RADARINDO.co.id – Medan : Imigran etnis Tionghoa berperan menyebarkan agama Islam di tanah air. Negeri tirai bambu yang lebih dikenal nama RRC selain memiliki jumlah penduduk terbanyak di dunia, juga memiliki sejarah keterkaitan Islam di tanah air.
Pada masa Rasulullah Muhammad SAW hubungan dagang antara China dan Arab semakin meningkat. Pedagang China datang ke Arab di Mekkah. Selain berdagang mereka juga mempelajari agama Islam. Beberapa dari mereka kemudian memeluk agama Islam.
Baca Juga : Berjalan Laki, Kapolres Tanjung Balai Dampingi Pengunjuk Rasa Long March Tolak Kenaikan BBM
Pada saat mereka kembali ke China para pedagang muslim China tersebut menyebarluaskan ajaran-ajaran agama Islam tersebut ke China.
Pada saat itu, Nabi Muhammad SAW juga mengirimkan beberapa da’i ke China untuk mengajarkan agama Islam. Agama Islam sudah menyebar di negeri tirai bambu terutama di provinsi Guang Dong (Guang Zhou) dan Fujian.
Di kota Guang Zhou inilah makam sahabat Rasulullah berada, Sa’ad bin Abu Waqqas RA yang menginjakkan kaki di daratan China pada tahun 651 M setelah Rasulullah wafat pada tahun 632 M.
Bukankah China negara komunis, kenapa di China ada masjid. Kabarnya di China sejak dulu sudah ada masjid. Di China juga ada masjid kuno yang sekarang masih berdiri megah dan masih aktif, Masjid Feng Huan atau Phoenix Mosque.
Berarti di China ada pemeluk agama Islam? Ada. Seperti di Indonesia juga ada etnis Tionghoa yang memeluk Islam. Bahkan etnis Tionghoa juga yang menyebarkan agama Islam di Indonesia.
Kenapa bisa etnis Tionghoa yang menyebarkan agama Islam, apa tidak salah, yang menyebarkan agama Islam di Indonesia bukannya orang-orang Gujarat (India) dan Arab.
Benarkah masih ada yang belum mengetahui sejarah bahwa etnis Tionghoa yang minoritas di Indonesia memiliki peran besar dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.
Selain itu, Imigran China Muslim ternyata sempat mendapat penindasan dari bangsa Portugis dan Belanda.
Bahwa orang-orang Arab Handramaut, Persia, dan Gujarat memang menyebarkan agama Islam di Indonesia, namun tidak hanya mereka, imigran etnis Tionghoa juga menyebarkan agama Islam di Indonesia.
Di masa lalu, China dan Arab telah memiliki hubungan dagang. Pedagang yang berasal dari Arab dan China saling menjajakan hasil negaranya untuk dijual ke negara lain melalui dua jalur perdagangan utama dunia waktu itu jalur sutera dan jalur keramik.
Jalur sutera yaitu membawa barang dagangan melalui jalur darat. Disebut jalur sutera karena sebagian besar barang dagangan yang diangkut melalui jalur darat adalah kain sutera.
Jalur keramik yaitu membawa barang dagangan melalui laut. Disebut dengan jalur keramik karena memang barang-barang yang diangkut sebagian besar berupa keramik.
Melalui dua model pengajaran agama Islam ini, maka Islam menyebar ke China terutama di provinsi Guang Dong (Guang Zhou) dan Fujian.
Sekitar abad ke 15 imigran China Muslim yang sebagian besar berasal dari Guang Dong dan Fujian, mendarat di Nusantara (Indonesia).
Mereka tinggal di Indonesia dengan mata pencaharian pedagang, pertanian, dan pertukangan. Pada masa inilah para imigran China (Tionghoa) muslim menyebarkan ajaran agama Islam.
Beberapa daerah tujuan imigran China (Tionghoa) Muslim adalah Sambas, Lasem, Palembang, Banten, Jepara, Tuban, Gresik, dan Surabaya.
Pada 1405 sampai 1433, rombongan Muhibah Laksamana Cheng Ho yang beragama Islam beberapa kali singgah di Indonesia. Anak buah laksamana Cheng Ho terdiri atas berbagai pemeluk agama, termasuk agama Islam.
Saat singgah di Indonesia terutama di Sumatera dan Jawa mereka juga menyebarkan ajaran agama Islam. Jadi nampak jelas peran etnis Tionghoa sebagai salah satu penyebar agama Islam di Indonesia.
Imigran China (Tionghoa) muslim di Indonesia telah ada sebelum bangsa Portugis dan Belanda datang. Imigran China di abad ke 15 datang untuk tinggal di Indonesia dan sekaligus menyebarkan agama Islam.
Portugis dan Belanda datang ke Indonesia untuk mencari daerah koloni dan sekaligus menyebarkan ajaran agama Khatolik.
Imigran China muslim hidup membaur dengan penduduk pribumi, sedangkan Belanda dan Portugis memperlakukan penduduk pribumi secara diskriminatif dan di bawah mereka.
Pada masa penindasan Portugis dan Belanda, imigran China muslim juga mendapatkan penindasan seperti penduduk pribumi. Bahkan saat perang kolonial, penduduk muslim Tionghoa juga bergabung dengan para pejuang di setiap daerah melawan Belanda dan Portugis.
Sejarah mencatat, selain penduduk pribumi yang mengalami pembunuhan massal dari Belanda, penduduk Muslim Tionghoa juga mengalami pembunuhan massal.
Penduduk muslim Tionghoa mengalami kondisi yang tidak menyenangkan dari penjajah Belanda karena mereka memiliki kedekatan dengan penduduk pribumi, mereka beragama muslim seperti sebagian besar agama penduduk pribumi.
Penduduk muslim Tionghoa juga melakukan perlawanan terhadap penjajah dengan bergabung dengan pejuang Indonesia. Beberapa hal ini menunjukkan bahwa di masa lalu, etnis Tionghoa juga memiliki hubungan yang baik dengan penduduk asli Indonesia, keeratan hubungan sebagai saudara karena mendapatkan tekanan yang sama dari pihak Portugis dan Belanda.
Imigran Etnis Tionghoa Muslim dapat diterima penduduk Indonesia peran mereka di pertanian, perdagangan, pertukangan, dan penyebaran agama Islam.
Sejarah kenangan masa lalu yang indah, dapat kita bawa dalam kehidupan yang sekarang sehingga kehidupan yang sekarang dapat menjadi lebih baik.
Bukti etnis Tionghoa menyebarkan agama Islam di tanah air sudah tidak perlu diragukan lagi. Komunitas mereka tidak hanya di pulau Jawa, tapi di Medan – Sumatera Utara terus berkembang pesat.
Beberapa organisasi masyarakat atau paguyuban Muslim Tionghoa juga berkembang. Tidak hanya mendirikan rumah ibadah, sarana pendidikan agama. Bahkan kegiatan sosial dan kemanusian.
Tidak sedikit tokoh agama dan Pemuda Tionghoa asal Medan, Sumatera Utara yang masih giat mengembangkan dan menyebarkan agama Islam ditengah masyarakat diantaranya Tan David Sulaiman, Bachtiar alias Ahok, Acuan alias Ahmad Dahlan, Almarhum Anton Medan dan lain-lain.
Salah satu kegiatan yang dilakukan Ketua Persaudaraan Islam Tionghoa Indonesia (PITI) Sumut, Tan David Sulaiman. Organisasi yang memiliki kantor DPP PITI di Jakarta ini lebih menonjolkan kepedulian terhadap umat beragama.
Pria yang biasa dipanggil Ko David yang berhati sosial dan dermawan selalu aktif mengadakan Jumat Barokah dengan memberikan beras, gula, minyak goreng, nasi kotak, air mineral obat dan lain-lain.
Ko David senantiasa menyantuni para anak yatim piatu, fakir miskin dan kaum dhuafa, dengan membarikan sembako.
Baca Juga : Seorang Wanita Asal Lombok Timur Nyaris Jadi Korban Penipuan ke Abu Dhabi, Begini Pesan Ketua SBMI NTB
Tidak hanya itu, pria berkulit dan berkacata ini pun, tidak segan -segan memberi nasehat belanja dan belajar serta menjadi orang yang jujur.
Pria yang sering mengunggah kata-kata bijak : “Orang Baik Tidak Akan Berhenti Berbuat Baik Meskipun Kebaikanya Tidak Dihargai. Sebab Yang Yang Ia Cari Bukan Balasan Dari Manusia Tetapi Balasan Dari Allah”.
Kehebatan komunitas etnis Tionghoa di Medan khususnya dan Sumatera Utara umumnya masih memegang teguh adat istiadat dan etika yang tinggi. Meski berbeda agama dan keyakinan, namun tetap menghormati dan menghargai orang lain. (KRO/RD/Tim)