RADARINDO.co.id – Medan : Siapapun tak ingin mendapatkan musibah dalam kehidupannya. Namun, musibah merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Dengan adanya musibah, manusia berpikir dan berusaha untuk mengurangi dampak secara psikologis dan dampak ekonomi.
Musibah secara garis besar berdampak faktor psikologis hendaknya jangan menjadikan gejolak sosial yang lebih besar dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Mengapa dikatakan demikian?. Dari sisi kemanusiaan kedekatan individu-individu dalam satu keluarga, kelompok atau golongan melahirkan suatu ikatan emosional. Rasa simpati dan empati dan rasa senasib sepenanggungan. Adanya musibah yang dialami ditambah faktor ekonomi karena rendahnya kepedulian akan menimbulkan luka dan duka yang semakin mendalam.
Apa yang disampaikan oleh penulis bukan untuk pencitraan dalam bentuk puja-puji melainkan sebuah apresiasi terhadap sebuah kebijakan yang memberi manfaat atas hadirnya negara terhadap warganegaranya dalam hal ini pihak Pemerintah Kota Medan yang digagas oleh Bobby Afif Nasution semasa menjabat Walikota Medan lewat program Universal Health Coverage Jaminan Kesehatan Medan Berkah (UHC-JKMB).
Saat itu ada yang bersikap pesimis dan skeptis, benar apa tidak program ini?. Ah…pencitraan !, kurang apalagi dengan layanan BPJS dan KIS?. “Ini proyek lahan baru untuk korupsi”. Berbagai opini sontak merebak memenuhi laman berita hingga perbincangan di warung kopi pinggir jalan.
Sementara di sisi yang lain menyambut dengan antusias, semoga program ini berjalan dengan baik. “Uwak apa mau sakit meski berobat gratis”?. Ungkapan satir terdengar saat seorang bapak penarik becak dayung di Pajak Kampung Durian ikut obrolan di sebuah warung kopi. Dia mendukung program itu untuk menolong rakyat kecil.
Program itu berjalan dengan baik dengan mekanisme yang tak ribet dan ruwet. Tak perlu bayar iuran bulanan selayaknya program yang lain, cukup bermodal KTP dan KK warga Kota Medan sudah mendapat fasilitas kesehatan gratis.
Tahun 2023 awal-awal Ramadhan 1444 H, ibunda penulis mulai jatuh sakit, bawa ke Puskesmas, panggil dokter, bawa ke klinik dan rumah sakit hingga menghembuskan nafas terakhir pada 3 Syawal 1444 Hijiriah (Almh. Hj. Salmiyah).
Setelah bolak-balik hingga pada akhirnya dirujuk ke Rumah Sakit Universitas Sumatera Utara (RS USU) Jl. Dr. Mansyur yang merupakan pabriknya para dokter dan paramedis karena sudah menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran USU.
Selama menjalani masa perawatan ibunda mendapatkan perhatian yang cukup baik dari para dokter dan paramedis. Tahapan pemeriksaan kesehatan (visit dokter, check darah bahkan sampai pemeriksaan jantung) dan obat-obatan juga diberikan yang terbaik.
Namun takdir berkata lain, Sang Maha Pencipta punya kehendak. Bukan obat yang tak manjur, bukan dokter yang tak berilmu dan bukan pula do’a- do’a yang tak maqbul, tapi Kuasa Allah SWT berkata bahwa Dia adalah Sang Pemilik.
Seandainya saat itu Program UHC-JKMB belum ada, tentu biaya yang harus dikeluarkan sangat besar sekali selama 12 hari opname di rumah sakit. pihak keluarga tidak mengeluarkan uang sama sekali untuk biaya perobatan dan semua itu ditanggung oleh pihak Pemko Medan lewat program UHC-JKMB.
Kini Ibunda sudah tak bersama lagi pun sang walikota Bobby Afif Nasution sudah tak menjabat lagi, semoga penerusnya tetap melanjutkan program ini dengan sebaik-baiknya.
Masa jabatan walikota ada batasnya, para pelaksana UHC-JKMB juga ada batas masa jabatan dan batas umur tapi percayalah pengabdian yang terbaik akan menumbuhkan benih yang baik pula. Rezeki yang berkah akan membawa manfaat menjadi hidup yang penuh keberkahan. Berkah sehat, berkah rezeki dan berkah umur.
Keberkahan Program UHC-JKMB akan bermanfaat bagi orang banyak lintas etnis, suku dan agama warga Kota Medan. Program kesehatan yang digagas dengan nilai-nilai luhur dan amanah tentu akan membawa semangat baru dalam memberikan pelayanan pemerintahan Kota Medan di bidang kesehatan.
Kenangan itu kini mengalir kembali di penghujung bulan Sya’ban menjelang Ramadhan 2025. Ya…Bulan Ramadhan yang penuh perjuangan saat itu di penghujung Ramadhan 1444 H, terkenang saat menjaga ibunda seorang diri di RS USU, lamat-lamat di kejauhan terdengar lantunan Takbir, Tasbih dan Tahmid berkumandang. “Mak, esok Hari Raya, mamak sehat ya,” ucapku lirih hingga tanpa terasa air mata mengalir. (Budi Sudarman)