Jalan “Ninja” Pagar Bambu di Tangerang

40

RADARINDO.co.id – Medan : Masih seputar “pagar bambu” di Tangerang yang saat ini sedang ramai dibicarakan publik lewat media sosial, obrolan dan debat di warung kopi. Pagar bambu sepanjang 30,16 km itu disebagian yang lain ini merupakan proyek misterius bak Candi Sewu yang ditarget dalam 1 malam harus selesai tetapi pada sebagian yang lainnya mengganggap ini sebuah proyek prestisius yang banyak melibatkan banyak pihak.

Saling bantah, saling tuding dan saling lepas tangan memenuhi halaman berita media cetak, online dan elektronik. Semuanya menyiapkan cuci tangan di sebuah tempat mangkuk yang kecil seperti kobokan.

Baca juga: Program Menimba Laut

Ada yang menyatakan tidak tahu tentang keberadaannya. Ada yang menyatakan sikap bahwa pagar bambu itu untuk menahan abrasi dan mitigasi tsunami setengah hati. Pro dan kontra menyikapi keberadaannya terlebih mengaitkan dengan keberadaan pengembang yang pada akhirnya pengembang tersebut membantah telah melakukan intimidasi pengusiran dan pemasangan pagar bambu.

Terlepas dari keberadaannya, pagar bambu sepanjang itu pastinya memerlukan biaya yang tidak sedikit. Yang secara akal sehat semua itu tidak mungkin dilakukan oleh para nelayan serta kelompok warga masyarakat seperti klaim sepihak yang disampaikan oleh Jaringan Rakyat Pantura (JRP). Dan soal pelaku akan sangat sulit untuk diungkap apa sebenarnya motif dibalik itu semua.

Munculnya pagar bambu yang membentang sepanjang 30,16 km di 16 desa di 6 kecamatan yang berjarak 500 meter dari bibir pantai di Kabupaten Tangerang tersebut sontak membuat publik menjadi geger. Yang lebih aneh lagi, pihak pemerintah setempat membuat statemen tidak mengetahui sama sekali.

Begitulah cara bekerja uang bagaikan kelebat Ninja dalam hikayat cerita yang pernah masyhur pada abad 15 hingga abad 16. Keberadaan Ninja (Shinobi) pada zamannya bekerja dalam senyap, sesaat menjelma menjadi pedagang, pekerja, dan semua jenis profesi dilakoni untuk mengumpulkan data-data dan selanjutnya menghabisi orang yang menentang kebijakan dari si tuannya Ninja.

Profesi Ninja yang serba terlatih dalam ilmu bela diri, mahir menggunakan senjata rahasia dan cekatan dalam menggunakan Katana (pedang khas Jepang) kerap digambarkan sebagai sosok Hero yang patuh terhadap perintah tuannya. Dirinya sanggup mati (Harakiri/seppuku) agar rahasia itu tersimpan dengan baik dengan menelan racun agar ruh ditubuhnya melayang.

Kini di abad 20 Ninja itu berubah wujud menjadi uang yang digerakkan oleh orang-orang yang berkepentingan untuk mempengaruhi kebijakan dan keputusan. Pemerintah dan penegak hukum setempat tidak berani bersuara untuk sekedar menolak. Aneh dan ajaib sekali hanya cuma menyegel tanpa mengusut siapa pelakunya.

Senjata rahasia itu bernama uang, apakah dalam pecahan Dollar Amerika, Dollar Singapura atau Rupiah Indonesia. Uang itu bukan hanya saja sanggup membunuh ruh dari badan tapi membunuh hati nurani. Sikap buas dan beringas yang dibungkus dengan retorika bahasa yang lemah dan lembut.

Jangan pernah bertanya tentang studi kelayakan, adopsi ilmu pengetahuan dan jangan bertanya soal teknologi terapan yang sudah pernah ada, apa fungsi pagar bambu itu sebenarnya atau sekedar bertanya tentang psikologi massa keberadaan pagar bambu itu, jawabnya takkan pernah ada.

Unik bagai kisah Candi Sewu yang hadir dalam waktu 1 malam dalam legenda Rara Jonggrang dan kisah cinta Bandung Bondowoso dan licin bagai belut, bak Ninja di Kekaisaran Jepang. Itulah kisah dibalik pagar bambu di era saat ini.

Baca juga: Refleksi Guru untuk Pendidikan Bermutu

Kini pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah meyegel pagar bambu tersebut yang menuai polemik di kalangan publik. Namun inti dari persoalan ini semua adalah ketika uang menjadi tuan bagi orang-orang yang sudah tidak peduli lagi dengan warganya dan tidak peduli lagi dengan aturan-aturan yang ada.

Masyarakat kecil yang pada akhirnya akan kalah dengan sebuah sistem yang dikelola bagai mafia. Mafia yang merasuk ke darah dan tulang sumsum oknum nakal di lembaga-lembaga negara. (KRO/RD/Budi S)