RADARINDO.co.id – Medan : Oknum diduga dari Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri, dilaporkan, terkait kasus dugaan penganiayaan dan intimidasi. Hal tersebut diungkapkan Galaxy Sagala SH, selaku kuasa hukum Tapian Nauli Malau, kepada awak media usai menjalani pemeriksaan di Bid Propam Polda Sumut, Selasa (10/6/2025).
Dalam pernyataannya, Tapian Nauli Malau, mengungkapkan bahwa anaknya menjadi korban dugaan penganiayaan dan intimidasi yang melibatkan oknum diduga dari Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri.
Baca juga: Ciptakan Rasa Aman, Polresta Deli Serdang Laksanakan Patroli Blue Light
Hasil investigasi resmi dari Div Propam Mabes Polri, menyatakan bahwa para oknum tersebut telah melanggar kode etik profesi dan telah diproses menuju sidang etik.
“Jadi terhadap yang kami laporkan di Kadiv Propam Mabes Polri, benar mereka memang sudah terbukti melakukan pelanggaran kode etik. Disana, Tapian Nauli Malau menerangkan bagaimana kejadian yang sebenarnya. Mereka datang di hari pemilu. Hal-hal yang enggak masuk akal, belum lagi mereka datang tanpa pemberitahuan dari Polres Simalungun atau didampingi Polres,” kata Galaxy Sagala.
Kasus ini bermula pada 27 November 2024, yang bertepatan pada pesta demokrasi pemilihan kepala daerah serentak di seluruh Indonesia.
Tapian Nauli Malau menjelaskan, sejumlah pria tak dikenal yang mengaku dari Satgas Anti Mafia Tanah Mabes Polri mendatangi lokasi lahan milik PT Sipiso-Piso Soadamara tanpa pemberitahuan resmi, tanpa mengundang kepala desa, dan tanpa pelaporan dari Polres Simalungun.
“Pada saat itu, mereka tidak membawa surat tugas, tidak memberi tahu siapapun, bahkan sempat mengintimidasi karyawan kami. Salah satu yang mereka aniaya adalah anak saya sendiri, Ashindo Malau,” ungkap Tapian.
Tak hanya itu, para oknum tersebut juga diduga kuat melakukan intimidasi verbal dan pengusiran paksa dengan cara kasar. Mereka berkata kasar, menggertak, menyuruh keluar, bahkan menyebut kalau tanah itu adalah milik mereka.
“Salah satu dari mereka mengatakan, ‘ini tanah saya, kau keluar dari sini!. Ini bukan tanah bapakmu!’. Tentunya kata-kata itu sangat tidak pantas diucapkan oleh aparat,” ucapnya geram.
Tapian juga mengungkap bahwa para pelaku tidak semua menunjukkan identitas resmi. Salah satu Kartu Tanda Anggota (KTA) yang diperlihatkan ternyata bukan milik yang bersangkutan. Hal itu sempat membuat pihak Tapian kesulitan mengidentifikasi mereka.
Setelah melalui proses investigasi internal, Propam Mabes Polri menyatakan dalam Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyelidikan (SP2HP) bahwa telah ditemukan bukti cukup terkait pelanggaran kode etik dan tindakan penganiayaan oleh anggota Satgas Anti Mafia Tanah dari Dittipidum Bareskrim Polri.
Perkara tersebut kini telah dilimpahkan ke Wabprof untuk ditindaklanjuti melalui sidang etik lanjutan. Surat bernomor B/1484/III/WAS.2.4./2025/Divpropam tertanggal 9 Maret 2025 itu ditandatangani Kombes Pol Bambang Satriawan, SIK, SH, MH selaku Kabagbinpam Div Propam Polri.
Dalam surat tersebut menyebutkan bahwa penyelidikan telah dilakukan sesuai perintah Kadiv Propam dan melibatkan pemeriksaan di wilayah hukum Polda Sumut serta Polda Metro Jaya.
Meski demikian, Div Propam menegaskan bahwa SP2HP tersebut hanya sebagai informasi administratif dan tidak bisa digunakan sebagai alat bukti dalam peradilan.
Laporan resmi ke Polres Simalungun juga telah dilakukan pihsk Tapian Nauli Malau dengan nomor LP/B/346/XI/2024/SPKT/POLRES SIMALUNGUN tertanggal 30 November 2024.
Dalam laporan itu, Tapian menyebut dua nama terlapor yakni berinisial HB dan SP, yang diduga sebagai bagian dari rombongan yang datang secara sepihak serta melakukan klaim atas tanah milik PT Sipiso-Piso Soadamara.
Saksi Josua Cristoffel Hutabarat menuturkan bahwa saat kejadian ia mencoba merekam peristiwa tersebut, namun dicegah secara kasar dan nyaris kehilangan ponselnya.
“Kau jangan rekam-rekam!. Keluar kalian semua dari sini!,” teriak salah satu dari mereka, sebagaimana dikutip dari laporan.
Baca juga: Tembakau Deli Harus Tetap Dipertahankan Sebagai Warisan Sejarah
Tapian merasa sangat puas atas respons cepat dan tegas dari Div Propam Polri, Diharapkan, keadilan ini juga bisa dirasakan oleh masyarakat kecil lainnya yang sering menjadi korban arogansi oknum aparat.
“Semoga ini jadi pembelajaran dan tidak ada lagi aparat yang sewenang-wenang terhadap masyarakat,” tutup Tapian yang selama ini telah menguasai lahan tersebut secara sah berdasarkan sertifikat resmi, namun justru mendapat perlakuan tidak adil.
Saat ini, pihaknya menanti hasil sidang etik lanjutan dari Wabprof Div Propam Polri sambil berharap proses hukum di Polres Simalungun terkait laporan penyerobotan lahan sejak 2021 segera mendapatkan kejelasan. (KRO/RD/Tim)