dan jenis batuannya yang terdiri dari batu lempung yang mudah hancur dan bersifat lepas-lepas. Oleh karena itu, Sapari memaparkan solusi yang perlu dilakukan kedepan diantaranya pembuatan bangunan konservasi tanah dan air. Pelebaran dan pengerukan alur sungai juga perlu dilakukan yang disertai dengan Rehabilitasi Hutan dan Lahan pada Lahan kritis di bagian hulunya. “Sosialisasi pemahaman Konservasi Tanah dan RHL serta tanggap bencana pada masyarakat juga penting untuk dilakukan,” tuturnya. (KRO/RD/TRB)