Inilah 10 Kasus Kekerasan di Satuan Pendidikan

57

RADARINDO.co.id – Jakarta : Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mencatat, dari Januari hingga 18 Februari 2023, ada 10 kasus kekerasan seksual terhadap anak di satuan pendidikan, baik di satuan pendidikan berasrama maupun yang nonasrama.

Sembilan kasus tercatat sudah dilaporkan kepada pihak Kepolisian dan semua dalam proses penanganan oleh Kepolisian. Sedangkan satu kasus di Gunung Kidul diselesaikan dengan memindahkan kelas mengajar dan pengurangan jam mengajar guru pelaku.

Baca juga : Kejagung Periksa Saksi Kasus Dugaan Korupsi Dapen Pelindo

“FSGI mengkritik hukuman semacam itu, karena tidak mempertimbangkan kondisi psikologis korban yang masih bersekolah di situ dan kemungkinan besar setiap hari bertemu oknum guru pelaku di lingkungan sekolah itu. Sementara guru pelaku tetap berpotensi melakukan hal yang sama tapi pada anak yang lain,” kata Ketua Dewan Pakar FSGI, Retno Listyarti dalam keterangan tertulisnya, dilansir dari tempo, Selasa (21/2/2023).

Dikatakannya, keputusan hukuman semacam itu tidak akan menimbulkan efek jera pada pelaku dan tidak berpresfektif melindungi anak di lingkungan sekolah. FSGI menemukan sebanyak 50 persen kasus kekerasan seksual terjadi di jenjang SD atau MI, 10 persen di jenjang SMP, dan 40 persen di Pondok Pesantren.

Dari 10 kasus tersebut, 60 persen satuan pendidikan tersebut dibawah kewenangan Kementerian Agama dan 40 persen dibawah kewenangan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).

Retno mengatakan, pelaku kekerasan seksual di lingkungan satuan pendidikan ada 10 orang, yang semuanya laki-laki. Adapun status pelaku, yaitu pimpinan pondok pesantren dan guru sebagai pelaku merupakan jumlah terbesar dengan masing-masing sebanyak 40 persen, kepala sekolah dan penjaga sekolah masing-masing 10 persen.

Sedangkan korban total 86 anak, baik laki-laki maupun perempuan. Anak korban laki-laki sebanyak 37,20 persen dan korban anak perempuan mencapai 62,80 persen.

Sekjen FSGI, Heru Purnomo mengatakan, ada satu kasus atau 10 persen kekerasan seksual terhadap anak yang berbasis daring pada 2023 dan 90 persen kasus dilakukan secara luring oleh pelaku. Kekerasan seksual berbasis daring terjadi di awal 2023 ini, menyasar anak-anak usia SD dengan jumlah korbannya 36 anak, dan 22 anak dari 36 tersebut merupakan teman satu sekolah yang sama, laki-laki maupun perempuan.

Baca juga : Bupati Batu Bara Tinjau Pembangunan Taman Sei Bejangkar

“Korban rata-rata berusia 12 tahun, dikenal pelaku melalui akun facebook. Modus pelaku mengirimkan konten pornografi melalui grup WhatsApp anak-anak korban dan video call pribadi dengan meminta anak korban melepas pakaiannya,” ujar Heru.

Dengan temuan ini, FSGI mendorong Pemerintah Pusat maupun daerah untuk memastikan para pendidik yang menjadi pelaku kekerasan seksual pada anak didiknya harus di pidana sebagai efek jera.

“Mendorong hukuman pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak sesuai dengan mandat dari UU RI Nomor 12 tahun 2022 tentang tindak pidana kekerasan seksual yang menyatakan bahwa perkara tindak pidana kekerasan seksual, tidak dapat diselesaikan di luar proses peradilan,” kata Heru. (KRO/RD/TEMP)