LIRA Soroti Vonis Bebas Koruptor di Aceh

194

RADARINDO.co.id – Banda Aceh : Dewan Pengurus Pusat Lumbung Informasi Rakyat (LIRA), menyoroti vonis ringan hingga bebas bagi pelaku koruptor di pengadilan tindak pidana korupsi (Tipidkor) Banda Aceh, di Provinsi Aceh.

Presiden LIRA Andi Syafrani, SHI, MCCL, didampingi Dewan Pengurus Daerah (DPD) LIRA Aceh Tenggara Muhammad Saleh Selian mengatakan, berdasarkan pengamatan mereka tren ini sangat dominan terjadi rasio 2022.

Baca Juga : Jampidsus Periksa Petinggi PLN Diduga Korupsi Pengadaan Tower Transmisi

“Mahkamah Agung harus mencermati tren hukuman ringan kepada pelaku korupsi. Dan perlu untuk mengidentifikasi hakim-hakim yang kerap melakukan hal tersebut,” Kata Presiden LIRA Andi Syafrani SHI, MCCL, kepada Awak Media , Selasa (26/7).

Berdasarkan pengamatan pihaknya, sejumlah terdakwa Tipidkor yang di Vonis bebas seperti dua terdakwa korupsi pembangunan Jetty Kuala Krueng Pudeng, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar dengan nilai Rp13,3 miliar.

Begitu juga pembacaan vonis bebas empat terdakwa dugaan korupsi pengadaan sapi pada Dinas Peternakan Provinsi Aceh dengan nilai Rp3,4 miliar, vonis dibacakan majelis hakim Nani Sukmawati.

Kasus mendapat Vonis ringan kasus Pembangunan Gedung Mobil, Terminal Nagan Raya, dimana majelis hakim memutuskan 2 tahun penjara, denda Rp50 juta subsidair 3 bulan kurungan, katanya lagi.

Padahal Jaksa Penuntut Umum (JPU) saat itu menuntut mantan Kepala Perhubungan Daerah itu mencapai 7,6 tahun penjara dan denda Rp500 juta subsidar 1 tahun kurungan dan uang pengganti Rp1,5 miliar.

Baca Juga : Patroli Terpadu Dalkarhutla Bersinergi TNI/POLRI di Kecamatan Siak Hulu

Aparat penegak hukum seakan tidak profesional melakukan penanganan kasus korupsi, dapat melukai rasa keadilan.

“Tidak hanya Mahkamah Agung, Komisi Yudisial juga perlu turun ke Aceh, untuk mengevaluasi para hakim yang menangani perkara korupsi di Provinsi Aceh,” pungkasnya.

Sejumlah kalangan aktivis LSM/NGO menyesalkan vonis ringan dan bebas, karena dapat menciderai rasa keadilan. Kasus tersebut layak dievaluasi kembali. (KRO/RO/TIM)