Jaksa Agung dan BPKP Diminta Audit Industri Kelapa Sawit Swasta di Sergai

RADARINDO.co.id-Medan: Pembentukan tim gabungan antara Kejaksaan Agung bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Keuangan (BPKP) untuk mengaudit industri kelapa sawit mendapat respon positif dari sejumlah.

Merupakan langkah positif yang dilakukan Jaksa Agung dan BPKP guna mengetahui regulasi industri sawit yang merupakan salah satu komoditas andalan dari sektor pendapatan asli daerah.

Baca juga : Massa Minta Usut Dugaan Penyimpangan Pengadaan Boiler Senilai Rp 7 Miliar Lebih

Tim gabungan agar segera mengaudit luas lahan perkebunan swasta di Kabupaten Sergai yang diduga bertentangan dengan peraturan yang berlaku.

Sejumlah perkebunan swasta diduga telah mengabaikan undang -undang nomor 39 tahun 2014 tentang perkebunan.

Demikian dikatakan Ketua Umum Lembaga Republik Corruption Watch (RCW) Sumut Ratno SH, MM kepada RADARINDO.co.id GROUP KORAN RADAR di Medan, Jumat (01/07/2022) pagi.

Terkait terbentuknya Tim Gabungan antara Kejagung bersama BPKP untuk mengaudit industri kelapa sawit, sebaiknya melibatkan NGO/LSM.

“Untuk wilayah Sumatera Utara, Riau dan Aceh sebaiknya Tim Gabungan harus mengikutsertakan NGO/LSM. Jika dibutuhkan RCW siap memberi kontribusi data,” ujarnya tegas.

“Lembaga RCW akan menyampaikan surat resmi ke Kejaksaan Agung dan BPKP agar peran NGO/LSM diikutsertakan di tim gabungan”, ujar Ratno SH, MM yang juga Pemimpin Redaksi KORAN RARAR GROUP.

Lebihlanjut dikatakanya, Lembaga RCW banyak menerima laporan masyarakat tentang dugaan penyalahgunaan dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan perusahaan sawit swasta di Sergai.

“Kami meminta tim gabungan segera mengusut luas lahan HGU yang diterbitkan PT. KHI luas lahan diduga rekayasa tidak sebenarnya sehingga terindikasi cacat hukum. Ini harus diusut tuntas karena diduga merugikan uang negara”, tandasnya.

Aktivis RCW sudah terbentuk di sejumlah Kabupaten/kota, ujarnya lagi. Artinya, peran kader RCW dapat memberikan kontribusi terkait fisik maupun aspek yuridis.

“Saya fikir tim gabungan audit industri kelapa sawit perlu melibatkan eksternal yaitu NGO/LSM. Jika disetujui maka RCW menyatakan siap ikut serta masuk dalam tim gabungan,” cetus Ketua Umum RCW.

Lebihlanjut ditambahkan, Lembaga RCW yang merupakan Group media cetak dan media online telah banyak menerima laporan masyarakat tentang perkebunan sawit swasta maupun BUMN.

Diduga melakukan penyalahgunaan wewenang. Tindakan sertamerta dan bersama-sama dilakukan manajemen diketahui Direktur dan Komisaris.

Salah satunya penerbitan sertifikat HGU perkebunan yang diduga bertentangan dengan ketentuan yang diterbitkan Kementerian ATR/BPN pusat.

Tindakan melawan hukum karena mengabaikan pedoman plasma yang hakekatnya untuk kesejahteraan dan menghindari mafia tanah.

“Bahkan sejumlah oknum Bupati diduga ikut terlibat melakukan kesalahan karena nekad menerbitkan rekomendasi perpanjangan HGU perkebunan sawit. Ini jelas cacat hukum,” tegas Ratno SH, MM.

Jika Kejaksaan Agung maupun BPKP mau serius menjalankan progam audit industri perkebunan sawit, Lembaga Republik Corruption Watch (RCW) Medan siap didepan, sambungnya.

“Hemat saya, siapa pun yang terlibat terhadap tata kelola industri kelapa sawit tidak boleh terjadi pembiaran. Hukum harus ditegakan demi keadilan,” tuturnya dengan nada serius.

Sebelumnya Jaksa Agung, Sanitiar Burhanuddin bersama Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) membentuk tim gabungan untuk mengaudit tata kelola industri kelapasawit.

“Tadi pagi, bertempat diKantor BPKP, kami telah melakukan kerja sama membuat tim gabungan audit tata kelola industri kelapa sawit,” kata Burhanuddin kepada wartawan di Lobi Utama Gedung Kartika Kejaksaan Agung, Jakarta, Senin (27/6).

Dia juga mengungkapkan, kedua belah pihak bekerjasama untuk melakukan audit atas berbagai hal, salah satunya adalah audit lahan.

Kejakgung akan meminta bantuan BPKP untuk melaksanakan berbagai audit dalam perkara Kejakgung yang membutuhkan audit, khususnya dalam perkara yang merugikan rakyat kecil.

“Misalkan korupsi yang menyentuh rakyat kecil, mulai dari sawit, minyak goreng, kemudian garam, kemudian ekspor besi,” ucapnya.

Burhanuddin berharap Kejakgung dan BPKP dapat saling mendukung, khususnya dalam rangka menghitung kerugian negara.

Bagaimanapun juga, kami sangat membutuhkan dukungan dari BPKP dan tentunya kami terima kasih kepada Pak Menteri BUMN dan Kepala BPKP atas dukungannya, ucapnya.

Kepala BPKP Muhammad Yusuf Ateh mengatakan, kerja sama yang dijalin oleh pihaknya dengan Kejakgung memiliki cakupan yang luas dan dari hulu ke hilir.

Ditambahkan Yusuf Ateh, kerjasama tersebut telah sesuai dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menyampaikan bahwa pihaknya akan melakukan pembenahan dan penertiban industri kelapa sawit, salah satunya adalah dengan melakukan audit.

Yusuf Ateh juga menjelaskan, dalam melakukan audit tata kelola industri kelapa sawit, pihaknya melibatkan banyak pihak lintas kementerian dan lembaga, seperti Kementerian Keuangan, khususnya Direktorat Jenderal Bea Cukai, Direktorat Jenderal Pajak dan lembaga terkait lainnya.

Sementara itu, Kementerian Agrariadan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menyatakan siap mempercepat sertifikasi lahan peserta program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) sebagai upaya meningkatkan realisasi PSR.

Dirjen Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah, Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana mengatakan atas dasar perjanjian kerjasama (MoU) dengan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPD-PKS) maka dilakukan sertifikasi kebun kelapa sawit peserta PSR.

′Kita ingin mempercepat sertifikasi lahan milik peserta PSR ini supaya legalitasnya diperkuat dan tidak ada konflik dikemudian hari. Tahun 2024 diharapkan semua lahan PSR sudah bersertifikat semua,” katanyamelalui keterangan tertulis di Jakarta, Senin (27/6).

BPDPKS menyampaikan calon penerima calon lahan (CPCL) peserta PSR sementara ATR/BPN diberi akses ke aplikasi PSR online.

Sedangkan ATR/BPN memberikan pelayanan pendaftaran tanah melalui mekanisme PSTL (Pendaftaran Sistematika Tanah Lengkap).

Sementara anggaran sertifikasi, lanjutnya, semuanya dari Kementerian ATR/BPN dengan melakukan Refocusing karena tidak ada anggaran dari BPDPKS.

BPDPKS punya data tetapi tidak punya tim di daerah.
Petugas survei dan pengumpulan data di kantor pertanahan kabupaten kesulitan berkoordinasi dengandinas perkebunan kabupaten/kota, ujar Suyus.

Dari total usulan 62.422 bidang bisa dianggarkan16.943 bidang(27%). Sementara sisa target dilaksanakan melalui optimalisasi anggaran kegiatan non sistematis.

Pada tahun 2021, dari target 5.560 bidang tanah yang diberikan BPDPKS yang clear sudah ada data koordinat dan tidak masuk dalam kawasan 1.961 bidang dan sertifikasi tercapai 2.053 bidang atau 37%dari target.

Ada tujuh kantor wilayah (kanwil) yang mencapai target 100% yaitu Lampung, Kalbar, Kaltim, Sulteng, Kalteng, Sulsel, Riau. Sisanya, Sultra 48%, Aceh 43%, Jambi 15% dan Sumut 11%.

Sedangkan Sulbar, Banten, Bengkulu, Sumbar, Sumsel tidak ada realisasi karena tidak ada CPCL dan CPCL yang ′clearand clean′ karena masuk dalam kawasan hutan atau telah bersertifikat.

Untuk meningkatkan capaian sertifikasi upaya yang dilakukan adalah lebih berkoordinasi antara kantor pertanahan provinsi/kabupaten/kota dengan dinas perkebunan.

Kalau data hanya perkiraan saja atau data glondongan hanya menyebutkan ada sekian hektar di kawasan ini maka penyelesaiannya akan sulit.

Baca juga : Viral, Bareng Istri Perwira AKP Tanpa Busana Digerebek Warga

Menurut Panggah, saat ini serapan dana untuk peremajaan sawit rakyat masih 10,72% dan kalau dikaji lagi lebih banyak petani plasma, sedang swadaya masih sedikit.
Peremajaan harus sukses untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Terkait hal tersebut, RCW telah menyiapkan data perusahaan kelapa sawit swasta di Sumatera Utara, Aceh dan Riau yang diduga melakukan perbuatan melawan hukum.

“Kami akan sampaikan nama-nama perusahaan yang memiliki lahan HGU diduga cacat hukum tidak sesuai dengan undang -undang nomor 39 tahun 2014,” ujar Ketua Umum RCW mengakhiri. (KRO/RD/Ans)