RADARINDO.co.id – Medan : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bersama Komisi III DPR RI yang sempat diisukan akan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dirut Holding PTPN III ternyata meleset. Entah apa sebab rencana RDP tersebut tiba-tiba sepi dan tak terdengar lagi.
Keuangan PTPN Group setelah holding dituding memiliki hutang yang membengkak alias tinggi. Masyarakat Indonesia menghendaki agar aliran dana di BUMN tersebut dilakukan penyelidikan dan penyidikan. Sayangnya, pihak KPK sendiri maupun DPR RI tidak memiliki itikad baik menjalankan perintah Undang-Undang.
Baca juga: Keuangan PTPN Grup Setelah Holding Hutang Lebih Tinggi (2)
GPM Ratio yang rendah menunjukkan bahwa PTPN Grup belum efisien dalam pengadaan bahan baku dan mengubahnya menjadi produk jadi. Ketidakefesian ini disebabkan oleh biaya perolehan bahan baku dan biaya produksi pabrik lebih tinggi dari harga jual produk, sehingga kemungkinan harga yang terbentuk tidak bisa menutupi seluruh biaya yaitu biaya operasional, biaya administrasi dan penjualan serta biaya lain-lain.
Hal ini dapat terlihat dari rasio Operating Profit Margin (OPM) dan Net Profit Margin (NPM). Ketidakefesienan pengadaan bahan baku dan biaya pabrik dijelaskan dalam temuan pemeriksaan terkait on farm dan off farm.
Operating Profit Margin (OPM) Ratio OPM digunakan perusahaan untuk mengukur berapa banyak laba yang didapatkan oleh perusahaan di setiap penjualan, sebelum pembayaran bunga pinjaman dan pajak.
Semakin tinggi OPM, semakin bagus keuntungan sebuah perusahaan. Perusahaan dengan OPM yang kecil memiliki resiko yang lebih besar ketika mengambil pinjaman usaha dari bank yaitu risiko laba perusahaan tergerus bunga pinjaman.
Diketahui bahwa sebelum terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2010 sampai 2014, PTPN yang mengalami kerugian atau OPM Ratio bernilai negatif adalah PTPN II, VII, IX, X, XI, XIII dan XIV. Namun secara rata-rata GPM Ratio tahun 2010 sampai 2014 untuk PTPN II, VII, IX, X dan IX masih bernilai positif yaitu berkisar antara 1,69% dan 10,19%.
Baca juga: Keuangan PTPN Grup Setelah Holding Hutang Lebih Tinggi (1)
Sedangkan untuk keseluruhan PTPN XIII dan XIV rata-rata GPM Ratio bernilai negatif sebesar -0,85% dan -13,85%. Untuk keseluruhan PTPN Grup nilai rata-rata GPM Ratio tahun 2010 sampai 2014 sebesar 7,17%. Setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2015 sampai semester I 2019.
PTPN yang mengalami penurunan keuntungan/mengalami kerugian sebanyak 9 (sembilan) PTPN yaitu PTPN I, II, VII, VIII, IX, X, XII, XIII dan XIV. Jika dilihat rata-rata GPM Ratio tahun 2015 sampai semester I 2019, dari 9 PTPN tersebut, hanya PTPN X dan XII yang rata-rata GPM Ratio bernilai positif yaitu sebesar 1,55% dan 6,30%, dan untuk 7 PTPN nilai rata-rata GPM Ratio bernilai negatif yaitu berkisar -0,45% sampai -37,32%.
Dengan demikian dilihat dari rata-rata GPM Ratio sebelum terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2010 sampai 2014 dibandingkan dengan setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2015 sampai semester I 2019.
PTPN yang mengalami kerugian meningkat dari 2 PTPN yaitu PTPN XIII dan XIV menjadi 7 PTPN yaitu PTPN I, II, VII, VIII, IX, XIII dan XIV. Konon kabarnya Kepala Divisi Keuangan PTPN III (Persero), menjelaskan nilai kerugian setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan meningkat antara lain karena adanya impairment oleh Akuntan Publik pada periode audit tahun 2016, 2017 dan 2018 yang dibebankan sebagai biaya lain-lain sehingga mempengaruhi nilai Operating Profit Margin.
Net Profit Margin (NPM) NPM merupakan rasio profitabilitas untuk menilai persentase laba bersih yang didapat setelah dikurangi pajak terhadap pendapatan yang diperoleh dari penjualan. Artinya rasio ini mengukur laba bersih setelah pajak terhadap penjualan.
Semakin tinggi marjin laba bersih menunjukkan semakin baik operasi suatu perusahaan. Diketahui bahwa sebelum terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2010 sampai 2014, PTPN yang mengalami kerugian atau NPM Ratio bernilai negatif adalah PTPN II, VII, IX, X, XI, XIII dan XIV.
Namun secara rata-rata NPM Ratio tahun 2010 sampai 2014 untuk PTPN IX, dan X masih bernilai positif yaitu 1,16% dan 6,58%, sedangkan untuk PTPN II, VII, XI, XIII dan XIV rata-rata NPM Ratio bernilai negatif yaitu berkisar antara -2,09% sampai -25,42%. Untuk keseluruhan PTPN Grup nilai rata-rata NPM Ratio tahun 2010 sampai 2014 sebesar 2,15%.
Setelah terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2015 sampai semester I 2019, PTPN yang mengalami penurunan keuntungan/ mengalami kerugian sebanyak 11 (sebelas) PTPN yaitu PTPN I, II, VI, VII, VIII, IX, X, XI, XII, XIII dan XIV.
Jika dilihat rata-rata NPM Ratio tahun 2015 sampai semester I 2019, dari 11 PTPN tersebut, hanya PTPN VI dan XI yang rata-rata NPM Ratio bernilai positif yaitu sebesar 3,63% dan 2,26%, dan untuk 9 PTPN nilai rata-rata NPM Ratio bernilai negatif yaitu berkisar -1,81% s.d – 62,88%.
Baca juga: KPK Diminta Usut PTPN VIII Kontrak Pengurusan HGU, HPL, dan HGB Rp23.293.770.000
Untuk keseluruhan PTPN Grup, nilai rata-rata NPM Ratio tahun 2015 sampai semester I 2019 sebesar -12,98%. Menurun dari rata-rata NPM Ratio sebelum terbentuknya Holding BUMN Perkebunan sebesar 2,15%. Selain itu, dilihat dari rata-rata NPM Ratio sebelum terbentuknya Holding BUMN Perkebunan periode tahun 2010 sampai 2014.
Sementara itu, Direktur Utama Holding PTPN III yang dikonfirmasi, sesuai surat Nomor : 40.ist/RADARINDO.co.id/KB/III/2025, tanggal 07 Maret 2025, hingga saat ini belum memberikan jawaban terkait hal tersebut. (KRO/RD/TIM)