RADARINDO.co.id-Medan: Kasus Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) PTPN II kebun Arso dan Prafi di Kabupaten Jayapura dan Manokwari tinggal nama dan meninggalkan aroma tak sedap.
Kasus KKPA PTPN II di Indonesia bagian Timur ini tidak banyak diketahui publik. Sehingga sebagian kalangan mengindikasikan mirip misterius. Apalagi lemah nya fungsi dan pengawasan dari Aparat Penegak Hukum terhadap kinerja Direktur PTPN II.
Baca juga : Warga Tolak Perpanjangan HGU PTPN V Usut Dugaan Rekayasa Laporan Keuangan
Bahkan menuding Aparat Penegak Hukum terkesan (APH) “mandul” terhadap manajemen PTPN II Kebun Arso dan Prafi di Kabupaten Jayapura dan Manokwari nyaris hilang dalam ingatan namun tetap melekat dipembukuan.
Sejumlah pihak masih meragukan keseriusan APH sehingga hak Keterbukaan Informasi Publik terkesan remang-remang. Kredit PTPN II maupun pelepasan aset PT Yongjing hingga prefinancing yang disajikan dalam Laporan keuangan telah 2017 menimbulkan tanda tanya besar.
“Kami berharap KPK maupun Komisi III DPR RI mau membongkar kembali kasus tersebut sehingga dapat diketahui publik secara jelas dan transparan,” ujar sumber kepada RADARINDO.CO.ID belum lama ini.
Sebelumnya sumber mengatakan, pengalihan asset milik BUMN di Indonesia Bagian Timur pada investor lain sempat menjadi buah bibir. Termasuk terhadap Pengelolaan Kredit Koperasi Primer Anggota (KKPA) diduga tidak memadai KKPA merupakan program pengelolaan dengan pinjaman berasal dari bank pelaksana untuk menyalurkan dana kredit kepada Koperasi Primer untuk para anggotanya guna menunjang usaha bersifat produktif atau yang memiliki nilai tambah, terutama di
bidang agribisnis berupa pengembangan perkebunan.
Berdasarkan informasi yang disampaikan sumber mengatakan jejak kredit PTPN II meninggalkan aroma tak sedap. Nasib uang miliaran rupiah mirip teka-teki.
Pengembangan perkebunan dengan pola KKPA dilakukan di wilayah baru hasil kerja sama antara PTPN (kebun inti), dan bank sebagai penyedia fasilitas pinjaman PTPN II memiliki dua areal pembinaan KKPA, yaitu areal KebunArso di Kabupaten Jayapura dan areal Kebun Prafi di Kabupaten Manokwari.
Baca juga : Resmi, Pengurus DPW dan DPD IWO Indonesia Provinsi Kalbar Dilantik
Konon kabarnya , pembangunan KKPA tersebut berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 89l/Kpts/KB.510/11/96 tanggal 5 November 1996 tentang Penugasan PTPN dalam Pelaksanaan Proyek PIR Perkebunan.
Pembangunan kebun KKPA dilakukan dalam 7 tahap dengan menggunakan dana Kredit Langsung Bank Indonesia dari BI melalui PT BNI.
Pembinaan dan pengawasan Kebun KKPA merupakan tanggung jawab bagian perencanaan dan pengembangan atau Kepala Urusan Pengembangan Usaha.
Adapun tanggungjawab Kepala Urusan Pengembangan Usaha, melaksanakan rekonsiliasi pelimpahan angsuran kredit petani PIR/KKPA dengan Bank penyalur, serta pihak Direktorat Jenderal Perkebunan.
Mengevaluasi laporan keuangan PIR/KKPA dan laporan Kredit Repayment, per triwulan ke Direktorat Jenderal Perkebunan. Dalam melakukan tugasnya, Bagian Perencanaan dan Pengembangan menerima Laporan Manajemen dari Manajemen Kebun Arso dan Prafi, informasi yang disampaikan dalam laporan tersebut antara lain jumlah produksi TBS serta setoran pengembalian kredit dari anggota KKPA.
“Pengelolaan KKPA di Kebun Arso dan Kebun Prafi diketahui permasalahan sebagai utang tanggungan PTPN II kepada BNI sebesar Rp1.360.634.697”, ujar sumber.
“Pembangunan KKPA di areal Kebun Arso dan Kebun Prafi mendapatkan pendanaan dari BI menggunakan dana KLBI melalui Bank BNI. Pembangunan kebun KKPA di Areal Arso seluas 7.000 Ha dengan anggota KKPA sebanyak 21 KUD dan Areal Prafi seluas 3.000 Ha dengan anggota KKPA sebanyak 6 KUD,” ujarnya lagi.
Sesuai perjanjian Nomor HLB/7/927 dan Nomor II.0/SP/01/1996 tanggal 13 Mei 1996 tentang Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat di Provinsi Irian Jaya antara Bank BNI dengan Direksi PTPN II.
Pasal 5 huruf g mengenai kewajiban PTPN II disebutkan bahwa PTPNII bertanggungjawab mengembalikan kredit yang dipergunakan untuk membiayai pembangunan kebun kelapa sawit beserta bunganya kepada Bank BNI.
Apabila pembangunan kebun kelapa sawit mengalami kegagalan, baik kegagalan sebagian atau seluruhnya, sebagaimana diatur dalam ketentuan Direktur Jenderal Perkebunan.
Berdasarkan Laporan Keuangan 2017 diketahui nilai utang lain-lain jangka panjang sebesar Rp1.360.634.697, yang terdiri atas utang KKPA Kebun Arso senilai Rp7.383.161.553, dan KKPA Kebun Prafi senilai Rp3.977.473.144. Nilai tersebut merupakan utang pembangunan KKPA yang didanai oleh Bank BNI, namun tidak dapat dilunasi oleh anggota KKPA.
Lebihlanjut sumber menegaskan, bahwa Bank BNI pada tanggal 19 November 2018 diketahui total pokok utang PTPN II sebesar Rp5.432.120.000, yang terdiri atas pengelolaan
KKPA Kebun Arso sebesar Rp8.937.330.000 dan pengelolaan KKPA Kebun
Prafi sebesar Rp6.494.790.000.
Laporan Keuangan Tahun 2017 diketahui pada tanggal 28 Mei 2004, Manajer Kebun Inti Prafi bersama dengan anggota KKPA (pengurus KUD) pernah menandatangani surat pengakuan utang (SPH) dengan nilaitotal utang sebesar Rp10.250.112.183, dengan rincian:
- KUD Makmur pinjaman sebesar Rp327.803.698, untuk pembayaran sebesar Rp15.490.111 dan utang KKPA sebesar Rp312.313.587.
- KUD Gotong royong pinjaman sebesar Rp377.405.770. Tidak ada pembayaran dan utang KKPA sebesar Rp377.405.770.
- KUD Karya Utama sebesar Rp312.156.744. Untuk pembayaran Rp226.240.771 dan pembayaran utang KKPA sebesar Rp85.915.973.
- KUD Karya Bersama pinjaman sebesar Rp313.721.439, pembayaran Rp313.721.419, dan utang KKPA Rp20.
- KUD Rukun Bersama pinjaman Rp234.704.319, pembayaran sebesar Rp195.168.873 dan utang KKPA sebesar Rp39.535.446.
- KUD Sumber Makmur pinjaman seb Rp10.082.132.598, pembayaran sebesar Rp647.191.211 dan utang KKPA sebesar Rp9.434.941.387.
Total pinjaman sebesar Rp11.647.924.568, total pembayaran Rp1.397.812.385 dan total utang KKPA total pembayaran sebesar Rp10.250.112.183.
Sedangkan untuk penyaluran dana KKPA di Kebun Arso tidak disertai dengan
SPH. Pembangunan KKPA Kebun Arso tidak sesuai dengan rencana awal, hal
tersebut didukung dengan surat Manajer Kebun Arso kepada Direksi PTPNII
nomor II.AR/II.0.36/2001 tanggal 23 Agustus 2001 perihal kondisi Areal
Arso, menjelaskan bahwa dari total areal landclearing seluas 7.000 Ha, yang
ditanami seluas 5.710,50 Hadan seluas 2.424,00 ha(42,45% dari 5.710,50 Ha)
tanaman dalam kondisi mati.
Hal tersebut disebabkan kondisi keuangan yang kurang baik sehingga mengakibatkan tidak terpeliharanya tanaman± 15 bulan, penanaman tidak sesuai kultur teknis dan pembuatan drainase yang kurang tepat, sehingga saluran belum berfungsi.
Sumber mengatakan kertas kerja cicilan/angsuran berada dikantor Kebun Arso dan Prafi, tidak ada
di Kantor Direksi PTPN II. Serta belum mendapatkan kertas kerja pembayaran cicilan dari anggota KKPA kepada Bank BNI.
Kabarnya, Kepala Bagian Perencanaan dan Pengembangan tidak dapat menjelaskan rincian (nama anggota, bukti dan tanggal kas masuk) pembayaran cicilan KKPA dari anggota KKPA Kebun Prafi kepada PTPN II sebesar Rp6.272.639.039, (Rp10.250.112.183-Rp3.977.473.144).
Hal ini dikarenakan pengelolaan uang setoran dari anggota KKPA tidak menggunakan rekening penampung (escrow account) sehingga kesulitan untuk menjelaskan rincian penerimaan angsuran KKPA dari anggota KKPA.
Terdapat utang PTPN II ke Bank BNI sebesar Rp11.360.634.697, (Rp7.383.161.553 + Rp3.977.473.144) yang disebabkan anggota KKPA belum melakukan pelunasan kewajibannya dan Pemberian prefinancing sebesar Rp54.451.858.294, tanpa disertai jaminan Pendanaan proyek pembangunan KKPA Kebun Arso dan Prafi awalnya berasal dari Bank BNI, namun dikarenakan pendanaan dari Bank BNI mengalami kendala, maka PTPN II mengucurkan prefinancing KKPA. Prefinancing KKPA adalah
bantuan pinjaman PTPN II kepada anggota KKPA, yang digunakan untuk membangun kebun KKPA.
Pemberian prefinancing KKPA didasarkan pada surat Dirjen Perkebunan Departemen Kehutanan dan Perkebunan Nomor 2.11.15.2000.Re tanggal 15 November 2000 tentang Pengembangan kelapa sawit di Arso Irian Jaya.
Bahwa PTPN II sebagai satu satunya BUMN perkebunan yang melaksanakan pembangunan perkebunan yang melaksanakan pembangunan perkebunan di Irian Jaya dan diharapkan dapat menyelesaikan pembangunan perkebunan di Arso IrianJaya secara utuh.
Berdasarkan surat Direksi kepada Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Produksi Perkebunan Departemen Pertanian Nomor II.12/X/69/IX/2005 tanggal 30 September 2005 perihal Permohonan pencairan prefinancing pembangunan KKPA di Irian Jaya, dijelaskan bahwa PTPN II telah menghentikan prefinancing KKPA pada tahun 2001, jumlah prefinancing yang sudah dikeluarkan sebesar
Rp53.203.309.710.
Jumlah prefinancing yang telah dicantumkan dalam surat Direksi tersebut berbeda dengan nilai prefinancing yang disajikan dalam Laporan Keuangan Tahun 2017 pada akun aset tidak lancar lainnya sebesar Rp54.451.858.294, dengan rincian prefinancing Kebun Arso sebesar Rp45.337.187.385 dan
prefinancing Kebun Prafi sebesar Rp9.114.670.909.
Kepala Bagian Perencanaan Pengembangan dan Kepala Bagian Pembiayaan menjelaskan bahwa nilai prefinancing yang benar menurut PTPN IIadalah sebesar Rp54.451.858.294. Nilai tersebut bersumber dari Laporan Manajemen Kebun Arso dan Prafi.
Penelusuran lebih lanjut atas pengelolaan KKPA di Kebun Prafi diketahui bahwa di Tahun 2014 PTPN II telah menjual Kebun Inti Prafi kepada PT Yongjing Investindo. Pelepasan tersebut telah mendapat persetujuan dari Menteri BUMN yang tertuang dalam surat nomor S-30/MBU/2014 tanggal 28 Januari 2014. Pelelangan melalui Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang Sorong ditawarkan dengan harga pelepasan sebesar Rp82.071.400.000 (termasuk Bea Lelang dan Pajak), sesuai dengan bukti transfer dari pemenang kepada PTPN II (melalui Bank Mandiri), uang tersebut telah diterima pada tanggal 21 Mei 2014.
Komponen harga terdiri dari tanah HGU seluas 3.300 Ha dan bangunan unit Kebun Prafi, termasuk pabrik dan perumahan karyawan.
Kepala Bagian Komersil dan Kepala Bagian adhoc Pengadaan yang pada saat pelepasan masuk dalam tim penjualan, menjelaskan bahwa Utang KKPA Kebun Prafi tidak dimasukkan ke dalam komponen harga pelepasan, karena beban hutang KKPA bukan merupakan aset yang akan dijual, sehingga tidak akan dibebankan kepada pembeli Kebun Inti Prafi.
Namun, dalam persyaratan lelang poin 7 disebutkan bahwa, pemenang lelang wajib melanjutkan program PIR (plasma) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari keberadaan Kebun Inti Prafi. Walaupun poin tersebut tidak secara jelas menyebutkan kelancaran/monitoring pembayaran cicilan menjadi tanggungjawab pembeli.
Pelepasan Kebun Inti Prafi disertai dengan memorandum serah terima Kebun KKPA Prafi oleh Direksi Tanggal 18 November 2015, memorandum tersebut menyatakan sisa utang petani KKPA tahap I kepada Bank BNI Manokwari sampai dengan Oktober 2014 sebesar Rp5.874.220.398.
Sertifikat hak milik (SHM) petani KKPA Tahap 1 sejumlah 368 buah, saat ini berada pada Bank BNI cabang Manokwari sesuai surat BNINomor MWI/1131 tanggal 4 September 2014 dan SHM anggota KKPA tahap 2 atas nama KUD Sumber Makmur sejumlah 992 buah, berada di PTPN II Kebun Prafi dan akan diserahkan oleh Direktur Utama PTPN II kepada Bupati Manokwari.
Disaksikan oleh Ketua Pengadilan Negeri Manokwari, Kepala Kejaksaan Negeri Manokwari dan
KepalaKantor Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Manokwari. Pelepasan Kebun Inti Prafi menyebabkan pengelolaan Kebun KKPA Prafi dialihkelolakan kepada Pemerintah Kabupaten Manokwari.
Kepala Bagian Perencanaan Pengembangan dan Kepala Bagian Pembiayaan diketahui bahwa Direksi PTPN II telah menyerahkan SHM kepada Pemerintah Kabupaten Manokwari melalui kepala daerah meskipun anggota KKPA masih mempunyai kewajiban kepada PTPN II.
PTPN II serta menyediakan dokumen terkait penggunaan dana prefinancing untuk pembangunan Kebun KKPA dan bukti transfer pengembalian prefinancing dari anggota KKPA kepada PTPN II.
Hal tersebut tidak sesuai dengan pernyataan Keputusan Para Pemegang Saham PTPN II Nomor SK-
43/MBU/03/2016 Tentang Perubahan Anggaran Dasar, Pasal 11 Tugas, Wewenang dan Kewajiban Direksi.
Ayat 4 yang menyatakan bahwa dalam melakukan tugasnya, anggot Direksi harus mematuhi Anggaran Dasar perseroan dan peraturan perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme, transparansi, kemadirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban serta kewajaran.
Ayat 6 setiap anggota direksi bertanggungjawab penuh secara pribadi apabila yang bersangkutan bersalah atau lalai menjalankan tugasnya untuk kepentingan dan usaha perseroan, kecuali apabila anggota direksi yang bersangkutan dapat membuktikan bahwa Kerugian tersebut bukan karena kesalahan atau kelalaiannya.
Pemanfaatan kredit yang dikucurkan melalui pola KKPA di Kebun Arso dan Prafi tidak diyakini penggunaanya karena tidak tersedianya dokumen.
Dana prefinancing KKPA sebesar Rp54.451.858.294, (Rp9.114.670.909 + Rp45.337.187.385) membebani keuangan PTPN II dan pengucuran dana KKPA dari Bank BNI sebesar Rp11.360.634.697,
(Rp7.383.161.553 + Rp3.977.473.144) membebani keuangan PTPN II.
Hal tersebut disebabkan Direksi PTPN II periode 1996 sampai 2015, kurang cermat dalam menyetujui dan mencairkan penggunaan prefinancing KKPA tanpa jaminan.
Menerima penugasan tanpa disertai dukungan dana yang memadai dan melepas Kebun Prafi tanpa mempertimbangkan penyelesaian hutang piutang KKPA yang masih tersisa di Kebun Prafi.
Pada aspek lain tugas Aparat penegak hukum terkesan belum sesungguhnya menjalankan perintah undang.
Terkait hal tersebut sumber mencurigai laporan keuangan PTPN II diduga berbau rekayasa. Oleh penegak hukum diminta mengusut dugaan laporan keuangan PTPN II.
Hingga berita ini dilansir mantan Direktur Utama belum berhasil dimintai keterangan terkait kredit PTPN II dikebun Arso dan Prafi dan pelepasan aset.
Sumber berharap KPK segera membuka kembali kasus tersebut termasuk mengusut laporan keuangan PTPN II dan memanggil bekas direksi. Hal ini dilakukan guna menghindari kesimpangsiuran informasi demi terwujudnya penegakan Supremasi hukum berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
(KRO/RD/TIM )