Polisi Diminta Usut Dugaan Korupsi Pagar Laut Tangerang

31

RADARINDO.co.id – Jakarta : Kejaksaan Agung (Kejagung) meminta penyidik Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengusut dugaan korupsi dalam perkara pagar laut di perairan Kabupaten Tangerang, Jawa Barat. Hal ini berdasarkan hasil analisis jaksa penuntut umum (JPU) usai menerima berkas perkara kasus itu.

Baca juga: Oknum TNI AL Diduga Bunuh Wartawati di Banjarbaru

“Berdasarkan hasil analisis hukum, Jaksa Penuntut Umum memberikan petunjuk agar penyidikan perkara ini ditindaklanjuti ke ranah tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Tipikor,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar dalam keterangannya, dikutip, Kamis (27/3/2025).

Kejagung kembali melimpahkan berkas perkara kasus tersebut kepada penyidik Bareskrim agar ditindaklanjuti sesuai petunjuk itu. “Untuk itu, koordinasi lebihlanjut dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus diperlukan guna memastikan proses hukum berjalan sesuai ketentuan,” ujarnya.

Pihak JPU juga menduga ada indikasi telah terjadi gratifikasi dan suap dalam proses perizinan yang dilakukan oleh Kepala Desa Kohod, Arsin, dan tiga tersangka lainnya. Diduga, dalam proses penerbitan sertifikat hak milik (SHM), sertifikat hak guna bangunan (SHGB), serta izin terkait dilakukan secara melawan hukum.

“Dugaan tersebut meliputi pemalsuan dokumen, penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik, serta adanya indikasi penerimaan gratifikasi atau suap oleh para tersangka, termasuk Kepala Desa dan Sekretaris Desa Kohod,” ungkap Harli.

Selain itu, JPU menilai proses pemalsuan dokumen ini diduga mengakibatkan kerugian negara dan kerugian perekonomian. Harli menjelaskan, JPU menduga bahwa penerbitan sertifikat ini dilakukan untuk memperoleh keuntungan secara tidak sah dalam proyek pengembangan kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2 Tropical Coastland.

Baca juga: Gudang Motor Bodong Digerebek Polisi, Belasan Unit Disita

“Ditemukan potensi kerugian keuangan negara dan kerugian perekonomian negara sebagai akibat dari penguasaan wilayah laut secara ilegal. Hal ini termasuk penerbitan izin dan sertifikat tanpa izin reklamasi maupun izin PKK-PR Laut sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Harli. (KRO/RD/Komp)