Mantan Pangdam Brawijaya Didakwa Korupsi Uang Negara Rp13,3 Miliar, Ada Kejanggalan

403 views

RADRINDO.co.id – Jawa Timur : Mantan Panglima Komando Daerah Militer V/Brawijaya, Letnan Jenderal (Purn) Djadja Suparman, kesandung kasus korupsi.

Ia akan dieksekusi ke penjara atas vonis 4 tahun dan denda Rp 30 juta pada 16 Juli mendatang. Djadja pun mempertanyakan kenapa baru dieksekusi sekarang.

Baca Juga👉🏻Oknum Polisi Diduga Jadi Kurir Sabu Sabu Ditangkap BNN

Disebutkan berbagai sumber, total uang tersebut digunakan untuk membeli tanah seluas 20 hektare senilai Rp4,2 miliar di Pasrepan, Pasuruan dan juga untuk merenovasi Markas Batalion Kompi C yang ada di Tuban, serta mendirikan bangunan Kodam Brawijaya di Jakarta.


Sedangkan sisa uangnya hanya tinggal Rp13,3 miliar itu tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh terdakwa.

Demikian dikatakan ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) silam.

Djadja terbukti melanggar dakwaan subsider, yang dinyatakan bersalah telah melakukan korupsi uang negara senilai Rp13,3 miliar.

Pembacaan vonis dengan 360 halaman yang dimulai, Kamis (26/9/2013), pukul 10.30-23.30 WIB, sempat diskors sebanyak tiga kali.

Ketua majelis hakim dan dibantu dua anggota hakim Pengadilan Militer Tinggi II, Surabaya Jalan Raya Bandara Juanda Lama membaca dakwaan selama 13 jam.

Disebutksn pada Amar Putusan, terdakwa terbukti melanggar Pasal 1 ayat 1 A jo Pasal 28 Undang-Undang No 3 Tahun 1971 dalam dakwaan primer serta Pasal 1 ayat 1 B Undang-Undang No 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Demikian dikatakan ketua majelis hakim Letnan Jenderal Hidayat Manao, Jumat (27/9/2013) dini hari.

Putusan Vonis tersebut lebih berat dari tuntutan yang dibacakan Oditur Militer Letnan Jenderal TNI Sumartono, satu bulan yang lalu, yakni 3 tahun dengan denda Rp1 miliar.

Secara terpisah, penasihat hukum Djadja, Olises Tampubolon, mengatakan bahwa kliennya, Djadja Suparman, itu tidak layak mendapatkan yang dijerat pasal korupsi.

Sebab, uang sebesar Rp 17,6 miliar dari PT CMNP itu adalah bentuk bantuan natura (jasa), bukan bantuan dana.

Vonis 4 tahun penjara terhadap Djadja itu telah berkekuatan hukum tetap pada 2016, akan tetapi baru akan dieksekusi bulan ini.

Djadja pun mencium sejumlah kejanggalan. Dia menilai ada pihak yang menginginkan dia mati di penjara.

“Saya siap masuk Lembaga Pemasyarakatan Militer Cimahi tanggal 16 Juli 2022. Mereka ingin saya mati di penjara,” kata Djadja dalam siaran pers kepada wartawan, Selasa (5/7/2022).

“Kenapa baru sekarang? Ke mana saja selama 6 tahun ini?” ujar mantan Pangdam Brawijaya 1997-1998 itu.

Pada 2016, Djadja sudah meminta kepada Kepala Oditur Militer Tinggi agar dieksekusi. Akan tetapi permintaan itu ditolak.

Akhirnya terjadi pembiaran selama 6 tahun. Siapa yang bertanggung jawab dan apa kompensasinya bila harus masuk penjara selama 4 tahun dan harus mati dalam penjara.

Baca Juga👉🏻Tergiur Body Aduhai, Pria Ini Nekat Bawa Kabur Istri Tetangganya Sendiri

Menurut Djadja, dia mengalami pembunuhan karakter selama 22 tahun terakhir. Tujuannya adalah menghambat dan menghancurkan karier dan eksistensi dalam kehidupan bermasyarakat setelah purnabakti.

“Sehingga tanpa disadari oleh pejabat terkait dalam perkaranya negara telah melakukan pelanggaran hukum dan HAM berat,” ujar Djadja.

Guna menghindari asumsi negatif, pihak terkait agar membuka kasus tersebut secara jelas dan transfaran. Tidak tertutup kemungkinan ada dalang intelektual yang belum terjamah hukum.

(KRO/RD/DetikNews)