RADARINDO.co.id – Medan : Massa mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Pemerhati Korupsi (GMPK) Sumatera Utara (Sumut), menggelar aksi unjukrasa didepan gedung Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejatisu), Kamis (23/1/2025).
Aksi itu digelar guna meminta Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya pihak Kejatisu, untuk mengusut dugaan korupsi pembangunan gedung UPTD Bapenda Aek Kanopan yang menelan anggaran hingga Rp12 miliar.
Baca juga: Kejari Bakal Tetapkan Tersangka Kredit Fiktif Bank BRI Cabang Maumere
Massa menuding, proyek itu hanya “membuang-buang” uang negara saja. Pasalnya, proyek belasan miliar rupiah tersebut, terkesan dikerjakan asal jadi. Hal itu diungkapkan Ketua Umum GMPK Sumut, AZ Panjaitan, dalam orasinya.
AZ Panjaitan menyebut, proyek pembangunan kontruksi itu terkesan pemborosan anggaran serta terindikasi bancakan proyek oknum ASN di Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Provinsi Sumut berinisial SN. “Proyek dengan anggaran Rp12 miliar tersebut terkesan dikerjakan asal-asalan dan diduga sarat korupsi,” sebutnya.

Menurutnya, pada awal pengerjaan, pihaknya mendapat informasi adanya pembangunan kantor di lokasi pemukiman mereka, yang katanya untuk kantor pajak. Namun lanjutnya, setelah ditelusuri melalui Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), pemenang tender proyek itu beralamat di Medan dan status perusahaan disewa-sewakan. Ironisnya lagi, perusahaan itu diduga pernah terjerat kasus hukum.
Diungkapkan AZ Panjaitan, dari hasil pendalaman pihaknya mulai proses perjalanan tender hingga pengerjaan proyek tersebut, ada dua perusahan yang melakukan penawaran, yaitu CV Sanjaya dan CV Citra Amanda.
Namun katanya, pihak Pokja Biro Pengadaan Barang dan Jasa menetapkan CV Amanda Citra yang beralamat di Jalan SM Raja KM 11 Komplek Riviera Blok CL Medan, sebagai pemenang tender.
“Yang menjadi persoalan, perusahaan yang dikalahkan pihak Pokja, yakni CV Sanjaya, merupakan penawar lebih rendah. Diduga, CV Sanjaya sebagai perusahaan pendamping pemenang tender yang status perusahaannya kerap disewa-sewakan para mafia proyek di Pemerintah Provinsi Sumut,” sebutnya.
Massa menduga CV Sanjaya hanya sebagai perusahaan pendamping yang kerap disewakan, terbukti tidak adanya komplain atau sanggahan dari pihak CV Sanjaya, yang seharusnya sebagai pemenang tender karena memberikan penawaran terendah.
AZ Panjaitan juga mengungkapkan bahwa proyek tersebut sudah dibayar 100 persen. Padahal, pekerjaan belum selesai serta belum melakukan Berita Acara Serah Terima (BAST). Hal itu diduga lantaran munculnya tawaran pihak rekanan yang berjanji memberikan fee proyek yang lebih besar.
Baca juga: Dugaan Korupsi Digitalisasi SPBU Diusut KPK, Ini Kata Pertamina
“Menguat kenapa CV Sanjaya juga merupakan perusahaan pendamping yang digunakan rekanan melakukan penawaran terendah tidak dimenangkan, karena oknum ASN berinisial SN melalui PPK berinisial FAN yang menyampaikan, jika CV Sanjaya dimenangkan, fee terlalu sedikit sehingga tidak cukup untuk setoran,” ungkapnya.
Atas dasar itu, massa GMPK Sumut meminta APH khususnya Kejatisu untuk mengusut tuntas dugaan korupsi proyek tersebut. Massa mengaku akan terus mengawal persoalan ini. Bahkan, massa berencana akan menggelar aksi ke gedung KPK hingga Kejaksaan Agung RI di Jakarta. (KRO/RD/Tim)