RADARINDO.co.id – Lampung : Setelah delapan tahun menjadi buronan kasus korupsi senilai Rp2 miliar, eks teller sebuah bank milik negara, Endang Pristiwati (56), akhirnya berhasil ditangkap.
Endang yang masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) dan menghilang sejak tahun 2017, berhasil ditangkap, Minggu (04/5/2025) malam di Perumahan Sakura Land, Kecamatan Kemiling, Bandar Lampung.
Baca juga: KPK Periksa Warga Korsel Terkait Dugaan Suap Izin PLTU 2 Cirebon
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Lampung Tengah, Alfa Dera, mengungkapkan bahwa selama masa pelariannya, Endang tidak hanya berpindah-pindah tempat tinggal, tetapi juga mengganti identitasnya.
“Terpidana juga sempat mengganti namanya menjadi Widyastuti saat bersembunyi di Magelang, Jawa Tengah,” kata Alfa, mengutip kompas, Selasa (06/5/2025).
Menurut Alfa, proses pelacakan terhadap Endang cukup sulit karena terus berpindah lokasi. Sejak penyidikan kasus ini kembali dibuka pada 2017, Endang sudah lebih dulu menghilang.
Terpidana memanfaatkan perubahan identitas dan mobilitas tinggi untuk menghindari aparat penegak hukum. “Keberadaan terpidana sulit dilacak karena terus berpindah tempat tinggal,” ujar Alfa.
Strategi yang dilakukan Endang, seperti berpindah kota dan mengganti nama, membuat aparat kesulitan melacaknya. Ia sempat tinggal di beberapa wilayah sebelum akhirnya ditemukan di Bandar Lampung.
Kasus yang menjerat Endang bermula pada tahun 2006, ketika ia masih bekerja sebagai teller di salah satu bank BUMN. Saat itu, Endang menyalahgunakan kewenangannya dan menilap dana nasabah, yang totalnya mencapai Rp2 miliar.
Aksi korupsi ini menyebabkan kerugian besar bagi negara dan nasabah. Penyidikan kasus tersebut sempat terhenti selama satu dekade, namun kembali dilanjutkan pada tahun 2017.
Baca juga: Jika Terindikasi Korupsi, Direksi dan Komisaris BUMN Tetap Diproses Hukum
Ketika proses hukum dilanjutkan, Endang sudah menghilang, sehingga Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Tanjung Karang menjatuhkan vonis secara in absentia.
Endang dijatuhi hukuman 10 tahun penjara serta denda sebesar Rp200 juta. Karena vonis tersebut dijatuhkan tanpa kehadirannya, aparat Kejaksaan terus melakukan pencarian hingga akhirnya berhasil menangkapnya di tahun 2025. (KRO/RD/Komp)