RADARINDO.co.id – Medan : Pengadaan obat dan Barang Medis Pakai Habis (BMPH) TA 2023 pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Langkat, terindikasi korupsi dan merugikan keuangan negara.
Berdasarkan laporan sumber masyarakat kepada KORAN RADAR GROUP RADARINDO.co.id, Dinkes Langkat telah menganggarkan belanja barang sebesar Rp110.531.521.465, dengan realisasi sampai 30 November 2023 sebesar Rp63.981.176.792, atau sebesar 57,89%.
Dari belanja tersebut, terdapat anggaran belanja Barang Medis Pakai Habis (BMPH) sebesar Rp110.484.346.683, dengan realisasi sebesar Rp63.936.089.792. Namun, dari cek fisik pada gudang farmasi, terdapat pengadaan enam obat dengan masa kadaluarsa kurang dari dua tahun.
Baca juga: Pengadaan Karya Rekam Digital Dinas Kearsipan dan Perpustakaan Langkat “Tak Sesuai Spesifikasi”
Persediaan obat/BMHP pada Dinkes realisasi bahwa bukti pertanggungjawaban atas pengadaan obat TA 2023, diketahui terdapat enam jenis obat senilai Rp745.375.000, yang berasal dari empat penyedia, dengan masa kadaluarsa kurang dari dua tahun (24 bulan).
Obat dengan masa kadaluarsa kurang dari dua tahun tersebut diantaranya Glimefion tablet, Zinfion sirup, Calmor, Fibumin Plus, Chlodine swab, Metraclin, dan Jerrycan. Diduga, semua obat dengan masa kadaluarsa kurang dari dua tahun masih disimpan di gudang farmasi dan didistribusikan ke puskesmas-puskesmas pada Desember 2023.
“Ini sangat berbahaya bagi keselamatan pasien, bahkan bisa mengancam nyawa bila obat yang sudah kadaluarsa masih diedarkan,” ujar sumber kepada RADARINDO.co.id disampaikan secara tertulis.
Permintaan obat (LPLPO) yang disampaikan oleh puskesmas sampai tanggal 12 Desember 2023. Pengadaan BMHP tidak mempertimbangkan wadah atau tempat penyimpanan yang tersedia. Pengadaan BMHP dilaksanakan oleh PT RN melalui surat pesanan Nomor 20-56/PPK – EPURCH/DAK/2023 tanggal 24 Mei 2023, dengan nilai pesanan sebesar Rp1.802.260.000. Pekerjaan tersebut telah dibayar dengan SP2D Nomor 03966-1-02.0-00.0-00.1.0.0-112023 tanggal 22 November 2023.
Dari pengadaan BMHP Skrining PTM tersebut, diantaranya terdapat pengadaan Proline Cholesterol FS10 yang dilaksanakan oleh Dinkes berdasarkan data Rencana Kebutuhan BMHP pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) tahun 2023 dari bagian program Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Kesehatan Jiwa, sebanyak 2.200 kotak.
Berdasarkan data tersebut, Dinkes melalui pejabat pengadaan dan PPK telah menunjuk PT RN sebagai penyedia Proline Cholesterol FS10. Barang telah diterima sebanyak 2.200 kotak dan telah dilakukan serah terima barang pada tanggal 1 Oktober 2023 antara penyedia dan Dinkes. Masa kadaluarsa Proline Cholesterol FS10 tersebut sampai dengan Juni 2025.
Konon menurut Sub Koordinator Program PTM dan Keswa, diketahui satu kotak Proline Cholesterol FS10 berisi enam tube. Sedangkan satu tube bisa digunakan untuk 40 orang atau 40 kali pemakaian, sehingga satu kotak Proline Cholesterol FS10 bisa digunakan untuk pengujian kepada 240 orang. Dengan demikian, Proline Cholesterol FS10 sebanyak 2.200 kotak bisa digunakan untuk 528.000 orang.
Bagian program PTM dan Keswa tidak mengetahui bahwa penyimpanan Proline Cholesterol FS10 harus disimpan pada suhu 2 – 8°C, sedangkan kapasitas fasilitas penyimpanan (wadah) obat/BMHP pada unit Farmasi dengan suhu seperti yang disyaratkan hanya mampu menampung sebanyak 1.178 kotak atau sebanyak 7.068 tube.
Fasilitas pendingin (wadah) pada gudang farmasi tidak dapat menampung keseluruhan Proline Cholesterol FS10. Pada saat dilakukan cek fisik sebanyak 1.022 kotak atau 6.132 tube Proline Cholesterol FS10 senilai Rp589.898.400, hanya disimpan pada ruangan yang dilengkapi unit pendingin Air Conditioner (AC) yang memiliki suhu minimum 16°C.
Dengan demikian ruangan pendingin dengan AC tidak memenuhi syarat penyimpanan BMHP dan menimbulkan risiko kerusakan BMHP yang tidak dapat dihindarkan. Pada bulan Desember, Proline Cholesterol FS10 direncanakan akan didistribusikan ke 32 puskesmas yang berada pada 23 kecamatan. Padahal, penggunaan Proline Cholesterol FS10 harus menggunakan alat mindray.
Ternyata alat tersebut tidak tersedia pada puskesmas-puskesmas dan hanya ada di Labkesda Dinkes. Alat tersebut bekerja dengan cara mengambil sampel darah melalui pembuluh darah vena, sedangkan pada seluruh puskesmas hanya memiliki alat sederhana dengan cara pengambilan darah melalui jari.
Sehingga, apabila puskesmas akan menggunakan Proline Cholesterol FS10, maka sampel yang diambil harus diantarkan ke Labkesda Dinkes. Sampel yang tidak disimpan pada wadah yang memadai juga berpotensi rusak.
Selain itu, seluruh puskesamas juga tidak memiliki fasilitas pendingin sesuai dengan syarat penyimpanan BMHP Proline Cholesterol FS10. Menunjukkan Labkesda Dinkes tidak memperhitungkan sarana dan prasarana tempat penyimpanan yang dipersyaratkan. Sehingga terdapat Proline Cholesterol FS10 yang tidak berada dalam wadah/lemari pendingin dengan suhu 2 – 8°C yang merupakan syarat agar fungsi reagen stabil.
Akibatnya, sebanyak 1.022 kotak Proline Cholesterol FS10 senilai Rp589.898.400 yang tidak tersimpan pada ruang penyimpanan yang dipersyaratan, beresiko tidak dapat dimanfaatkan.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Permenkes Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, tentang pengadaan, yang menyatakan bahwa hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP antara lain masa kadaluarsa (expired date) minimal dua tahun, kecuali untuk sediaan farmasi, alat kesehatan, dan BMHP tertentu (vaksin, reagensia, dan lain-lain), atau pada kondisi tertentu yang dapat dipertanggungjawabkan.
Tentang penyimpanan, yang menyatakan bahwa penyimpanan harus dapat menjamin kualitas dan keamanan Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai sesuai dengan persyaratan kefarmasian. Persyaratan kefarmasian yang dimaksud meliputi persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban, ventilasi, dan penggolongan jenis sediaan Farmasi, alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai.
Surat Edaran Nomor Hk.02.01/Menkes/238/2017 tentang kriteria batas kedaluarsa obat dan perbekalan kesehatan untuk pengadaan obat publik dan perbekalan kesehatan yang menyatakan bahwa obat dan perbekalan kesehatan yang diadakan mempunyai batas kedaluarsa paling singkat 2 (dua) tahun pada saat diterima.
Batas kedaluarsa obat dan perbekalan kesehatan mengacu kepada data stabilitas/masa edar (shelf life) dari Kementerian Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan.
Dalam hal pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tertentu misalnya vaksin, preparat biologis, reagen, serum, atau obat dan perbekalan kesehatan lainnya yang memiliki stabilitas/masa edar (shelf life) kurang dari atau sama dengan 2 (dua) tahun, maka batas kedaluarsa kurang dari 2 (dua) tahun pada saat diterima.
Syarat dan ketentuan pada Surat Pesanan nomor 1 tentang tanggungjawab penyedia yang menyatakan penyedia bertanggungjawab atas keamanan, kualitas dan kuantitas barang yang dipesan.
Permasalahan mengakibatkan obat dengan masa kadaluarsa kurang dari dua tahun berisiko tidak dapat dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pengadaannya dan Kualitas dan masa manfaat BMHP Proline Cholesterol FS10 sebanyak 1.022 kotak berisiko tidak tercapai dan BMHP tersebut berisiko tinggi menjadi rusak serta atas penggunaanya tidak dapat diketahui dampaknya pada pengguna/memberikan informasi yang keliru.
Hal tersebut disebabkan Kepala Dinas Kesehatan selaku PA tidak memperhatikan kebutuhan tempat penyimpanan barang saat melakukan pengadaan. PPTK tidak memperhatikan masa kadaluarsa obat pada saat menerima barang.
Baca juga: Dinkes Pemkab Batubara Terindikasi Tak Jujur Realisasi Kegiatan Berpotensi Korupsi
Surat Edaran Nomor Hk.02.01/Menkes/238/2017 Tentang Kriteria Batas Kedaluarsa Obat dan Perbekalan Kesehatan untuk Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan menyatakan bahwa:
1. Obat dan perbekalan kesehatan yang diadakan mempunyai batas kedaluarsa paling singkat 2 (dua) tahun pada saat diterima.
2. Batas kedaluarsa obat dan perbekalan kesehatan mengacu kepada data stabilitas/masa edar (shelf life) dari Kementerian Kesehatan atau Badan Pengawas Obat dan Makanan.
3. Dalam hal pengadaan obat dan perbekalan kesehatan tertentu misalnya vaksin, preparat biologis, reagen, serum, atau obat dan perbekalan kesehatan lainnya yang memiliki stabilitas/masa edar (shelf life) kurang dari atau sama dengan 2 (dua) tahun, maka batas kedaluwarsa kurang dari 2 (dua) tahun pada saat diterima.
“Maka indikasi perbuatan melawan hukum yang terjadi di Dinas Kesehatan Langkat Tahun Anggaran 2023 dapat menjadi pintu masuk untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan realisasi kegiatan yang sama. Tidak tertutup kemungkinan terjadinya perbuatan melawan hukum dan merugikan keuangan negara dan memperkaya diri. Maka kasus tersebut harus diusut tuntas sehingga tidak terjadi kelalaian yang serupa,” tegas sumber.
Hingga berita ini dilansir RADARINDO.co.id Kepala Dinas Kesehatan Langkat sudah dikonfirmasi via WA ke seluler pribadinya. (KRO/RD/01)