RADARINDO.co.id – Medan : Kapolda Aceh sampai saat ini belum mengambil tindakan tegas terhadap oknum Imigrasi dan Polisi yang merampas paspor milik seorang WN Malaysia, Muhammad Nabih Bin Othman (MNBO).
Korban meminta keadilan agar Kapolri melalui Kapolda Aceh segera memeriksa oknum petugas Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Meulaboh, serta anggota Polsek dan Polres setempat diduga terlibat kompromi jahat.
Mereka telah merampas paspor, serta berusaha melakukan pemerasan, juga telah melakukan fitnah terhadap korban. MNBO mengungkapkan, pada 23 Maret 2020 kira-kira jam 10:00 Wib, saat sedang tidur di penginapan Rumah Makan Jambo Cut Lem, Kampong Baru Kecamatan Pasie Raja, Kabupaten Aceh Selatan, korban dikejutkan dengan kedatangan salah seorang pekerja rumah makan tersebut yang mengatakan bahwa ada tamu ingin ketemu.
“Saya keluar dari kamar dan mendapati 3 orang lelaki yang tidak saya kenal, berpakaian biasa sedang menunggu. Tanpa memperkenalkan diri atau menunjukkan kartu pengenal, mereka mengaku pegawai Imigrasi dari kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Meulaboh,” ucap korban.
Kemudian lanjutnya, mereka memaksa korban untuk mengambil paspor miliknya bernomor A52663557. Tanpa alasan yang jelas, ketiga oknum tersebut menyuruh korban kembali ke Malaysia. Padahal, saat itu visa korban masih berlaku hingga 30 hari kedepan.
Baca juga: Kapolda Aceh Diminta Periksa Oknum Imigrasi dan Polisi Meulaboh (5)
Setelah menandatangani dan menyerahkan sekeping dokumen fotokopi yang mencurigakan dan berbeda dari tanggal kejadian berlaku, paspor korban dibawa ketiga oknum tersebut. “Adakah ini prosedur dan tatacara rasmi pihak Imigrasi Indonesia dalam menjalankan tugas,” ucap korban penuh tandatanya.
Menurut korban, dirinya disuruh hadir ke Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Meulaboh. Meski penuh kecemasan atas keselamatan dirinya, korban pun menuruti permintaan ketiga oknum itu.
Sebelum meningggalkan tempat kejadian, salah seorang dari ketiga oknum itu, menyarankan korban untuk membawa uang sejumlah RM 1’000.00 ke Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Meulaboh.
Pada sore harinya sekitar pukul 15:51 WIB, salah seorang dari mereka menelepon korban dari nomor +62 823 6955 XXXX dan ingin bertemu dengannya di Tapak Tuan. “Saya telah diarahkan oleh pihak Polsek supaya di karantina, akibat pandemi virus corona,” ungkapnya.
Kemudian, oknum itu memaksa korban untuk mengikuti mereka ke Meulaboh. Namun, korban menyarankan agar bertemu di lokasi yang sama dimana paspor korban diambil. Setelah mereka tiba kira-kira pukul 20:00 WIB, mereka berkeras dan memaksanya mengikuti mereka ke Meulaboh.
“Oleh kerana mereka gagal menunjukkan sebarang dokumen yang membuktikan bahawa saya berada dalam siasatan rasmi pihak Polsek atau Polres, atau Arrest Warrant, makanya saya enggan kerana jam 20:00 WIB adalah diluar waktu rasmi bertugas. Saya tidak pernah mempunyai sebarang rekod jenayah, atau pernah disiasat oleh pihak berkuasa Indonesia atau mana-mana negara,” ungkapnya lagi.
Namun, para oknum itu mengancam korban akan memasukan dirinya dalam daftar hitam, sehingga tidak bisa lagi memasuki Negara Indonesia seumur hidup. “Mengapakah ketiga-tiga lelaki ini beriya-iya mahu memisahkan atau mengeluarkan saya dari tempat tersebut tanpa sebarang surat kuasa?. Adakah dengan tujuan memudahkan mereka memeras uang atau apa jua niat jahat mereka terhadap saya tanpa kehadiran sebarang saksi?,” terangnya.
Selanjutnya, korban mendatangi Kedutaan Malaysia di Medan untuk mendapatkan penjelasan. Fatimah Huda, yang merupakan pegawai Imigrasi di kedutaan Malaysia, telah memberikan salinan foto kopi arahan Ditjen Imigrasi Indonesia terkait izin tinggal lanjutan automatis (automatic stay permit extension) yang membenarkan warga negara luar memasuki wilayah Indonesia untuk tinggal melebihi tempo visa secara gratis dan automatis kerana wabah Corona.
Pada malam hari yang sama, korban berangkat ke Kantor Imigrasi Kelas II Non TPI Meulaboh. Namun, mobil angkutan umum yang ditumpangi korban mengalami kendala, sehingga dirinya terlambat tiba ditempat tujuan.
“Saya telah dimaklumkan oleh seorang yang berpakaian biasa yang memperkenalkan diri sebagai Encik Jamaludin bahwa ‘Iskandar’ telah meninggalkan tempat tersebut. Saya merasa bimbang dan curiga kerana telah berulang kali memaklumkan melalui SMS kepada salah seorang lelaki ini tentang kedatangan dan kedudukan saya dalam perjalanan tersebut melalui nomor HP +62 823 6955 XXXX ketiga-tiga lelaki menghilangkan diri,” jelasnya.
Baca juga: WN Malaysia Tuding Oknum Imigrasi dan Polisi Meulaboh Kompromi Jahat (3)
Melalui WhatsApp nomor +62 821 2888 XXXX yang diyakini milik salah seorang dari mereka, mengemukakan berbagai alasan untuk tidak mengembalikan paspor milik korban, termasuk meminta uang yang katanya untuk ongkos pesawat ke Jakarta ketika bertugas di Bandara Sultan Iskandar Muda, Banda Aceh.
“Adakah menjadi tanggungjawab orang awam menyediakan ongkos pesawat kepada anggota Imigrasi yang sedang menjalankan tugas?. Oleh kerana saya tidak pasti tentang bagaimana cara atau waktu rasmi untuk berurusan dengan pihak Polres, maka setelah melengkapkan dokumen ini saya berangkat pergi ke kantor Polres Tapak Tuan. Tetapi ketika saya menelefon kesana, salah seorang pegawai mengatakan, kantor Polres Tapak Tuan hanya buka hingga pukul 16:00 WIB saja,” sebutnya.
Sementara katanya, saat dirinya mendatangi Polres Tapak Tuan, korban bertemu dengan petugas yang mengaku bernama Sekedang dan Sakat untuk membicarakan masalah yang menimpanya. Tetapi, kedua petugas tersebut menyarankan supaya mengajukan perkara ini kepada pihak/jabatan/dinas yang berwajib.
“Setelah membuat pertimbangan teliti, saya membuat keputusan untuk membuat aduan kepada pihak keselamatan yaitu Polres terlebih dahulu, kerana perkara ini telah berlanjutan tanpa sebarang penjelasan rasmi secara bertulis, melibatkan dokumen perjalanan antara bangsa milik saya, serta bimbang keselamatan diri dan harta benda saya,” katanya lagi.
Lantaran merasa menjadi korban ketidakadilan, korban secara tegas bersedia dipertemukan dengan para oknum tersebut. “Saya memiliki dokumentasi sebagai bukti awal,” ujar MNBO dengan nada kecewa.
Sementara itu, sumber lain RADARINDO menyebut, oknum yang diduga melakukan perampasan paspor dan fitnah tersebut, dikabarkan masih bertugas di wilayah hukum Aceh. Mereka masih bebas berkeliaran. Sedangkan pihak Kepolisian sangat diharapkan mengambil tindakan hukum atas ketidakadilan yang dialami korban. (KRO/RD/01)