RADARINDO.co.id-Medan: Usai viral kasus rekayasa jual beli gula pada anak perusahaan PTPN yakni PT. KPBN yang mengakibatkan negera menderita kerugian sebesar Rp570 miliar, masih menarik dan menjadi perhatian publik.
Namun belakangan ini muncul isu aliran di PT. KPBN diduga terjadi rekayasa. Isu yang berkembang Jampidsus Kejaksaan Agung akan terus melanjutkan pengembangan kasus gula. Termasuk memori catatan utang piutang yang sudah masuk dalam rekaman jejak.
Baca juga : Pengurus Panti Asuhan di Medan Jadi Tersangka Eksploitasi Anak
Mengingat rencana penggabungan Holding Perkebunan beberapa PTPN akan menjadi satu. Yang konon merupakan Sub Holding Perkebunan pada 27 Oktober 2023 akan menjadi catatan finansial yang melekat.
Oleh karenanya, berkaitan utang dan piutang jangka pendek dan jangka panjang tidak sertamerta diputihkan. PT. KPBN sebagai anak perusahaan Holding Perkebunan Nusantara yang diberi kepercayaan dalam bidang, imbal jasa seperti CPO, PKO, PKM, Karet, teh, beras, gula, penyewaan tangki timbun, jasa logistik dan perkiraan harga CPO.
Penjualan kelapa sawit dan teh telah melakukan Rebranding dengan nama Indonesia Econom (Inacom) sejak 23 Mei 2019. Dimana penjualan Komoditas kelapa sawit dan teh dilakukan melalui sistem tender dan Bid Offer, mau pun Long Term Contract (LTC) yang mengacu pada formula harga sesuai Term of Regulation (TOR) tata cara dan ketentuan penjualan Komoditas perkebunan di PT.PKBN.
“Karena terdapat penjualan CPO milik PTPN4 melalui KPBN yang tersertifikasi RSPO pada bulan Januari sampai Desember 2022 sebanyak 189.675.370 ton (harga Rp112 per kg) atau sebesar Rp21.161.453.630 dan PKO bulan Januari sampai Desember 2022 sebanyak 24.107.800 ton (harga Rp1093/ kg) atau sebesar Rp26.340.108.340.
PTPN4 juga memiliki saham di PT. KPBN tahun 2022 sebesar Rp16,1 miliar dengan pencatatan laba Rp7,4 miliar atau 12,65%. Selain itu, terjadi penggabungan saham ditubuh manajemen PT. KPBN memborong saham yakni PT. SAN (16,152%) dan PT. ESW (12,65%).
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) sukses membongkar rekayasa transaksi gula di lingkungan anak perusahaan PTPN, yakni PT. KPBN dengan PT. ATN. Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat telah membongkar dugaan rekayasa transaksi gula, negara menderita kerugian sebesar Rp570 miliar lebih. Bahkan telah menetapkan tersangka.
“PT. KPBN yang merupakan anak perusahaan PTPN yang telah melakukan kerja sama pembelian gula dengan PT. ATN sejak 2020 hingga 2021. Hanya saja dalam pelaksanaannya, gula tidak pernah diserahkan kepada PT. KPBN”, ujar Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
“Untuk menutupi seolah-olah gula telah diserahkan kepada PT. KPBN digunakan skema roll-over, yaitu kontrak pertama selesai karena dibayar dengan kontrak kedua. Begitu seterusnya sampai dengan 12 kali kontrak, ujarnya lagi, Senin (9/10/2023) sesuai dikutip dari iNews.id.
Modus tersebut konon dilakukan secara profesional, licin dan licik. Bahwa PT. KPBN tidak pernah melakukan verifikasi dan klarifikasi terkait ketersediaan jumlah dan kualitas barang, ketersediaan Gudang, hingga teknis pengangkutan, ungkapnya.
Kepala Kejari Jakpus, Hari Wibowo, mengatakan PT. KPBN yang merupakan anak perusahaan PTPN yang telah melakukan kerja sama pembelian gula dengan PT. ATN sejak 2020 hingga 2021. Hanya saja dalam pelaksanaannya, gula tidak pernah diserahkan kepada PT. KPBN.
Hari menyebut, rekayasa transaksi gula tersebut telah merugikan negara senilai Rp570 miliar lebih. Sebanyak tiga orang pun ditetapkan sebagai tersangka yakni HS selaku Direktur Utama PT. ATN, HRS selaku mantan Direktur Utama PT.ATS sekaligus Direktur Utama PT. CAT, dan RA selaku SEVP Operation PT. KPBN 2019-2021.
“Akibat perbuatan para tersangka terindikasi merugikan keuangan negara dengan nilai total transaksi pembayaran sebesar Rp571.860.000.000,” ujarnya.
Aliran dana PT. KPBN kepada manajemen PTPN4 mencatat terdapat piutang KPBN tahun 2021 sebesar Rp398.942.000. Utang usaha tahun 2021 sebesar Rp2.854.297.456 dan tahun 2022 sebesar Rp1.598.150.624. Utang lain -lain tahun 2021 sebesar Rp10.010.145.674 dan tahun 2022 sebesar Rp9.151.805.843. Serta Serta liabilitas kontrak tahun 2021 sebesar Rp4.921.730.400 dan tahun 2022 sebesar Rp4.569.889.930.
Terdapat catatan aliran dana bahwa PTPN 3 menerima pendapatan dari kelompok usaha berdasarkan komoditas. Seluruh pendapatan untuk produk sawit, karet, gula, teh, dan gula tetes yang dilakukan PT. KPBN dan Holding Entitas anak perusahaan yang dibentuk oleh kelompok usaha yakni:
- Produk kelapa sawit tahun 2021 sebesar Rp 31.260.279.500.086 dan 2022 sebesar Rp32.732.126.643.063
- Produk tanaman lainya tahun 2021 sebesarbRp9.856.569.303.419 dan 2023 sebesar Rp11.171.171.320.980.
- Produk karet tahun 2021 sebesar Rp4. 849.584.278.922 dan tahun 2022 sebesar Rp4.139.258.055.860.
- Pendapatan lainnya tahun ini 2021 sebesar Rp7.603.228.683.036 dan 2022 sebesar Rp7.829.146.344.575.
“Atau total pendapatan tahun 2021 sebesar Rp53.569.661.765.461 dan tahun sebes6 2022 Rp55.863.302.364.478. Apakah ini benar, jika jelaskan secara jujur dan transfaran pendapatan tersebut kapan dan dari mana saja,” ungkapnya dengan nada bertanya.
Selain itu, terdapat aliran dana piutang PTPN2 kepada PT. SAN yang merupakan kepemilikan saham PT.KPBN tahun 2020 sebesar Rp5.974.404.823 dan tahun 2021 sebesar Rp3.865.422.912.
Sedangkan PTPN2 mencatat piutang ke PT.KPBN dalam bentuk jangka pendek tahun 2020 sebesar Rp11.041.634.697 dan tahun 2021 sebesar Rp4.165.145.783.
Baca juga : Diduga KKN, Pj Bupati Bekasi Didesak Pecat Dirut Perumda Tirta Bhagasasi
Sumber yang layak dipercaya mengatakan bahwa aliran dana tersebut patut dipertanyakan secara jujur dan transparan agar publik tidak mencurigai adanya indikasi rekayasa.
“Kenapa saya katakan demikian, bahkan catatan tersebut harus diungkap dan wujud dari realisasi serta dasar timbulnya utang. Saya mencurigai realisasi aliran dana sejak tahun 2013. Untuk tidak menimbulkan fitnah maka PT. KPBN harus mau menjelaskan secara jujur dan transparan,” ungkap sumber tegas.
Saya mendapat informasi, ujar sumber lagi, bahwa Holding Perkebunan dari PTPN I sampai PTPN XIV diduga memiliki catatan utang piutang dengan PT. KPBN.
“Kasus rekayasa jual beli gula di anak perusahaan PTPN yakni PT.KPBN yang merugikan uang negara sebesar Rp570 miliar, menjadi catatan buruk untuk tidak terulang kembali,” cetusnya.
Bahkan tidak tertutup kemungkinan pihak penyidik sudah melakukan Pulbaket. Namun sampai saat ini RADARINDO.co.id belum mendapat keterangan resmi dari Holding Perkebunan termasuk PT. KPBN.
(KRO/RD/TIM)