Tawakkol Karman, Wanita Berhijab Peraih Nobel

84

RADARINDO.co.id : Tawakkol Karman warga Yaman, berhasil menjadi wanita berhijab pertama yang memenangkan hadiah Nobel Perdamaian pada 2011. Tawakkol Karman merupakan Muslimah kedua yang memenangkan hadiah Nobel setelah menyuarakan perlindungan wanita di Yaman.

Baca juga : Ruang Kerja Hakim Agung Disebut Jadi Tempat Bagi-bagi Uang Suap

“Manusia pada saat ini sudah mulai terbuka dan kecerdasannya berkembang. Apa yang saya kenakan mewakili pikiran dan peradaban tertinggi yang telah dicapai oleh manusia,” kata Tawakkol Karman tentang pilihan hijabnya yang selaras dengan tingkat pendidikan dan kecerdasannya, melansir wolipop.

Karman dikenal sebagai “Bunda Revolusi” karena telah memimpin gerakan hak asasi manusia menuju negara yang lebih demokratis. Aksi Karman bisa memberikan dampak bagi wanita di Yaman.

Karman berdemonstrasi seminggu sekali, menentang pemerintah otoriter dan untuk pemerintahan demokratis di Yaman. Dia pernah melakukan protes untuk perdamaian dengan duduk di Tahrir Square, Sana’a.

Dalam sebuah wawancara video, Karman menyebut Mahatma Gandhi, Martin Luther King Jr dan Nelson Mandela sebagai beberapa panutannya. “Saya belajar dari mereka bagaimana memimpin gerakan damai,” kata wanita yang masuk dalam daftar 100 Women of The Year majalah Time itu.

Karman lahir pada 7 Februari 1979, di Taiz Governorate, yang kemudian dikenal sebagai Yaman Utara. Dia belajar di Taiz dan mencapai gelar sarjana dalam Perdagangan serta master dalam Ilmu Politik.

Selain itu, Karman memperoleh gelar Doktor Kehormatan dalam Hukum Internasional dari University of Alberta di Kanada. Wanita dengan segudang prestasi ini juga menyalurkan suaranya di Surat Kabar Al-Thawrah dan mendirikan organisasi “Women Journalists Without Chains” yang saat ini dilisensikan sebagai “Jurnalis Wanita Tanpa Rantai” alias WJWC.

Baca juga : Terjerat Skandal Perkebunan Sawit, Mantan Bupati Inhu Dituntut 10 Tahun Penjara

Bersama dengan tujuh jurnalis perempuan lainnya yang memimpin kelompok itu, pada tahun 2005 silam, Karman ingin melindungi hak asasi manusia dasar seperti kebebasan berekspresi dan berpendapat. Pemerintah otoriter Yaman pada saat itu menolak permintaannya untuk memulai sebuah surat kabar dan stasiun radio di bawah WJWC. Namun, dia menolak dan tetap menulis.

Karman yang berjuang untuk demokrasi kerap menerima ancaman, melalui surat dan panggilan telepon, dari pejabat pemerintah dan pendukung pro-otoritarianisme. Kepada Surat Kabar The Guardian, Karman mengaku pernah ditangkap pasukan keamanan di tengah malam.

“Mereka diorganisir oleh mahasiswa, aktivis masyarakat sipil dan politisi. Tekanan pada pemerintah sangat kuat, dan saya dibebaskan setelah 36 jam di penjara wanita, di mana saya dirantai,” terangnya. (KRO/RD/WOL)