Negara Rugi Rp193,7 Triliun Akibat Dugaan Korupsi Tata Kelola Minyak

36

RADARINDO.co.id – Jakarta : Negara mengalami kerugian hingga Rp193,7 triliun akibat dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina Subholding dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) tahun 2018–2023.

Dalam kasus ini, Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh orang sebagai tersangka. Yakni, Riva Siahaan (RV) selaku Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga, SDS selaku Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional.

Baca juga: KPK Dalami Dugaan Gratifikasi di Ditjen Pajak, Tiga Orang Diperiksa

YF selaku PT Pertamina International Shipping, AP selaku VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional, MKAR selaku beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa, DW selaku Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim, serta GRJ selaku Komisaris PT Jenggala Maritim dan Direktur Utama PT Orbit Terminal Merak.

“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp193,7 triliun,” sebut Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar di Gedung Kejaksaan Agung Jakarta, Senin (24/2/2025) malam.

Qohar menjelaskan bahwa kerugian tersebut berasal dari berbagai komponen, yaitu kerugian ekspor minyak mentah dalam negeri, kerugian impor minyak mentah melalui broker, kerugian impor bahan bakar minyak (BBM) melalui broker, dan kerugian dari pemberian kompensasi serta subsidi.

Dijelaskannya, pada periode tahun 2018–2023, pemenuhan minyak mentah dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak bumi dari dalam negeri. Oleh karenanya, PT Pertamina (Persero) wajib mencari pasokan minyak bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak bumi.

Hal tersebut diatur dalam Pasal 2 dan Pasal 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 yang mengatur prioritas pemanfaatan minyak bumi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.

Namun lanjutnya, tersangka RS, SDS dan AP melakukan pengondisian dalam rapat optimalisasi hilir yang dijadikan dasar untuk menurunkan produksi kilang sehingga produksi minyak bumi dalam negeri tidak terserap seluruhnya.

Di sisi lain, akibat pengondisian tersebut, pemenuhan minyak mentah maupun produk kilang dilakukan dengan cara impor. Sementara itu, pada saat produksi kilang minyak sengaja diturunkan, produksi minyak mentah dalam negeri oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) juga sengaja ditolak dengan alasan spesifikasi tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis. Sehingga, secara otomatis bagian KKKS untuk dalam negeri harus diekspor ke luar negeri.

Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, PT Kilang Pertamina Internasional melakukan impor minyak mentah dan PT Pertamina Patra Niaga melakukan impor produk kilang. “Harga pembelian impor tersebut apabila dibandingkan dengan harga produksi minyak bumi dalam negeri terdapat perbandingan komponen harga yang sangat tinggi atau berbeda harga yang sangat signifikan,” ujar Qohar.

Baca juga: Ini Daftar 7 BUMN yang Asetnya Bakal Dikelola Danantara

Qohar mengatakan, dalam kegiatan pengadaan impor minyak mentah oleh PT Kilang Pertamina Internasional dan produk kilang oleh PT Pertamina Patra Niaga, diperoleh fakta adanya perbuatan jahat antara penyelenggara negara, yakni subholding Pertamina dengan broker. (KRO/RD/KOMP)