RADARINDO.co.id-Medan: Aparat Penegak Hukum (APH) dinilai tak berdaya menangani kasus yang dilaporkan kelompok Masyarakat Cinta Keadilan (MCK) atas dugaan penyelewengan dana APBN tahun 2020-2021 tentang penanaman reboisasi mangrove di Kelurahan Nelayan Indah Kota Medan dan Kabupaten Langkat.
Serta ribuan hektar alih fungsi Kawasan Hutan Negara yang telah beralih menjadi perkebunan sawit, pertambakan udang dan ikan. Serta peruntukan lainnya, itu semua terbukti sejak bulan Januari 2021, tepatnya pada tanggal 17 Januari 2021 dimana telah dilaporkan oleh kelompok MCK ke pihak Polres Langkat.
Baca juga : Perkebunan Sawit Dituding Rugikan Negara 10 Triliun Akhirnya Digeledah Penyidik, Begini Kasusnya
Semua alat bukti yang dimiliki tanpa ada perkembangan yang berarti selanjutnya. Pihak MCK meningkatkan laporannya ke Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara pada tanggal 9 September 2022 berikut dengan alat bukti yang dimiliki serta rangkuman masalah kasus yang dilaporkan karena juga tidak ada perkembangan atas kasus yang di laporkan.
Kembali pihak MCK menyusuli surat laporan terdahulu dengan surat-surat tertanggal 30 Nopember 2022, Januari 2023 disusul kembali dengan surat tertanggal 3 Mei 2023, akan tetapi hingga kini tidak ada perkembangan/pemberitahuan sama sekali atas kasus yang di laporkan.
“Jadi bukan satu jaminan bergambar bersama dengan Bapak Kajatisu Idianto, SH, MH dan langsung menyerahkan laporan akan hal tersebut diatas di ruang kerja Bapak KAJATISU dan langsung juga diterima di hadapan Bapak Kajatisu oleh Bapak Alof Sianturi (Pidsus) untuk segera dapat di proses dengan bukti-bukti yang kami rasa sudah cukup untuk diproses peristiwa pidananya”, ujar Ketua MCK A. Fsuzi kepada RADARINDO.CO.ID Sabtu (20/05/2023).
Apalagi kita ambil saja contoh kecilnya dengan turun melihat langsung fisik penanaman reboisasi mangrove yang telah dipercayakan kepada ketiga Kelompok Tani Hutan (KTH) oleh Pihak BPDASHL Wampu Sei Ular Dinas Kehutanan Provinsi serta KPH Kab. Langkat.
“Dengan total luas seluruhnya 671 Ha, sementara yang ditanam oleh Ketiga KTH yang ada di lokasi Desa Alur Cempedak Kec. Pangkalan Susu tersebut hanya sekitar 5 Hektar saja, diperparah lagi dimana luas wilayah desa tersebut hanya 410 hektar dan lokasi tersebut sama sekali tidak masuk dalam Pemetaan Mangrove Nasional (PMN RI),” tegas Fauzi.
Kami berharap aparat penegak hukum bersedia turun kelapangan untuk membuktikan kasus yang kami laporkan agar tidak timbul bahasa-bahasa fitnah, adanya unsur kebencian dan seterusnya, begitu pula atas penanaman reboisasi mangrove oleh KTH Peduli Pesisir di Kelurahan Beras Basah dengan luas 204Ha, lokasi Wahan Hijau 305 Ha di Desa Pangkalan Siata dan yang lainnya, ungkapnya.
Mengingat kasus reboisasi mangrove ini sudah banyak yang melaporkan kepada aparat penegak hukum khususnya di Kabupaten Langkat dimana kasus ini telah ditangani oleh pihak Kejaksaan Negeri Langkat di Stabat oleh satu dan lain hal kasusnya ditarik ke Kejaksaan Tinggi di Sumatera Utara.
Apakah kurang mampunya SDM di Kejaksaan Negeri Langkat tersebut sehingga harus ditarik dan ditangani oleh pihak kejaksaan tinggi, mungkin di kasus reboisasi mangrove ini harus agak ekstra hati-hati dan khusus penangannya, jadi tidak seperti menangani kasus-kasus pengembat dana APBD seperti halnya kasus Lurah Bukit Jengkol.
Baca juga : 46 Saksi Dugaan Korupsi BPRS Kota Juang Diperiksa
Yang menjadi pertanyaan kami Tim MCK tersebut mengapa untuk kasus penanaman reboisasi mangrove ini sangat sulit sekali pembuktiannya, dimana menurut kami ada baiknya ditinjau saja lokasi-lokasi yang ditanami Mangrove tersebut apakah telah sesuai kontrak yang diberikan oleh pihak BPDASHL Wampu Sei Ular kepada para KTH begitu juga halnya tentang kasus ribuan hektar perambahan kawasan hutan Negara yang telah beralih fungsi menjadi areal perkebunan sawit.
Pertambakan udang/ikan serta peruntukan lainnya, dimana yang lebih menyakitkan lagi ada kawasan Hutan Negara diperjual belikan oleh warga keturunan senilai hampir Rp9 miliyar dengan menggunakan surat-surat yang pantas sangat diragukan keabsahannya.
“Semua data-datanya sudah kami lampirkan baik ketingkat pusat, provinsi maupun kabupaten, akan tetapi hingga kini tidak ada perkembangan atas kasus-kasus yang kami laporkan,” ucap salah satu Tim MCK kepada RADARINDO.co.id. (KRO/RD/TIM)